26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

UMP Sumut Tetap Rp2,4 Juta, UMK Medan Berpeluang Naik

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meski Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) memutuskan untuk tidak menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2021 —atau nilainya tetap sama dengan tahun 2020—, namun Pemerintah Kota (Pemko) Medan belum tentu mengambil langkah yang sama dengan Pemprovsu.

“Kami baru saja menerima SK tentang UMP dari Pemprovsu. Tapi tidak naiknya UMP Sumut tidak serta merta membuat Upah Minimum Kota (UMK) Medan juga otomatis tidak naik. Semua tergantung hasil pembahasan dan rapat di depeko (dewan pengupahan kota). Depeko Medan masih persiapan untuk pembahasan hal tersebut,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Medan, Hannalore Simanjuntak, kepada Sumut Pos, Senin (2/11).

Tahun 2020, Kota Medan menetapkan UMK sebesar Rp3.222.556,72 per bulan. Lebih tinggi dibanding UMP Sumut sebesar Rp2,4 juta.

Terkait UMK Medan, Wakil Ketua DPRD Medan, HT Bahrumsyah SH MH meminta Pemko Medan —dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja melalui Depeko Medan—agar benar-benar mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat Kota Medan saat ini, khususnya para buruh di Kota Medan.

Sejatinya, kata dia, kondisi pandemi Covid-19 di Kota Medan tidak bisa dijadikan alasan penuh untuk tidak menaikkan UMK di Kota Medan. Selain itu, Pemko Medan juga memiliki hak untuk mengambil langkah berbeda dengan Pemerintah Provinsi yang tidak menaikkan UMP.

“UMP Sumut itu ‘kan minimum untuk setiap kabupaten/kota di Sumut. Selama ini UMK Medan sudah di atas itu. Akan tetapi, Pemko Medan punya hak untuk mengambil langkah yang berbeda,” katanya.

Walaupun Kota Medan ikut terimbas pandemi Covid-19, namun menurut Bahrum, UMK Kota Medan masih sangat layak tetap naik di tahun 2021. Berbagai pertimbangannya antara lain, di tengah pandemi, biaya kebutuhan hidup tetap naik. Harga-harga barang dan jasa juga naik.

“Pandemi tidak membuat harga-harga itu flat. Bahkan ada beberapa yang justru melambung tinggi. Tidak menaikkan upah buruh dengan membiarkan harga-harga tetap naik di pasaran, hanya akan membuat daya beli masyarakat semakin lemah, dan kesejahteraan masyarakat khususnya buruh semakin jauh dari harapan,” ungkapnya.

Pemko Medan diminta tetap memikirkan langkah strategis dalam mencari solusi terbaik dalam rencana kenaikan UMK tersebut. Apalagi rumus untuk menaikkan upah minuman regional tidak sulit, yakni dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

“Kita tahu pertumbuhan ekonomi tidak sebaik biasanya karena pandemi. Tapi kenaikan UMK tetap harus dipertimbangkan. Misalnya, kalau rata-rata per tahun kenaikan UMK itu sebesar 8 sampai 10 persen, mungkin tahun ini kenaikannya tidak sampai 8 persen. Mungkin bisa di angka 5 persen. Tidak benar juga kalau kota sebesar Kota Medan ini UMK-nya tidak naik sama sekali. Itu sebabnya dalam rapat di Depeko nanti, Pemko Medan harus betul-betul berpihak kepada rakyat,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, untuk tahun 2021 mendatang, UMP Sumut dipastikan tidak mengalami kenaikan. Artinya, UMP Sumut akan menerapkan standar kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan. Besarannya tetap sama seperti tahun 2020, yakni Rp2,4 juta. Alasannya, pertumbuhan ekonomi nasional minus karena Covid-19.

Keputusan UMP Sumut 2021 tidak naik itu sudah dibahas dan disepakati dalam rapat Dewan Pengupahan Sumut pada Kamis (29/10) lalu.

Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) yang ditujukan kepada gubernur se-Indonesia Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Di samping Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan surat edaran menteri itu juga menjadi dasar penetapan UMP 2021.

Disebutkan di surat edaran itu, pertumbuhan ekonomi nasional minus karena pandemi Covid-19. Sehingga menteri meminta kepada gubernur se-Indonesia agar tidak menaikkan UMP 2021 atau sama dengan UMP 2020. Dengan kebijakan ini, Sumut mengikuti langkah 29 provinsi lain yang tak menaikkan UMP 2021. Praktis hanya empat provinsi saja yang tidak seragam dengan kebijakan Kemenaker tersebut, yaitu Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta.

