25.6 C
Medan
Tuesday, May 14, 2024

Karantina WNI Wuhan di Natuna Picu Eksodus, Kota Tua Menjadi Kota Mati

OBSERVASI: Lokasi observasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Wuhan, Tiongkok di Pulau Natuna.
OBSERVASI: Lokasi observasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Wuhan, Tiongkok di Pulau Natuna.

SUMUTPOS.CO – Rasa takut warga Natuna terhadap virus Corona menuntun warga untuk eksodus. Mereka meninggalkan rumahnya yang berdekatan dengan lokasi observasi. Bahkan, banyak pula yang meninggalkan Pulau Natuna. Ketakutan terhadap mewabahnya Virus Corona akibat tidak adanya sosialisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

DARI Pulau Natuna, ada dua jalur yang bisa digunakan untuk keluar pulau. Jalur udara yang hanya ada dua kali penerbangan dalam sehari dan kapal yang jadwalnya seminggu sekali. Kapasitas untuk pesawat hanya 170 orang dan 130 orang Untuk penerbangan keluar Natuna kemarin, kedua pesawat sudah terisi penuh.

Untuk jalur laut, Kapal Bukit Raya satu-satunya kapal yang melayani keluar Natuna. Dari data Dinas Perhubungan Natuna, diketahui sebelum adanya WNI dari Wuhan rata-rata jumlah penumpang Kapal Bukit Raya hanya 400 orang per perjalanan.

Namun, penumpang Kapal Bukit Raya Minggu malam (2/2) meningkat menjadi 675 orang. Hari yang sama dimana WNI dari Wuhan tiba di Natuna. “Saya tidak mengetahui kenapa meningkat, mungkin karena kebetulan sekolah libur,” tutur Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Natuna Iskandar DJ.

Eksodus yang dilakukan warga begitu terasa di desa Kota Tua, Penagi. Dari desa itu hanya dengan pandangan mata, atap hanggar yang menjadi lokasi karantina pun terlihat. Jaraknya bila dicek di Google Map hanya 1,4 km. Namun, bila warga Kota Tua Penagi memprediksi jarak lokasi karantina dengan desa mereka tidak lebih dari 1 km.

Ketua RT 1 Kota Tua Penagi Yohanes Suprianto menuturkan, jumlah warga di desa Kota Tua Penagi mencapai 373 jiwa. dari jumlah itu yang tercatat memutuskan eksodus mencapai 81 orang. “Ini yang melapor ke saya ya. Artinya, saat ini hanya tinggal 292 orang,” tuturnya ditemui di rumahnya kemarin.

Dari jumlah itu, kemungkinan akan makin banyak warga yang pindah untuk sementara. Menurutnya, ada tetangganya yang juga berencana untuk pindah sementara. “Tapi, menunggu kapal. Kapal yang Minggu malam rutenya tidak ke pulau tujuannya,” jelasnya.

Sementara Koordinator Warga Penolak Karantina di Natuna, Kiki Firdaus menuturkan bahwa ada banyak warga Natuna yang memang memutuskan eksodus. Salah satunya, tetangganya yang bernama Fadli. “Sebenarnya, Fadli ini ada tugas kedinasan,” ujarnya.

Tapi, karena ada karantina WNI dari Wuhan, maka Fadli memutuskan untuk sekalian membawa istri dan anaknya. “Mereka ke Pulau Serasan, salah satu pulau terdekat di Natuna,” jelasnya kepada Jawa Pos kemarin.

Sebenarnya, ketakutan warga Natuna terhadap proses karantina ini diakibatkan minimnya sosialisasi dari pemerintah pusat. Menurutnya, dirinya baru mengetahui bila Natuna akan digunakan sebagai tempat karantina pada Jumat malam (31/1). “Itu juga dari surat edaran yang dikirim melalui Whatsapp,” ujarnya.

Sama sekali tidak ada penjelasan apapun dari pemerintah. Bagaimana keamanan dari lokasi karantina itu dan jaminan virus corona tidak menyebar juga tak ada. “Kami hanya tau dari surat edaran dan berita,” keluhnya.

Yang lebih menohok, ada pembohongan publik bahwa lokasi karantina disebut jaraknya enam kilometer dari pemukiman. Kiki menuturkan bahwa rumahnya hanya berbatasan hutan bakau dengan lokasi karantina. “Saya sudah cek melalui Google Map, jaraknya hanya 1,5 km dari rumah saya di Pering,” terangnya.

Nasib serupa dialami Yohanes Suprianto. Dia mengatakan, sebagai warga yang bermukim paling dekat dengan lokasi karantina pun tidak mendapatkan informasi apapun dari pemerintah pusat. Baik dari Kementerian Kesehatan atau kementerian lainnya. “Hanya ada dari Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna, yang memberikan selembar kertas cara mencegah Corona menjangkit,” jelasnya.

Kondisi itu yang membuat warga tergerus kepercayaannya terhadap lokasi karantina. Menurutnya, kalau saja pemerintah melakukan sosialisasi beberapa hari sebelumnya. “Empat lima hari sebelumnya, kondisinya pasti berbeda,” tuturnya.

