25 C
Medan
Monday, June 3, 2024

Gila, Bantuan Masjid Disunat 60 Persen

KPK Kembali Obok-obok Pemprovsu

MEDAN-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memintai keterangan dua pejabat Pemprovsu dari Biro Bina Sosial (Binsos) berinisial HL dan Biro Keuangan berinisial MS. Kedua pejabat ini dimintai keterangannya di Lantai III Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, Jalan Imam Bonjol.

Kehadiran penyidik KPK itu bertujuan melakukan penelusuran dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2009 senilai Rp215,17 miliar. Informasi yang dihimpun wartawan koran ini menyebutkan, dua pejabat tinggi Pemprovsu itu ditanyai sejak Senin (28/1) hingga kemarin, Kamis (3/3).

Wartawan koran ini sebenarnya sejak Senin lalu telah mendengar informasi tersebut. Namun sejumlah narasumber masih belum bersedia memberikan keterangan. Penelusuran yang dilakukan wartawan koran ini di sejumlah tempat di Kantor Gubernur juga tidak membuahkan hasil. Sejak Senin, kedua petinggi Pemprovsu itu memang tak terlihat di kantornya. Sejumlah staf saat ditanya soal keberadaan bosnya hanya menjawab, ”Bapak sedang tugas luar”. Nomor ponsel dua pejabat itu sejak Senin lalu juga tak aktif.

Informasi jelas baru diterima wartawan koran ini kemarin (3/3) dari sejumlah sumber terpercaya. Mereka bersedia memberikan keterangan, namun sebagian menolak menyebutkan identitas karena kasus tersebut masih dalam tahap awal.

”Pokoknya benar. Dua pejabat Pemprovsu berinisial HL dan MS yang dimintai keterangan oleh tim,” kata sumber sembari mewanti-wanti agar namanya tak disebut.

Mendapat informasi tersebut wartawan koran ini meluncur ke Kantor BPK RI Perwakilan Sumut di Jalan Imam Bonjol. Sejumlah pejabat di Kantor BPK membenarkan bahwa saat itu HL dan MS serta sejumlah pejabat lain sedang diperiksa penyidik KPK. Namun wartawan koran ini tidak diperkenankan masuk.

Kepala Sub Bagian Hukum/Humas BPK RI Perwakilan Sumut Mikael Togatorop membenarkan penyidik KPK meminjam ruang rapat BPK di lantai III untuk melakukan pemeriksaan. Saat ditanya lebih jauh, dengan diplomatis, Mikael mengaku tidak mengetahui pemeriksaan atas kasus apa dan siapa pejabat yang diperiksa.

”Mereka (KPK, Red) hanya meminjam ruangan. Apa saja materinya dan siapa saja yang dipanggil, kami tidak tahu. Soalnya hanya penyidik KPK saja yang ada di ruang rapat itu,” sebutnya. Dia menambahkan, pemeriksaan dua pejabat itu sebenarnya dimulai sejak Senin lalu (28/2). Namun bagaimana suasana pemeriksaan dan apa saja materi pemeriksaan, pihaknya tidak mengetahui.

Seorang pegawai BPK RI membeberkan, dua pejabat berinisial HL dan MS selalu bersamaan selama empat terakhir, baik masuk ke ruang pemeriksaan maupun saat meninggalkan ruangan tersebut. ”Tapi saya kenal pejabat itu, informasinya petinggi Pemprovsu. Ciri-cirinya berpeci hitam, badannya agak kecil dan satu lagi tinggi sedikit gemuk,” ucap pegawai BPK RI tersebut.

Humas KPK Johan Budi SP ketika dihubungi via telepon dari Medan mengakui kehadiran tim penyidik KPK di Medan. Namun dia mengaku tidak mengetahui apa saja agendanya. Saat ditanya apakah yang dimintai keterangan pejabat di Biro Binsor dan Biro Keuangan? Johan mengaku tidak mengetahui secara rinci siapa saja yang dimintai keterangan dan apa saja materinya.

Saat disinggung apakah kedatangan KPK itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Syamsul Arifin, atau pengusutan asal uang yang dipulangkan Syamsul ke kas daerah Kabupaten Langkat? Johan Budi hanya menjawab singkat. ”Secara detailnya tidak tahu persis,” ucapnya.

Pelaksana tugas (Plt) Sekda Provsu Rahmatsyah saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui pemeriksaan dua bawahannya. Menurutnya, bila KPK melakukan pemeriksaan sifatnya langsung kepada yang bersangkutan, tanpa  melapor ke atasan pejabat tersebut. Praktik yang dilakukan KPK, lanjutnya, berbeda dengan praktik pengusutan yang dilakukan kepolisian atau kejaksaan.

