26.7 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Kami Terus Berjuang

Sengketa tanah di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, hingga kini belum juga membuahkan penyelesaian. Pihak TNI AU mengklaim, area tersebut merupakan milik TNI AU. Sementara, warga Sari Rejo juga mengaku tanah tersebut adalah milik mereka. Dan hal itu bukan tanpa bukti. Warga memiliki alas hak, yang menandakan itu milik mereka, yakni adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan warga.
Bagaimana kelanjutan persoalan tersebut? Berikut petikan wawancara wartawan Harian Sumut Pos Ari Sisworo dengan Ketua Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas) dengan Riwayat Pakpahan, Minggu (3/7).

Bagaimana perkembangan penyelesaian sengketa tanah Sari Rejo?
Sampai saat ini, belum ada perkembangan yang signifikan, terlebih lagi perkembangan yang bisa menenangkan warga. Pemko Medan yang menjadi tumpuan, juga seolah tidak serius memperjuangkan persoalan ini. Kami masyarakat sudah sangat letih, berjuang ke sana ke mari. Bukan hanya berjuang di Medan, kami juga telah berjuang ke pusat. Jadi, mau kemana lagi kami mengadu. Sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan, namun itu juga tidak mempan sampai sekarang. Malah seolah tak dianggap.

Kenapa seperti itu?
Buktinya saja, sejauh ini keputusan MA itu tidak pernah digubris oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Parahnya lagi, apa yang dijanji-janjikan Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang katanya akan memperjuangkan kami, sampai sekarang juga tidak terbukti. Katanya ada Memorandum Of Understanding (MoU) dengan TNI AU, tapi itu juga tidak jelas. Entah apa isinya, entah kemana arahnya, masyarakat juga tidak tahu. Semuanya hanya sekadar cakap-cakap saja.

Jadi, langkah apa yang akan diambil lagi?
Dalam jangka waktu dekat, kami akan berupaya menemui Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho. Kami meminta, Pemprovsu juga bisa turun tangan, turut ambil bagian dalam penyelesaian persoalan ini. Semuanya telah ditempuh. Dari meminta bantuan terhadap wakil rakyat di DPRD Medan sampai DPRD Sumut, Anggota DPD RI telah dilakukan, bertemu Wali Kota Medan Rahudman Harahap juga sudah. Bahkan kami juga telah pernah bertemu dengan Gubsu nonaktif Syamsul Arifin ketika masih aktif. Bukan itu saja, kami juga telah pernah bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hampir semuanya sudah kami tempuh. Kami tidak menuntut banyak, kami hanya meminta sertifikat terhadap tanah kami ini. Agar kami lebih tenang menjalani hidup. Memang, untuk mendapatkan sertifikat itu juga tidak mudah, dan perlu proses. Tapi, kami sudah terlalu lama menjalani perjuangan ini. Kami sudah ada di tanah ini sebelum TNI AU datang ke sini. Kami sudah sejak Tahun 1948. Sementara itu, TNI AU baru tiba beberapa tahun ke depannya.

Bagaimana dengan rencana turun ke jalan?
Sepertinya memang itu jalan satu-satunya yang harus dilakukan. Kami juga memang sudah pernah berunjuk rasa. Tapi, dengan perkembangan penyelesaian masalah ini yang terus-terusan stagnan, mau tidak mau itu menjadi solusi terakhir. Kami akan merapatkannya dengan semua pengurus lingkungan dan kelurahan mengenai rencana ini, kapan akan dilaksanakan. Kami akan buat demo besar-besaran. Karena di Indonesia ini, semua permasalah tanah baru akan selesai jika sudah ada darah yang mengalir.(*)

Sengketa tanah di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, hingga kini belum juga membuahkan penyelesaian. Pihak TNI AU mengklaim, area tersebut merupakan milik TNI AU. Sementara, warga Sari Rejo juga mengaku tanah tersebut adalah milik mereka. Dan hal itu bukan tanpa bukti. Warga memiliki alas hak, yang menandakan itu milik mereka, yakni adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan warga.
Bagaimana kelanjutan persoalan tersebut? Berikut petikan wawancara wartawan Harian Sumut Pos Ari Sisworo dengan Ketua Forum Masyarakat Sari Rejo (Formas) dengan Riwayat Pakpahan, Minggu (3/7).

Bagaimana perkembangan penyelesaian sengketa tanah Sari Rejo?
Sampai saat ini, belum ada perkembangan yang signifikan, terlebih lagi perkembangan yang bisa menenangkan warga. Pemko Medan yang menjadi tumpuan, juga seolah tidak serius memperjuangkan persoalan ini. Kami masyarakat sudah sangat letih, berjuang ke sana ke mari. Bukan hanya berjuang di Medan, kami juga telah berjuang ke pusat. Jadi, mau kemana lagi kami mengadu. Sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan, namun itu juga tidak mempan sampai sekarang. Malah seolah tak dianggap.

Kenapa seperti itu?
Buktinya saja, sejauh ini keputusan MA itu tidak pernah digubris oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Parahnya lagi, apa yang dijanji-janjikan Wali Kota Medan Rahudman Harahap yang katanya akan memperjuangkan kami, sampai sekarang juga tidak terbukti. Katanya ada Memorandum Of Understanding (MoU) dengan TNI AU, tapi itu juga tidak jelas. Entah apa isinya, entah kemana arahnya, masyarakat juga tidak tahu. Semuanya hanya sekadar cakap-cakap saja.

Jadi, langkah apa yang akan diambil lagi?
Dalam jangka waktu dekat, kami akan berupaya menemui Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho. Kami meminta, Pemprovsu juga bisa turun tangan, turut ambil bagian dalam penyelesaian persoalan ini. Semuanya telah ditempuh. Dari meminta bantuan terhadap wakil rakyat di DPRD Medan sampai DPRD Sumut, Anggota DPD RI telah dilakukan, bertemu Wali Kota Medan Rahudman Harahap juga sudah. Bahkan kami juga telah pernah bertemu dengan Gubsu nonaktif Syamsul Arifin ketika masih aktif. Bukan itu saja, kami juga telah pernah bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hampir semuanya sudah kami tempuh. Kami tidak menuntut banyak, kami hanya meminta sertifikat terhadap tanah kami ini. Agar kami lebih tenang menjalani hidup. Memang, untuk mendapatkan sertifikat itu juga tidak mudah, dan perlu proses. Tapi, kami sudah terlalu lama menjalani perjuangan ini. Kami sudah ada di tanah ini sebelum TNI AU datang ke sini. Kami sudah sejak Tahun 1948. Sementara itu, TNI AU baru tiba beberapa tahun ke depannya.

Bagaimana dengan rencana turun ke jalan?
Sepertinya memang itu jalan satu-satunya yang harus dilakukan. Kami juga memang sudah pernah berunjuk rasa. Tapi, dengan perkembangan penyelesaian masalah ini yang terus-terusan stagnan, mau tidak mau itu menjadi solusi terakhir. Kami akan merapatkannya dengan semua pengurus lingkungan dan kelurahan mengenai rencana ini, kapan akan dilaksanakan. Kami akan buat demo besar-besaran. Karena di Indonesia ini, semua permasalah tanah baru akan selesai jika sudah ada darah yang mengalir.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/