UMP Sumut Sudah Logis

Keputusan Pemprov Sumut tidak menaikkan UMP 2021 dinilai sudah logis. “Kondisi objektif pertumbuhan ekonomi yang minus akibat pandemi Covid-19 menjadi alasan yang cukup logis dari tidak naiknya UMP (Sumut) 2021,” kata Wakil Ketua Komisi E DPRD Sumut, Hendra Cipta menjawab Sumut Pos, Senin (2/11).

Meski demikian, diakui dia, keputusan ini cukup dilematis yang harus diambil pemerintah pusat bahkan provinsi. “Memang dilematis kalau menyangkut upah minimum untuk tahun 2021. Di satu sisi kita berharap ada upaya meningkatkan kesejahteraan buruh. Tapi karena pertumbuhan ekonomi nasional yang minus, serta beberapa aspek lain seperti inflasi, maka pilihan yang paling logis adalah mempertahankan UMP seperti tahun sebelumnya atau tetap sebesar Rp2,4 juta,” ungkapnya.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) DPRD Sumut ini menyebut, bahkan kalau UMP diturunkan di bawah tahun lalu, justru bisa semakin membuat keresahan tenaga kerja di Sumut. Ia menambahkan, sepertinya Dewan Pengupahan Daerah Sumut sudah sangat berhati-hati dalam menentukan UMP ini dengan mengikuti seluruh ketentuan peraturan yang berlaku.

“Dalam situasi seperti saat sekarang ini, dengan tidak naiknya UMP sebaiknya pemerintah mulai memikirkan memberikan perlindungan sosial bagi tenaga kerja, meluncurkan program-program untuk kepentingan buruh dan tenaga kerja, bantuan-bantuan untuk tenaga kerja yang rentan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),” katanya.

Sebelumnya Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketenagakerjaan Sumut, Harianto Butarbutar, mengatakan pandemi Covid-19 merupakan alasan UMP Sumut 2021 tidak naik atau sama dengan tahun ini. “Sebab pertumbuhan ekonomi nasional minus karena Covid-19,” ujar dia saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (30/10).

“Kata ibu Menaker, UMP 2021 tidak dinaikkan untuk melindungi perusahaan dan perlunya pemulihan ekonomi nasional,” ucap pria yang juga menjabat sebagai kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumut itu.

Meskipun UMP 2021 tidak naik, sambung dia sudah menguntungkan buruh atau pekerja. Sebab secara umum perusahaan-perusahaan di Indonesia termasuk Sumut, terdampak pandemi.

Bisa Picu PHK Besar-besaran

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyatakan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan UMP 2021 sudah tepat, lantaran sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.

Pihaknya menyesalkan kebijakan para kepala daerah yang tetap menaikkan UMP 2021 karena dinilai bakal mempersulit dunia usaha bahkan membawa dunia usaha dalam keadaan krisis. Bahkan, terdapat ancaman gelombang PHK besar-besaran jika kebijakan kepala daerah menaikkan UMP 2021 dilanjutkan.

“Dengan penetapan upah yang tidak sesuai dengan Surat Edaran, dapat dipastikan akan semakin mempersulit dunia usaha yang pada ujungnya akan menyebabkan gelombang PHK besar-besaran dalam kondisi krisis,” ujar Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/11).

Apindo menyayangkan sikap kepala daerah yang tidak sejalan dengan apa yang diimbau pemerintah melalui SE Menaker, meskipun kepala daerah lah yang diberi kewenangan untuk menentukan UMP di daerahnya.

“Tentu ini memang menjadi otoritasnya kepala daerah. Hanya kami menyesalkanlah. Artinya keputusan ini tidak memperhatikan kondisi secara umum,” ujarnya.

Hariyadi menilai, di kondisi pandemi seperti saat ini, UMP 2021 justru direkomendasikan untuk tidak dinaikkan. Karena jika menggunakan formula penentuan upah minimum pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, UMP 2021 justru bakal turun.

“Perhitungannya dilihat dari ekonomi nasional dan inflasi. Kalau pake rumus itu hasilnya negatif karena ekonomi kita -5,32 persen (kuartal II) dan inflasi 1,24 persen. Jadi kalau ditambahkan, masih minus 3 persen. Nggak mungkin kalau pake formula minus, yang ada nanti upahnya turun, sehingga direkomendasikan upahnya tetap,” jelas Hariyadi. (prn/map/lp6)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Meski Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) memutuskan untuk tidak menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2021 —atau nilainya tetap sama dengan tahun 2020—, namun Pemerintah Kota (Pemko) Medan belum tentu mengambil langkah yang sama dengan Pemprovsu.