”Panggilan pemeriksaan KPK itu sifatnya langsung-langsung dan sendiri-sendiri. Jadi kami tidak mengetahuinya,” sebutnya. Begitupun, tambahnya, dia akan mengecek keberadaan kedua pejabat tersebut.
Disinggung banyaknya laporan masyarakat soal potongan bantuan sosial kepada warga masyarakat hingga 60 persen dari nilai bantuan yang dicairkan, Rahmatsyah mengaku tidak mengetahuinya. Saat wartawan koran ini bercerita bahwa dua bulan lalu seorang anggota Fraksi Partai Golkar DPRD SU sempat mengamuk di ruangan Biro Binsos karena bantuan dana yang diterima konstituennya dipotong petugas Binsos, Rahmatsyah mengatakan, akan mengecek kebenarannya.

Dipotong 60 Persen

”Enam puluh, empat puluh ya. Deal? Kalau deal, proposal bisa dicairkan. Oke kan?” Pembicaraan itu masih diingat dengan jelas oleh Bukhairul (33), pembina Yayasan Pendidikan Binayatul Insan, Jalan H Jumri, Telaga Tujuh, Labuhan Deli.

Bukhairul merupakan satu di antara sekian korban mafia proposal bantuan sosial di Biro Bina Sosial (Binsos) Pemprovsu. Pria yang memiliki perhatian terhadap pendidikan keagamaan anak-anak di Labuhan Deli ini sempat dibuat sibuk, bahkan harus berurusan dengan Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Lubuk Pakam di Labuhan Deli.
Meski pihak Cabjari hanya memintai keterangan dan akhirnya meminta bantuannya untuk mengungkap mata rantai mafia proposal tersebut. Kepada wartawan koran ini, kemarin, pria ini pun mengungkapkan bagaimana kejamnya permainan orang-orang yang dianggapnya tak memiliki hati nurani itu.

Bukhairul bercerita, pada tahun 2009 lalu dia dihubungi oleh seseorang yang diketahuinya kader partai tertentu. Lelaki itu menawarkan proposal bantuan pembangunan madrasah kepadanya. Lelaki yang memiliki panggilan Tom tersebut mengaku mengetahui Bukhairul sedang berupaya mewujudkan pembangunan gedung madrasah. Pasalnya, selama ini, sekira 40-an murid Madrasah Binayatul Insan belajar di gubuk sederhana berdinding tepas. Proses belajar mengajarpun dilakukan di atas selembar tikar.

Mendapat tawaran seperti itu, Bukhairul pun bersemangat. Apalagi, Tom yang mengaku punya jaringan di Kantor Gubernur memberikan contoh proposal yang harus ditiru. Setelah beberapa minggu, Tom langsung menjemput proposal tersebut. ”Harus segera dikasih ke panitia anggaran (panggar),” ujarnya menirukan ucapan Tom.
Setelah menunggu beberapa bulan akhirnya harapan untuk membangun madrasah yang layakpun muncul. Pada pertengahan Februari 2010 yang lalu, Bukhairul menerima selembar surat dari Biro Binsos Pemprovsu yang menyatakan, Pemprovsu bakal memberikan dana hibah sebesar Rp100 juta. Surat pemberitahuan itu bukan yang asli, tapi fotokopian. Tom yang mengantarkan surat pemberitahuan tersebut kepada Bukhairul.

Sesuai arahan Tom, Bukhairul mempersiapkan segala persyaratan administrasi, termasuk membuka rekening di Bank Sumut, untuk transfer dana yang dicairkan. Namun setelah enam bulan diurus, dan Bukhairul harus puluhan kali bolak-balik Labuhan Deli-Kantor Gubernur, bantuan sebesar Rp100 juta itu tak bisa dicairkan juga.

Petugas administrasi di Biro Keuangan mengaku tak bisa mencairkan bantuan dana hibah tersebut, jika surat pemberitahuan pencairan bantuan yang asli tidak ada. Sementara menurut Bukhairul, surat pemberitahuan yang asli dipegang ’atasan’ Tom. Atasan Tom sendiri sebagaimana pengakuan Tom adalah seorang pejabat di Kantor Gubsu. Siapa atasan Tom, Bukhairul tidak pernah memberitahukannya. ”Surat yang asli sama bos saya. Surat itu bisa kami serahkan kalau permintaan kami, enam puluh-empat puluh ya. Deal? Kalau deal, proposal bisa dicairkan. Oke kan?” ujar Tom sebagaimana ditirukan Bukhairul.

Bukhairul tetap menolak kesepakatan yang ditawarkan Tom. Pasalnya, sangat tidak masuk akal dan sangat tidak manusiawi. Dana sebesar Rp100 juta bakal ditransfer ke rekening Yayasan Binayatul Insani, namun wajib dipotong 60 persen atau sebesar Rp60 juta untuk Tom dan atasannya. ”Berkali-kali mereka meminta saya menerima kesepakatan itu. Tapi saya tetap menolaknya,” ujarnya.