Dia mengatakan, warga di sekitar lokasi karantina memiliki hak untuk mengetahui bagaimana dampak dari karantina terhadap warga. Bagaimana teknis pemerintah mencegah virus corona menjangkiti warga. “Informasi semacam ini sama sekali tidak didapatkan. Kalau kami dapat informasi ini tentunya ketakutan warga berkurang,” ujarnya.

Seakan-akan Kota Tua ini menjadi kota mati karena karantina tersebut. Ketakutan itu begitu terasa bagi warga Desa Kota Tua. Seperti yang dialami keluarga Edi Suroso atau Tedja dan istrinya Biah. Pada hari yang sama dengan kedatangan WNI dari Wuhan, Biah berkemas-kemas untuk pindah. “Dia lapor ke saya sembari menangis histeris,” ujarnya.

Semua warga juga merasakan ketegangan saat itu. Biah saat itu mengaku akan pindah dulu untuk menghindari kemungkinan terjangkit virus Corona. “Itu wajar, karena anaknya yang kecil usia satu tahun, memang sedang sakit-sakitan,” paparnya.

Dia mengatakan, kondisi ekonomi masyarakat juga terpengaruh. Banyak nelayan tidak melaut, warung tutup karena pekerja pelabuhan tidak bekerja. “Warung di desa ini jelas omsetnya menurun drastis,” tuturnya.

Sementara pemilik Warung Makan di Desa Kota Tua, Nuriah, 56, menjelaskan bahwa memang sebelum adanya karantina itu biasanya dalam sehari bisa mendapatkan omset Rp 300 ribu. “Pekerja pelabuhan itu biasanya datang makan di sini,” tuturnya.

Tapi, untuk Senin ini (3/2) Nuriah harus menelan pil pahit. Dalam sehari hanya Rp 10 ribu yang didapatkannya. “Cuma satu botol air mineral yang laku,” keluhnya sembari dengan mata yang memerah.

Dia mengaku sebenarnya juga ingin pindah untuk menghindari berdekatan dengan lokasi karantina. “Tapi mau kemana, tidak ada tempat,” tuturnya. Saat itu pula dia meminta agar pemerintah memberikan kompensasi atas carut marutnya proses karantina WNI Wuhan.

Nuriah menuturkan, kerugian ini siapa yang bertanggungjawab. Kalau ada dari pemerintah tentu sangat diharapkan. “Saya merasa sangat rugi, harusnya ada bantuan,” keluhnya. (idr/jpg)

OBSERVASI: Lokasi observasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Wuhan, Tiongkok di Pulau Natuna.
OBSERVASI: Lokasi observasi Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru pulang dari Wuhan, Tiongkok di Pulau Natuna.

SUMUTPOS.CO – Rasa takut warga Natuna terhadap virus Corona menuntun warga untuk eksodus. Mereka meninggalkan rumahnya yang berdekatan dengan lokasi observasi. Bahkan, banyak pula yang meninggalkan Pulau Natuna. Ketakutan terhadap mewabahnya Virus Corona akibat tidak adanya sosialisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

DARI Pulau Natuna, ada dua jalur yang bisa digunakan untuk keluar pulau. Jalur udara yang hanya ada dua kali penerbangan dalam sehari dan kapal yang jadwalnya seminggu sekali. Kapasitas untuk pesawat hanya 170 orang dan 130 orang Untuk penerbangan keluar Natuna kemarin, kedua pesawat sudah terisi penuh.

Untuk jalur laut, Kapal Bukit Raya satu-satunya kapal yang melayani keluar Natuna. Dari data Dinas Perhubungan Natuna, diketahui sebelum adanya WNI dari Wuhan rata-rata jumlah penumpang Kapal Bukit Raya hanya 400 orang per perjalanan.

Namun, penumpang Kapal Bukit Raya Minggu malam (2/2) meningkat menjadi 675 orang. Hari yang sama dimana WNI dari Wuhan tiba di Natuna. “Saya tidak mengetahui kenapa meningkat, mungkin karena kebetulan sekolah libur,” tutur Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Natuna Iskandar DJ.

Eksodus yang dilakukan warga begitu terasa di desa Kota Tua, Penagi. Dari desa itu hanya dengan pandangan mata, atap hanggar yang menjadi lokasi karantina pun terlihat. Jaraknya bila dicek di Google Map hanya 1,4 km. Namun, bila warga Kota Tua Penagi memprediksi jarak lokasi karantina dengan desa mereka tidak lebih dari 1 km.

Ketua RT 1 Kota Tua Penagi Yohanes Suprianto menuturkan, jumlah warga di desa Kota Tua Penagi mencapai 373 jiwa. dari jumlah itu yang tercatat memutuskan eksodus mencapai 81 orang. “Ini yang melapor ke saya ya. Artinya, saat ini hanya tinggal 292 orang,” tuturnya ditemui di rumahnya kemarin.

