Dari Perbincangan Warung Kopi Soal Pilgubsu
Masyarakat Sumut terkesan antipati dengan calon-calon Gubernur Sumatera Utara (Cagubsu), yang akan bertarung pada putaran Pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) 2013 mendatang.
Bahkan, bukan tidak mungkin masyarakat Sumut akan menjatuhkan pilihan tidak memberikan suara alias Golongan Putih (Golput) atau abstain pada pesta rakyat Sumut lima tahunan tersebut.
Secuplik perbincangan kecil, di sebuah warung kopi (warkop) yang berada tepat di samping Kantor DPD P Demokrat Sumut, Jalan Multatuli, Medan, Jumat (1/6), dengan Minok Pandiangan, seorang ibu warga setempat.
“Semuanya sama saja. Ganti gubernur pun tidak ada perubahan. Saya nanti tidak memilih. Apa itu namanya kalau tidak memilih? Golput ya?” ucap perempuan berjilbab tersebut membuka pembicaraan.
Saat disebutkan satu per satu nama tokoh, yang akan bertarung menjadi kandidat cagubsu seperti Gus Irawan, Gatot Pujo Nugroho, Sutan Bhatoegana, dan beberapa nama lainnya, perempuan yang mengaku tengah bertandang ke rumah orangtuanya, tepat di samping warkop tersebut, juga tidak tertarik.
“Tidak ada. Apalagi Sutan Bhatoegana. Dulu tak dipakainya (Sutan, Red) marganya yang Siregar itu. Sekarang dipakainya. Karena mau jadi calon itu. Nggak boleh seperti itu. Harusnya marga di mana pun kita, harus dipakai. Bagaimana nanti kalau sudah jadi gubernur, kalau sekarang saja sudah menutup-nutupi marganya,” cetusnya lagi.
Mendengar itu, salah seorang anggota tim sembilan PD Sumut, Borkat Hasibuan yang kebetulan tengah ikut dalam perbincangan itu, langsung mempertanyakan hal itu.
“Kenapa seperti itu Bu?” tanya Borkat kepada Minok Pandyangan.
Minok sepertinya teguh pada ucapan atau pendiriannya, jika dia tidak tertarik untuk memberikan suaranya kepada salah satu calon.
“Tetap saja, saya abstain,” tukasnya.
Mendengar itu, Borkat seolah berusaha membela diri dengan menyatakan, jika dirinya tidak akan menutup-nutupi keberadaan dan identitasnya.
“Kalau saya tidak seperti itu Bu. Ini baju Demokrat. Nama saya Borkat Hasibuan. Nanti dibalik saja namanya jadi Hasibuan Borkat,” katanya sembari menunjukkan namanya yang tertulis di baju Demokrat warna biru yang dipakainya.
Tak lama, Minok Pandiangan pergi meninggalkan warkop itu, bersama gadis muda yang memanggilnya ibu. (ari)