Buntu, Bukhairul kemudian memakai cara lain. Dia bermaksud meminta bantuan Wagubsu, Gatot Pudjonugroho, sekira bulan September lalu. Melalui SMS, Gatot sempat menjadi curahan hati Bukhairul. ”Hubungi staf saya,” demikian SMS balasan Gatot. Namun saat Bukhairul menemui stafnya, jawaban yang didapat tak memuaskan. ”Bapak (Gatot, Red) lagi di luar, tak ada di ruangan,” ujar staf tersebut.

Tak menyerah sampai di situ, masih di bulan September 2010, Bukhairul mengadukan persoalan tersebut kepada Gubsu, Syamsul Arifin, melalui SMS. Gayung bersambut, tak lama setelah di SMS, Syamsul balik menghubungi via telepon. ”Besok, Jumat pagi datang ke rumah saya di STM (Jalan Suka Darma kawasan Jalan STM, Red), bawa semua berkas. Tak ada itu potong-potongan. Siapa pejabat yang terlibat akan saya tindak,” katanya.

Sesuai arahan Gubsu, Jumat pagi keesokan harinya, Bukhairul datang ke rumah Syamsul di Jalan Suka Darma No 12, Suka Maju, Medan Johor. ”Saya datang selepas subuh dengan kondisi hujan rintik. Namun sampai pukul 09.00 WIB, ajudannya tak memperkenankan saya masuk,” ujarnya.

Pasrah dengan kondisi itu, Bukhairul membiarkan dana bantuan itu begitu saja. Giliran Tom yang kelabakan. Dia dan beberapa rekannya, bolak-balik dari Medan ke Labuhan Deli, memohon agar Bukhairul mau menerima kesepakatan bagi-bagi tersebut. Namun Bukhairul tetap dalam pendiriannya. ”Mereka (Tom dan kawan-kawan, Red) sempat nego, mereka menurunkan jadi 50-50, hingga 40-60. Namun saya tetap menolak,” katanya.

Ternyata persoalan tidak selesai sampai di situ. Sekira tanggal 11 Februari 2011 datang surat panggilan dari Cabjari Lubuk Pakam di Labuhan Deli. Isinya, pada tanggal 16 Februari 2011, Bukhairul diminta datang ke Kantor Cabjari untuk dimintai keterangan terkait bantuan dana hibah dari Biro Binsos Pemprovsu. Bukhairul pun dimintai keterangan dan menjelaskan semuanya, dari A hingga Z. Dia juga menunjukkan rekening koran Bank Sumut kepada pihak Cabjari yang membuktikan, dana bantuan tersebut tidak pernah ditransfer ke rekening yayasan.

Kacabjari Lubuk Pakam di Labuhan Deli Muhammad Hamdan SH saat dihubungi kemarin sore (3/3), mengaui pihaknya sedang melakukan pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan (Puldata-Pulbaket, Red) kasus tersebut. ”Kamis memang sedang puldata-pulbaket dugaan korupsi bantuan sosial tersebut,” katanya.

Hamdan mengatakan, di wilayah hukumnya pada tahun 2009 dan 2010 banyak masjid dan madrasah yang menjadi korban permainan mafia proposal di Biro Binsos Pemprovsu. Dia menyebutkan, sebagian ada yang telah mencairkan dan dipotong, sebagian lagi tidak dicairkan karena tidak bersedia dipotong. Dia juga mengakui jaringan mafia proposal ini sangat rapi dan profesional. ”Ini uang masjid, uang madrasah, masak dipotong seperti itu. Pelakunya harus dijerat. Kasihan pengurus masjid dan madrasah, mereka jadi korban,” tegasnya. (ril/her)

Rp215,17 M Dana Bansos Bermasalah

Pemeriksaan pejabat tinggi di Pemprovsu berinisial HL dan MS oleh penyidik KPK belum menjadi pembicaraan hangat. Meski pemeriksaan telah dilakukan sejak Senin (28/2) namun hingga Kamis (3/3) kemarin, hanya sebagian kecil pejabat di Pemprovsu yang mengetahuinya. Pemeriksaan ini merupakan pengusutan kedua setelah penggeledahan Kantor Gubsu dan penyitaan sejumlah dokumen yang dilakukan tim KPK pada 30 Juni 2010.

Sumber terpercaya koran ini di Kantor Gubernur menyebutkan, KPK memang melakukan penelusuran terhadap dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) tahun 2009 sebesar Rp215,17 miliar, Kamis (3/3). ”Masih ditelusuri ya, kan belum tentu bersalah. Pemeriksaannya tidak dilakukan di kantor gubernur, tapi di tempat lain,” kata sumber tersebut.