“Kami baru saja menerima SK tentang UMP dari Pemprovsu. Tapi tidak naiknya UMP Sumut tidak serta merta membuat Upah Minimum Kota (UMK) Medan juga otomatis tidak naik. Semua tergantung hasil pembahasan dan rapat di depeko (dewan pengupahan kota). Depeko Medan masih persiapan untuk pembahasan hal tersebut,” kata Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Medan, Hannalore Simanjuntak, kepada Sumut Pos, Senin (2/11).

Tahun 2020, Kota Medan menetapkan UMK sebesar Rp3.222.556,72 per bulan. Lebih tinggi dibanding UMP Sumut sebesar Rp2,4 juta.

Terkait UMK Medan, Wakil Ketua DPRD Medan, HT Bahrumsyah SH MH meminta Pemko Medan —dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja melalui Depeko Medan—agar benar-benar mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat Kota Medan saat ini, khususnya para buruh di Kota Medan.

Sejatinya, kata dia, kondisi pandemi Covid-19 di Kota Medan tidak bisa dijadikan alasan penuh untuk tidak menaikkan UMK di Kota Medan. Selain itu, Pemko Medan juga memiliki hak untuk mengambil langkah berbeda dengan Pemerintah Provinsi yang tidak menaikkan UMP.

“UMP Sumut itu ‘kan minimum untuk setiap kabupaten/kota di Sumut. Selama ini UMK Medan sudah di atas itu. Akan tetapi, Pemko Medan punya hak untuk mengambil langkah yang berbeda,” katanya.

Walaupun Kota Medan ikut terimbas pandemi Covid-19, namun menurut Bahrum, UMK Kota Medan masih sangat layak tetap naik di tahun 2021. Berbagai pertimbangannya antara lain, di tengah pandemi, biaya kebutuhan hidup tetap naik. Harga-harga barang dan jasa juga naik.

“Pandemi tidak membuat harga-harga itu flat. Bahkan ada beberapa yang justru melambung tinggi. Tidak menaikkan upah buruh dengan membiarkan harga-harga tetap naik di pasaran, hanya akan membuat daya beli masyarakat semakin lemah, dan kesejahteraan masyarakat khususnya buruh semakin jauh dari harapan,” ungkapnya.

Pemko Medan diminta tetap memikirkan langkah strategis dalam mencari solusi terbaik dalam rencana kenaikan UMK tersebut. Apalagi rumus untuk menaikkan upah minuman regional tidak sulit, yakni dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

“Kita tahu pertumbuhan ekonomi tidak sebaik biasanya karena pandemi. Tapi kenaikan UMK tetap harus dipertimbangkan. Misalnya, kalau rata-rata per tahun kenaikan UMK itu sebesar 8 sampai 10 persen, mungkin tahun ini kenaikannya tidak sampai 8 persen. Mungkin bisa di angka 5 persen. Tidak benar juga kalau kota sebesar Kota Medan ini UMK-nya tidak naik sama sekali. Itu sebabnya dalam rapat di Depeko nanti, Pemko Medan harus betul-betul berpihak kepada rakyat,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, untuk tahun 2021 mendatang, UMP Sumut dipastikan tidak mengalami kenaikan. Artinya, UMP Sumut akan menerapkan standar kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan. Besarannya tetap sama seperti tahun 2020, yakni Rp2,4 juta. Alasannya, pertumbuhan ekonomi nasional minus karena Covid-19.

Keputusan UMP Sumut 2021 tidak naik itu sudah dibahas dan disepakati dalam rapat Dewan Pengupahan Sumut pada Kamis (29/10) lalu.

Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah telah menerbitkan Surat Edaran (SE) yang ditujukan kepada gubernur se-Indonesia Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Di samping Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan surat edaran menteri itu juga menjadi dasar penetapan UMP 2021.

Disebutkan di surat edaran itu, pertumbuhan ekonomi nasional minus karena pandemi Covid-19. Sehingga menteri meminta kepada gubernur se-Indonesia agar tidak menaikkan UMP 2021 atau sama dengan UMP 2020. Dengan kebijakan ini, Sumut mengikuti langkah 29 provinsi lain yang tak menaikkan UMP 2021. Praktis hanya empat provinsi saja yang tidak seragam dengan kebijakan Kemenaker tersebut, yaitu Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sulawesi Selatan, dan DKI Jakarta.