Dari jumlah itu, kemungkinan akan makin banyak warga yang pindah untuk sementara. Menurutnya, ada tetangganya yang juga berencana untuk pindah sementara. “Tapi, menunggu kapal. Kapal yang Minggu malam rutenya tidak ke pulau tujuannya,” jelasnya.

Sementara Koordinator Warga Penolak Karantina di Natuna, Kiki Firdaus menuturkan bahwa ada banyak warga Natuna yang memang memutuskan eksodus. Salah satunya, tetangganya yang bernama Fadli. “Sebenarnya, Fadli ini ada tugas kedinasan,” ujarnya.

Tapi, karena ada karantina WNI dari Wuhan, maka Fadli memutuskan untuk sekalian membawa istri dan anaknya. “Mereka ke Pulau Serasan, salah satu pulau terdekat di Natuna,” jelasnya kepada Jawa Pos kemarin.

Sebenarnya, ketakutan warga Natuna terhadap proses karantina ini diakibatkan minimnya sosialisasi dari pemerintah pusat. Menurutnya, dirinya baru mengetahui bila Natuna akan digunakan sebagai tempat karantina pada Jumat malam (31/1). “Itu juga dari surat edaran yang dikirim melalui Whatsapp,” ujarnya.

Sama sekali tidak ada penjelasan apapun dari pemerintah. Bagaimana keamanan dari lokasi karantina itu dan jaminan virus corona tidak menyebar juga tak ada. “Kami hanya tau dari surat edaran dan berita,” keluhnya.

Yang lebih menohok, ada pembohongan publik bahwa lokasi karantina disebut jaraknya enam kilometer dari pemukiman. Kiki menuturkan bahwa rumahnya hanya berbatasan hutan bakau dengan lokasi karantina. “Saya sudah cek melalui Google Map, jaraknya hanya 1,5 km dari rumah saya di Pering,” terangnya.

Nasib serupa dialami Yohanes Suprianto. Dia mengatakan, sebagai warga yang bermukim paling dekat dengan lokasi karantina pun tidak mendapatkan informasi apapun dari pemerintah pusat. Baik dari Kementerian Kesehatan atau kementerian lainnya. “Hanya ada dari Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna, yang memberikan selembar kertas cara mencegah Corona menjangkit,” jelasnya.

Kondisi itu yang membuat warga tergerus kepercayaannya terhadap lokasi karantina. Menurutnya, kalau saja pemerintah melakukan sosialisasi beberapa hari sebelumnya. “Empat lima hari sebelumnya, kondisinya pasti berbeda,” tuturnya.

Dia mengatakan, warga di sekitar lokasi karantina memiliki hak untuk mengetahui bagaimana dampak dari karantina terhadap warga. Bagaimana teknis pemerintah mencegah virus corona menjangkiti warga. “Informasi semacam ini sama sekali tidak didapatkan. Kalau kami dapat informasi ini tentunya ketakutan warga berkurang,” ujarnya.

Seakan-akan Kota Tua ini menjadi kota mati karena karantina tersebut. Ketakutan itu begitu terasa bagi warga Desa Kota Tua. Seperti yang dialami keluarga Edi Suroso atau Tedja dan istrinya Biah. Pada hari yang sama dengan kedatangan WNI dari Wuhan, Biah berkemas-kemas untuk pindah. “Dia lapor ke saya sembari menangis histeris,” ujarnya.

Semua warga juga merasakan ketegangan saat itu. Biah saat itu mengaku akan pindah dulu untuk menghindari kemungkinan terjangkit virus Corona. “Itu wajar, karena anaknya yang kecil usia satu tahun, memang sedang sakit-sakitan,” paparnya.

Dia mengatakan, kondisi ekonomi masyarakat juga terpengaruh. Banyak nelayan tidak melaut, warung tutup karena pekerja pelabuhan tidak bekerja. “Warung di desa ini jelas omsetnya menurun drastis,” tuturnya.

Sementara pemilik Warung Makan di Desa Kota Tua, Nuriah, 56, menjelaskan bahwa memang sebelum adanya karantina itu biasanya dalam sehari bisa mendapatkan omset Rp 300 ribu. “Pekerja pelabuhan itu biasanya datang makan di sini,” tuturnya.

Tapi, untuk Senin ini (3/2) Nuriah harus menelan pil pahit. Dalam sehari hanya Rp 10 ribu yang didapatkannya. “Cuma satu botol air mineral yang laku,” keluhnya sembari dengan mata yang memerah.

Dia mengaku sebenarnya juga ingin pindah untuk menghindari berdekatan dengan lokasi karantina. “Tapi mau kemana, tidak ada tempat,” tuturnya. Saat itu pula dia meminta agar pemerintah memberikan kompensasi atas carut marutnya proses karantina WNI Wuhan.

Nuriah menuturkan, kerugian ini siapa yang bertanggungjawab. Kalau ada dari pemerintah tentu sangat diharapkan. “Saya merasa sangat rugi, harusnya ada bantuan,” keluhnya. (idr/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/