Sumber itu mengatakan, sepengetahuannya anggaran bansos 2009 memang telah menjadi temuan BPK. Namun dari anggaran ratusan miliar tersebut hanya Rp10,7 miliar yang tak dapat dipertanggungjawabkan. ”Itu informasi yang saya terima. Yang diperiksa itu kawan-kawan saya, janganlah sampai terjadi yang tidak diinginkan. Mereka diperiksa karena ada perintah dari atasan,” kata sumber tersebut.

Berdasarkan catatan koran ini, pertama kali KPK melakukan penelusuran kasus ini pada 30 Juni 2010. Saat itu tim KPK mengobok-obok Kantor Gubsu. Mereka tidak ada melakukan pemeriksaan terhadap pejabat Pemprovsu, tapi hanya mengangkut sejumlah dokumen penting. Meski saat itu Gubsu Syamsul Arifin membantahnya, namun pada saat yang bersamaan Humas KPK Johan Budi membenarkan.

Saat itu tim KPK berjumlah lebih dari empat orang itu melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah dokumen penting di Biro Keuangan dan Biro Bina Sosial (Binsos) sejak pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Saat keluar dari Kantor Gubsu, tim KPK membawa sejumlah barang, antara lain satu koper besar warna hitam dan beberapa CPU komputer, tak jelas berapa jumlahnya.

Namun sejumlah PNS di Kantor Gubernur saat itu, mengatakan koper besar warna hitam yang dibawa KPK berisi ratusan proposal dari Biro Binsos. Sedangkan beberapa CPU komputer berasal dari Biro Keuangan. Sejumlah PNS Kantor Gubernur saat itu menduga, KPK melakukan penyitaan terhadap dokumen pencairan proposal bodong yang berlangsung sejak tahun 2008 hingga tahun 2009.

Sebenarnya kasus dugaan korupsi dana bansos tahun 2009 telah diusut lebih dahulu oleh Kejatisu. Namun di tengah jalan KPK ikut melakukan pengusutan. Berdasarkan catatan koran ini, pada 1 Juli 2010 Kasipenkum Kejatisu Edi Irsan Tarigan mengatakan, pihaknya masih mengusut kasus dugaan korupsi tersebut. Menurutnya, penyelidikan tidak akan dihentikan meski ada kabar KPK turut melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.

”Kami terus selidiki. Sekarang kami menunggu, bila KPK hendak melakukan supervisi kasus ini,” katanya saat itu. Edi menyebutkan, walau pihaknya belum menerima supervisi dari KPK, upaya pengusutan dugaan korupsi tersebut terus dilakukan.

Kepala Kejatisu Sution Usman Adji pada 2 Juni 2010 mengatakan hal yang sama. Menurutnya, penyelidikan dilakukan berkat laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Menurutnya, dari anggaran sebesar Rp215,17 miliar, sebesar Rp10,7 miliar yang terbagi dalam 13 item, tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya. ”Kami sudah terima laporan dari BPK RI terkait hasil auditnya untuk Pemprovsu, dan sekarang sudah saya suruh teliti,” kata Sution usai kegiatan terima jabatan sejumlah Kepala Kejaksaan Negeri di Kantor Kejatisu.

Dia mengatakan, sejauh ini pihaknya belum memberikan penjelasan lengkap terkait adanya penyimpangan pada laporan BPK tersebut. Tapi, pada laporan BPK disebutkan, ada 13 bagian yang dianggap menyimpang. ”Kira-kira ada 13 item, dan sudah saya minta kepada Aspidsus dan Asintel dipilah-pilah mana yang kira-kira bisa diteruskan,” ucapnya.

Wartawan koran ini sejak petang kemarin (3/3) berusaha mengkonfirmasi ulang pengusutan kasus itu kepada Kasipenkum Kejatisu Edi Irsan Tarigan. Apakah Kejatisu berkerjasama dengan KPK, atau kasus itu telah sepenuhnya diusut KPK? Namun pertanyaan itu belum terjawab. Wartawan koran ini sejak sore hingga petang kemarin, tidak berhasil menemuinya. Telepon dan SMS hingga larut malam tak dibalas. (her/rud)

Penelusuran Dana Bansos

30 Juni 2010
– KPK mengobok-obok Kantor Gubsu, mengangkut sejumlah dokumen penting. Gubsu Syamsul Arifin membantahnya, namun Humas KPK Johan Budi membenarkannya.

1 Juli 2010
Kasipenkum Kejatisu Edi Irsan Tarigan mengatakan, KPK turut membantu pihaknya mengusut kasus dugaan korupsi dana bansos

2 Juni 2010
Kajatisu Sution Usman Adji mengatakan, dari anggaran sebesar Rp215,17 miliar dana bansos, Rp10,7 miliar yang terbagi dalam 13 item, tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.