UMP Sumut Sudah Logis

Keputusan Pemprov Sumut tidak menaikkan UMP 2021 dinilai sudah logis. “Kondisi objektif pertumbuhan ekonomi yang minus akibat pandemi Covid-19 menjadi alasan yang cukup logis dari tidak naiknya UMP (Sumut) 2021,” kata Wakil Ketua Komisi E DPRD Sumut, Hendra Cipta menjawab Sumut Pos, Senin (2/11).

Meski demikian, diakui dia, keputusan ini cukup dilematis yang harus diambil pemerintah pusat bahkan provinsi. “Memang dilematis kalau menyangkut upah minimum untuk tahun 2021. Di satu sisi kita berharap ada upaya meningkatkan kesejahteraan buruh. Tapi karena pertumbuhan ekonomi nasional yang minus, serta beberapa aspek lain seperti inflasi, maka pilihan yang paling logis adalah mempertahankan UMP seperti tahun sebelumnya atau tetap sebesar Rp2,4 juta,” ungkapnya.

Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN) DPRD Sumut ini menyebut, bahkan kalau UMP diturunkan di bawah tahun lalu, justru bisa semakin membuat keresahan tenaga kerja di Sumut. Ia menambahkan, sepertinya Dewan Pengupahan Daerah Sumut sudah sangat berhati-hati dalam menentukan UMP ini dengan mengikuti seluruh ketentuan peraturan yang berlaku.

“Dalam situasi seperti saat sekarang ini, dengan tidak naiknya UMP sebaiknya pemerintah mulai memikirkan memberikan perlindungan sosial bagi tenaga kerja, meluncurkan program-program untuk kepentingan buruh dan tenaga kerja, bantuan-bantuan untuk tenaga kerja yang rentan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),” katanya.

Sebelumnya Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketenagakerjaan Sumut, Harianto Butarbutar, mengatakan pandemi Covid-19 merupakan alasan UMP Sumut 2021 tidak naik atau sama dengan tahun ini. “Sebab pertumbuhan ekonomi nasional minus karena Covid-19,” ujar dia saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (30/10).

“Kata ibu Menaker, UMP 2021 tidak dinaikkan untuk melindungi perusahaan dan perlunya pemulihan ekonomi nasional,” ucap pria yang juga menjabat sebagai kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumut itu.

Meskipun UMP 2021 tidak naik, sambung dia sudah menguntungkan buruh atau pekerja. Sebab secara umum perusahaan-perusahaan di Indonesia termasuk Sumut, terdampak pandemi.

Bisa Picu PHK Besar-besaran

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, menyatakan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan UMP 2021 sudah tepat, lantaran sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.

Pihaknya menyesalkan kebijakan para kepala daerah yang tetap menaikkan UMP 2021 karena dinilai bakal mempersulit dunia usaha bahkan membawa dunia usaha dalam keadaan krisis. Bahkan, terdapat ancaman gelombang PHK besar-besaran jika kebijakan kepala daerah menaikkan UMP 2021 dilanjutkan.

“Dengan penetapan upah yang tidak sesuai dengan Surat Edaran, dapat dipastikan akan semakin mempersulit dunia usaha yang pada ujungnya akan menyebabkan gelombang PHK besar-besaran dalam kondisi krisis,” ujar Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (2/11).

Apindo menyayangkan sikap kepala daerah yang tidak sejalan dengan apa yang diimbau pemerintah melalui SE Menaker, meskipun kepala daerah lah yang diberi kewenangan untuk menentukan UMP di daerahnya.

“Tentu ini memang menjadi otoritasnya kepala daerah. Hanya kami menyesalkanlah. Artinya keputusan ini tidak memperhatikan kondisi secara umum,” ujarnya.

Hariyadi menilai, di kondisi pandemi seperti saat ini, UMP 2021 justru direkomendasikan untuk tidak dinaikkan. Karena jika menggunakan formula penentuan upah minimum pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, UMP 2021 justru bakal turun.

“Perhitungannya dilihat dari ekonomi nasional dan inflasi. Kalau pake rumus itu hasilnya negatif karena ekonomi kita -5,32 persen (kuartal II) dan inflasi 1,24 persen. Jadi kalau ditambahkan, masih minus 3 persen. Nggak mungkin kalau pake formula minus, yang ada nanti upahnya turun, sehingga direkomendasikan upahnya tetap,” jelas Hariyadi. (prn/map/lp6)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/