MEDAN- Pasca batalnya pelantikan Gubsu Gatot Pujo Nugroho menjadi gubernur definitive oleh Mendagri Gamawan Fauzi di Jakarta, diduga Sekwan DPRD Sumut dan Ketua DPRD Sumut saat ini sedang dibawah ancaman. Hal ini diperkirakan sengaja dilakukan oknum-oknum tertentu menjelang Pilgubsu, 7 Maret mendatang.
Sesuai penuturan Sekwan DPRD Sumut Randiman Tarigan kepada wartawan dirinya sempat berkoordinasi dengan Plh Gubsu yang juga Sekda Sumut, Nurdin Lubis terkait surat penundaan yang diminta Ketua DPRD Sumut kepadanya. Saat ditanyakan prihal tersebut, Sekda Sumut, Nurdin Lubis menyatakan, secara Undang-undang No. 32/2004 kedudukan Sekwan diatur dengan jelas. Secara operasional bertanggung jawab dan berada di bawah pimpinan DPRD Sumut.
“Saya tidak pernah berbicara dengan Sekwan tentang surat tersebut,” kata Randiman Tarigan kepada Sumut Pos, Minggu (3/3).
Pengamat Politik dan Pemerintahan, Ahmad Taufan Damanik menyatakan, ada sebuah alasan penundaan pelantikan yang belum bisa dijawab sampai saat ini. Pasalnya Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun selaku orang yang menandatangani surat pembatalan belum memberikan keterangan apapun kepada media massa maupun ke publik.
Dia menilai, selama ini Saleh Bangun tidak pernah mengambil keputusan di luar prosedural. Tapi, lewat pembubuhan penandatanganan pada surat untuk penundaan pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubsu definitif merupakan sebuah pelanggaran atas tata tertib DPRD Sumut, undang-undang, peraturan pemerintah dan Kepres tentang pengangkatan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubsu definitif.
“Keputusan yang diambil Pak Saleh Bangun secara sepihak sebenarnya diluar kebiasaannya, kalau dilihat dari posisinya, pada 27 Februari 2013 malam Pak Saleh Bangun sendiri sudah di Jakarta dan bersedia memimpin sidang paripurna pelantikan, tapi kenyataannya pada 28 Februari 2013 beberapa jam sebelum pelantikan, Saleh Bangun menandatangani surat penundaan pelantikan,” paparnya.
Dari kronologis tersebut, paparnya ada sebuah keanehan dalam pengambilan keputusan. Bila diruntut dari kronologis kejadian, ada sesuatu hal yang tak sewajarnya. Dibuktikan dengan keputusan Bamus DPRD Sumut sudah disetujuinya untuk jadwal pelantikan dan tempatnya, kemudian surat undangan yang ditandatangani Ketua DPRD Sumut juga sudah disebar ke 33 Kabupaten/Kota di Sumut.
“Saya milihat ada invisible hand dalam kaitan Pilgubsu, ini sangat memungkinkan, sehingga Pak Saleh Bangun dan Sekwam DPRD Sumut berani mengambil resiko,” katanya.
Dosen Fakultas Fisipol USU itu menyebutkan, bila ada yang menyebutkan akan ada gerakan mosi tidak percaya kepada Saleh Bangun. Justru sebaiknya jangan diberikan, karena Saleh Bangun itu dalam posisi terpaksa melakukannya karena ada tekanan-tekanan dari luar.
“Saya yakin, pak Saleh Bangun tak menginginkan menandatangani surat penundaan itu, tapi karena dipaksa makanya berani. Saya kasihan lihat pak Saleh Bangun,” sebutnya. (ril)