3 Maret 2011
Penyidik KPK memintai keterangan pejabat Binsos (HK) dan Biro Keuangan (HL) Pemprovsu

KPK Kembali Obok-obok Pemprovsu

MEDAN-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memintai keterangan dua pejabat Pemprovsu dari Biro Bina Sosial (Binsos) berinisial HL dan Biro Keuangan berinisial MS. Kedua pejabat ini dimintai keterangannya di Lantai III Kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut, Jalan Imam Bonjol.

Kehadiran penyidik KPK itu bertujuan melakukan penelusuran dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2009 senilai Rp215,17 miliar. Informasi yang dihimpun wartawan koran ini menyebutkan, dua pejabat tinggi Pemprovsu itu ditanyai sejak Senin (28/1) hingga kemarin, Kamis (3/3).

Wartawan koran ini sebenarnya sejak Senin lalu telah mendengar informasi tersebut. Namun sejumlah narasumber masih belum bersedia memberikan keterangan. Penelusuran yang dilakukan wartawan koran ini di sejumlah tempat di Kantor Gubernur juga tidak membuahkan hasil. Sejak Senin, kedua petinggi Pemprovsu itu memang tak terlihat di kantornya. Sejumlah staf saat ditanya soal keberadaan bosnya hanya menjawab, ”Bapak sedang tugas luar”. Nomor ponsel dua pejabat itu sejak Senin lalu juga tak aktif.

Informasi jelas baru diterima wartawan koran ini kemarin (3/3) dari sejumlah sumber terpercaya. Mereka bersedia memberikan keterangan, namun sebagian menolak menyebutkan identitas karena kasus tersebut masih dalam tahap awal.

”Pokoknya benar. Dua pejabat Pemprovsu berinisial HL dan MS yang dimintai keterangan oleh tim,” kata sumber sembari mewanti-wanti agar namanya tak disebut.

Mendapat informasi tersebut wartawan koran ini meluncur ke Kantor BPK RI Perwakilan Sumut di Jalan Imam Bonjol. Sejumlah pejabat di Kantor BPK membenarkan bahwa saat itu HL dan MS serta sejumlah pejabat lain sedang diperiksa penyidik KPK. Namun wartawan koran ini tidak diperkenankan masuk.

Kepala Sub Bagian Hukum/Humas BPK RI Perwakilan Sumut Mikael Togatorop membenarkan penyidik KPK meminjam ruang rapat BPK di lantai III untuk melakukan pemeriksaan. Saat ditanya lebih jauh, dengan diplomatis, Mikael mengaku tidak mengetahui pemeriksaan atas kasus apa dan siapa pejabat yang diperiksa.

”Mereka (KPK, Red) hanya meminjam ruangan. Apa saja materinya dan siapa saja yang dipanggil, kami tidak tahu. Soalnya hanya penyidik KPK saja yang ada di ruang rapat itu,” sebutnya. Dia menambahkan, pemeriksaan dua pejabat itu sebenarnya dimulai sejak Senin lalu (28/2). Namun bagaimana suasana pemeriksaan dan apa saja materi pemeriksaan, pihaknya tidak mengetahui.

Seorang pegawai BPK RI membeberkan, dua pejabat berinisial HL dan MS selalu bersamaan selama empat terakhir, baik masuk ke ruang pemeriksaan maupun saat meninggalkan ruangan tersebut. ”Tapi saya kenal pejabat itu, informasinya petinggi Pemprovsu. Ciri-cirinya berpeci hitam, badannya agak kecil dan satu lagi tinggi sedikit gemuk,” ucap pegawai BPK RI tersebut.

Humas KPK Johan Budi SP ketika dihubungi via telepon dari Medan mengakui kehadiran tim penyidik KPK di Medan. Namun dia mengaku tidak mengetahui apa saja agendanya. Saat ditanya apakah yang dimintai keterangan pejabat di Biro Binsor dan Biro Keuangan? Johan mengaku tidak mengetahui secara rinci siapa saja yang dimintai keterangan dan apa saja materinya.

Saat disinggung apakah kedatangan KPK itu berkaitan dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Syamsul Arifin, atau pengusutan asal uang yang dipulangkan Syamsul ke kas daerah Kabupaten Langkat? Johan Budi hanya menjawab singkat. ”Secara detailnya tidak tahu persis,” ucapnya.

Pelaksana tugas (Plt) Sekda Provsu Rahmatsyah saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui pemeriksaan dua bawahannya. Menurutnya, bila KPK melakukan pemeriksaan sifatnya langsung kepada yang bersangkutan, tanpa  melapor ke atasan pejabat tersebut. Praktik yang dilakukan KPK, lanjutnya, berbeda dengan praktik pengusutan yang dilakukan kepolisian atau kejaksaan.

”Panggilan pemeriksaan KPK itu sifatnya langsung-langsung dan sendiri-sendiri. Jadi kami tidak mengetahuinya,” sebutnya. Begitupun, tambahnya, dia akan mengecek keberadaan kedua pejabat tersebut.
Disinggung banyaknya laporan masyarakat soal potongan bantuan sosial kepada warga masyarakat hingga 60 persen dari nilai bantuan yang dicairkan, Rahmatsyah mengaku tidak mengetahuinya. Saat wartawan koran ini bercerita bahwa dua bulan lalu seorang anggota Fraksi Partai Golkar DPRD SU sempat mengamuk di ruangan Biro Binsos karena bantuan dana yang diterima konstituennya dipotong petugas Binsos, Rahmatsyah mengatakan, akan mengecek kebenarannya.

Dipotong 60 Persen

”Enam puluh, empat puluh ya. Deal? Kalau deal, proposal bisa dicairkan. Oke kan?” Pembicaraan itu masih diingat dengan jelas oleh Bukhairul (33), pembina Yayasan Pendidikan Binayatul Insan, Jalan H Jumri, Telaga Tujuh, Labuhan Deli.

Bukhairul merupakan satu di antara sekian korban mafia proposal bantuan sosial di Biro Bina Sosial (Binsos) Pemprovsu. Pria yang memiliki perhatian terhadap pendidikan keagamaan anak-anak di Labuhan Deli ini sempat dibuat sibuk, bahkan harus berurusan dengan Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Lubuk Pakam di Labuhan Deli.
Meski pihak Cabjari hanya memintai keterangan dan akhirnya meminta bantuannya untuk mengungkap mata rantai mafia proposal tersebut. Kepada wartawan koran ini, kemarin, pria ini pun mengungkapkan bagaimana kejamnya permainan orang-orang yang dianggapnya tak memiliki hati nurani itu.

Bukhairul bercerita, pada tahun 2009 lalu dia dihubungi oleh seseorang yang diketahuinya kader partai tertentu. Lelaki itu menawarkan proposal bantuan pembangunan madrasah kepadanya. Lelaki yang memiliki panggilan Tom tersebut mengaku mengetahui Bukhairul sedang berupaya mewujudkan pembangunan gedung madrasah. Pasalnya, selama ini, sekira 40-an murid Madrasah Binayatul Insan belajar di gubuk sederhana berdinding tepas. Proses belajar mengajarpun dilakukan di atas selembar tikar.

Mendapat tawaran seperti itu, Bukhairul pun bersemangat. Apalagi, Tom yang mengaku punya jaringan di Kantor Gubernur memberikan contoh proposal yang harus ditiru. Setelah beberapa minggu, Tom langsung menjemput proposal tersebut. ”Harus segera dikasih ke panitia anggaran (panggar),” ujarnya menirukan ucapan Tom.
Setelah menunggu beberapa bulan akhirnya harapan untuk membangun madrasah yang layakpun muncul. Pada pertengahan Februari 2010 yang lalu, Bukhairul menerima selembar surat dari Biro Binsos Pemprovsu yang menyatakan, Pemprovsu bakal memberikan dana hibah sebesar Rp100 juta. Surat pemberitahuan itu bukan yang asli, tapi fotokopian. Tom yang mengantarkan surat pemberitahuan tersebut kepada Bukhairul.

Sesuai arahan Tom, Bukhairul mempersiapkan segala persyaratan administrasi, termasuk membuka rekening di Bank Sumut, untuk transfer dana yang dicairkan. Namun setelah enam bulan diurus, dan Bukhairul harus puluhan kali bolak-balik Labuhan Deli-Kantor Gubernur, bantuan sebesar Rp100 juta itu tak bisa dicairkan juga.

Petugas administrasi di Biro Keuangan mengaku tak bisa mencairkan bantuan dana hibah tersebut, jika surat pemberitahuan pencairan bantuan yang asli tidak ada. Sementara menurut Bukhairul, surat pemberitahuan yang asli dipegang ’atasan’ Tom. Atasan Tom sendiri sebagaimana pengakuan Tom adalah seorang pejabat di Kantor Gubsu. Siapa atasan Tom, Bukhairul tidak pernah memberitahukannya. ”Surat yang asli sama bos saya. Surat itu bisa kami serahkan kalau permintaan kami, enam puluh-empat puluh ya. Deal? Kalau deal, proposal bisa dicairkan. Oke kan?” ujar Tom sebagaimana ditirukan Bukhairul.

Bukhairul tetap menolak kesepakatan yang ditawarkan Tom. Pasalnya, sangat tidak masuk akal dan sangat tidak manusiawi. Dana sebesar Rp100 juta bakal ditransfer ke rekening Yayasan Binayatul Insani, namun wajib dipotong 60 persen atau sebesar Rp60 juta untuk Tom dan atasannya. ”Berkali-kali mereka meminta saya menerima kesepakatan itu. Tapi saya tetap menolaknya,” ujarnya.

Buntu, Bukhairul kemudian memakai cara lain. Dia bermaksud meminta bantuan Wagubsu, Gatot Pudjonugroho, sekira bulan September lalu. Melalui SMS, Gatot sempat menjadi curahan hati Bukhairul. ”Hubungi staf saya,” demikian SMS balasan Gatot. Namun saat Bukhairul menemui stafnya, jawaban yang didapat tak memuaskan. ”Bapak (Gatot, Red) lagi di luar, tak ada di ruangan,” ujar staf tersebut.

Tak menyerah sampai di situ, masih di bulan September 2010, Bukhairul mengadukan persoalan tersebut kepada Gubsu, Syamsul Arifin, melalui SMS. Gayung bersambut, tak lama setelah di SMS, Syamsul balik menghubungi via telepon. ”Besok, Jumat pagi datang ke rumah saya di STM (Jalan Suka Darma kawasan Jalan STM, Red), bawa semua berkas. Tak ada itu potong-potongan. Siapa pejabat yang terlibat akan saya tindak,” katanya.

Sesuai arahan Gubsu, Jumat pagi keesokan harinya, Bukhairul datang ke rumah Syamsul di Jalan Suka Darma No 12, Suka Maju, Medan Johor. ”Saya datang selepas subuh dengan kondisi hujan rintik. Namun sampai pukul 09.00 WIB, ajudannya tak memperkenankan saya masuk,” ujarnya.

Pasrah dengan kondisi itu, Bukhairul membiarkan dana bantuan itu begitu saja. Giliran Tom yang kelabakan. Dia dan beberapa rekannya, bolak-balik dari Medan ke Labuhan Deli, memohon agar Bukhairul mau menerima kesepakatan bagi-bagi tersebut. Namun Bukhairul tetap dalam pendiriannya. ”Mereka (Tom dan kawan-kawan, Red) sempat nego, mereka menurunkan jadi 50-50, hingga 40-60. Namun saya tetap menolak,” katanya.

Ternyata persoalan tidak selesai sampai di situ. Sekira tanggal 11 Februari 2011 datang surat panggilan dari Cabjari Lubuk Pakam di Labuhan Deli. Isinya, pada tanggal 16 Februari 2011, Bukhairul diminta datang ke Kantor Cabjari untuk dimintai keterangan terkait bantuan dana hibah dari Biro Binsos Pemprovsu. Bukhairul pun dimintai keterangan dan menjelaskan semuanya, dari A hingga Z. Dia juga menunjukkan rekening koran Bank Sumut kepada pihak Cabjari yang membuktikan, dana bantuan tersebut tidak pernah ditransfer ke rekening yayasan.

Kacabjari Lubuk Pakam di Labuhan Deli Muhammad Hamdan SH saat dihubungi kemarin sore (3/3), mengaui pihaknya sedang melakukan pengumpulan data dan pengumpulan bahan keterangan (Puldata-Pulbaket, Red) kasus tersebut. ”Kamis memang sedang puldata-pulbaket dugaan korupsi bantuan sosial tersebut,” katanya.

Hamdan mengatakan, di wilayah hukumnya pada tahun 2009 dan 2010 banyak masjid dan madrasah yang menjadi korban permainan mafia proposal di Biro Binsos Pemprovsu. Dia menyebutkan, sebagian ada yang telah mencairkan dan dipotong, sebagian lagi tidak dicairkan karena tidak bersedia dipotong. Dia juga mengakui jaringan mafia proposal ini sangat rapi dan profesional. ”Ini uang masjid, uang madrasah, masak dipotong seperti itu. Pelakunya harus dijerat. Kasihan pengurus masjid dan madrasah, mereka jadi korban,” tegasnya. (ril/her)

Rp215,17 M Dana Bansos Bermasalah

Pemeriksaan pejabat tinggi di Pemprovsu berinisial HL dan MS oleh penyidik KPK belum menjadi pembicaraan hangat. Meski pemeriksaan telah dilakukan sejak Senin (28/2) namun hingga Kamis (3/3) kemarin, hanya sebagian kecil pejabat di Pemprovsu yang mengetahuinya. Pemeriksaan ini merupakan pengusutan kedua setelah penggeledahan Kantor Gubsu dan penyitaan sejumlah dokumen yang dilakukan tim KPK pada 30 Juni 2010.

Sumber terpercaya koran ini di Kantor Gubernur menyebutkan, KPK memang melakukan penelusuran terhadap dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) tahun 2009 sebesar Rp215,17 miliar, Kamis (3/3). ”Masih ditelusuri ya, kan belum tentu bersalah. Pemeriksaannya tidak dilakukan di kantor gubernur, tapi di tempat lain,” kata sumber tersebut.

Sumber itu mengatakan, sepengetahuannya anggaran bansos 2009 memang telah menjadi temuan BPK. Namun dari anggaran ratusan miliar tersebut hanya Rp10,7 miliar yang tak dapat dipertanggungjawabkan. ”Itu informasi yang saya terima. Yang diperiksa itu kawan-kawan saya, janganlah sampai terjadi yang tidak diinginkan. Mereka diperiksa karena ada perintah dari atasan,” kata sumber tersebut.

Berdasarkan catatan koran ini, pertama kali KPK melakukan penelusuran kasus ini pada 30 Juni 2010. Saat itu tim KPK mengobok-obok Kantor Gubsu. Mereka tidak ada melakukan pemeriksaan terhadap pejabat Pemprovsu, tapi hanya mengangkut sejumlah dokumen penting. Meski saat itu Gubsu Syamsul Arifin membantahnya, namun pada saat yang bersamaan Humas KPK Johan Budi membenarkan.

Saat itu tim KPK berjumlah lebih dari empat orang itu melakukan penggeledahan dan penyitaan sejumlah dokumen penting di Biro Keuangan dan Biro Bina Sosial (Binsos) sejak pukul 13.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Saat keluar dari Kantor Gubsu, tim KPK membawa sejumlah barang, antara lain satu koper besar warna hitam dan beberapa CPU komputer, tak jelas berapa jumlahnya.

Namun sejumlah PNS di Kantor Gubernur saat itu, mengatakan koper besar warna hitam yang dibawa KPK berisi ratusan proposal dari Biro Binsos. Sedangkan beberapa CPU komputer berasal dari Biro Keuangan. Sejumlah PNS Kantor Gubernur saat itu menduga, KPK melakukan penyitaan terhadap dokumen pencairan proposal bodong yang berlangsung sejak tahun 2008 hingga tahun 2009.

Sebenarnya kasus dugaan korupsi dana bansos tahun 2009 telah diusut lebih dahulu oleh Kejatisu. Namun di tengah jalan KPK ikut melakukan pengusutan. Berdasarkan catatan koran ini, pada 1 Juli 2010 Kasipenkum Kejatisu Edi Irsan Tarigan mengatakan, pihaknya masih mengusut kasus dugaan korupsi tersebut. Menurutnya, penyelidikan tidak akan dihentikan meski ada kabar KPK turut melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.

”Kami terus selidiki. Sekarang kami menunggu, bila KPK hendak melakukan supervisi kasus ini,” katanya saat itu. Edi menyebutkan, walau pihaknya belum menerima supervisi dari KPK, upaya pengusutan dugaan korupsi tersebut terus dilakukan.

Kepala Kejatisu Sution Usman Adji pada 2 Juni 2010 mengatakan hal yang sama. Menurutnya, penyelidikan dilakukan berkat laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Menurutnya, dari anggaran sebesar Rp215,17 miliar, sebesar Rp10,7 miliar yang terbagi dalam 13 item, tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya. ”Kami sudah terima laporan dari BPK RI terkait hasil auditnya untuk Pemprovsu, dan sekarang sudah saya suruh teliti,” kata Sution usai kegiatan terima jabatan sejumlah Kepala Kejaksaan Negeri di Kantor Kejatisu.

Dia mengatakan, sejauh ini pihaknya belum memberikan penjelasan lengkap terkait adanya penyimpangan pada laporan BPK tersebut. Tapi, pada laporan BPK disebutkan, ada 13 bagian yang dianggap menyimpang. ”Kira-kira ada 13 item, dan sudah saya minta kepada Aspidsus dan Asintel dipilah-pilah mana yang kira-kira bisa diteruskan,” ucapnya.

Wartawan koran ini sejak petang kemarin (3/3) berusaha mengkonfirmasi ulang pengusutan kasus itu kepada Kasipenkum Kejatisu Edi Irsan Tarigan. Apakah Kejatisu berkerjasama dengan KPK, atau kasus itu telah sepenuhnya diusut KPK? Namun pertanyaan itu belum terjawab. Wartawan koran ini sejak sore hingga petang kemarin, tidak berhasil menemuinya. Telepon dan SMS hingga larut malam tak dibalas. (her/rud)

Penelusuran Dana Bansos

30 Juni 2010
– KPK mengobok-obok Kantor Gubsu, mengangkut sejumlah dokumen penting. Gubsu Syamsul Arifin membantahnya, namun Humas KPK Johan Budi membenarkannya.

1 Juli 2010
Kasipenkum Kejatisu Edi Irsan Tarigan mengatakan, KPK turut membantu pihaknya mengusut kasus dugaan korupsi dana bansos

2 Juni 2010
Kajatisu Sution Usman Adji mengatakan, dari anggaran sebesar Rp215,17 miliar dana bansos, Rp10,7 miliar yang terbagi dalam 13 item, tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.

3 Maret 2011
Penyidik KPK memintai keterangan pejabat Binsos (HK) dan Biro Keuangan (HL) Pemprovsu

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/