MEDAN-Pelayanan jasa angkutan di Badara Kualanamu Internasional Airport (KNIA), masih jauh dari harapan. pasalnya Fasilitas penunjang transportasi dari dan menuju bandara tersebut sungguh membuat kecewa para penumpang dini hari tadi, Minggu (4/8).
Pasalnya, Ratusan penumpang mudik lebaran yang mendarat dini hari dikuala namu terlantar, dikarenakan angkutan Kereta Api, Damri sudah berhenti beroperasi sebelum jadwal pesawat mereka mendarat di Kualanamu.
“Ratusan penumpang Lion Air yang mendarat dini hari masih terlantar. Kita rebutan taksi resmi Bandara yang hanya kelihatan dua unit,” ujar penumpang Lion Air pada wartawan yang mendarat di Bandara KNIA, Arief.
Menurut dia, penumpang yang berasal dari Medan dan tidak mendapat jemputan akhirnya harus bernegosiasi dengan taksi gelap yang parkir di halaman Bandara.
“Kereta sudah tak ada, begitu pula dengan Damri. Taksi resmi hanya ada dua yang tersisa, penumpang yang tak dijemput akhirnya rebutan dan harus tawar menawar dengan supir taksi yang tak resmi,” lanjut dia.
Untuk jasa taksi tak resmi itu, lanjut Arief, dia terpaksa merogoh kocek senilai Rp 250 ribu untuk tujuan Medan.
“Inilah, bandara nomor dua terbesar di Indonesia. Taksi argo saja bisa tak ada. Warga harus terlantar dan tawar menawar agar bisa sampai ke tujuan,” jelasnya.(kl/smg)
MEDAN-Pelayanan jasa angkutan di Badara Kualanamu Internasional Airport (KNIA), masih jauh dari harapan. pasalnya Fasilitas penunjang transportasi dari dan menuju bandara tersebut sungguh membuat kecewa para penumpang dini hari tadi, Minggu (4/8).
Pasalnya, Ratusan penumpang mudik lebaran yang mendarat dini hari dikuala namu terlantar, dikarenakan angkutan Kereta Api, Damri sudah berhenti beroperasi sebelum jadwal pesawat mereka mendarat di Kualanamu.
“Ratusan penumpang Lion Air yang mendarat dini hari masih terlantar. Kita rebutan taksi resmi Bandara yang hanya kelihatan dua unit,” ujar penumpang Lion Air pada wartawan yang mendarat di Bandara KNIA, Arief.
Menurut dia, penumpang yang berasal dari Medan dan tidak mendapat jemputan akhirnya harus bernegosiasi dengan taksi gelap yang parkir di halaman Bandara.
“Kereta sudah tak ada, begitu pula dengan Damri. Taksi resmi hanya ada dua yang tersisa, penumpang yang tak dijemput akhirnya rebutan dan harus tawar menawar dengan supir taksi yang tak resmi,” lanjut dia.
Untuk jasa taksi tak resmi itu, lanjut Arief, dia terpaksa merogoh kocek senilai Rp 250 ribu untuk tujuan Medan.
“Inilah, bandara nomor dua terbesar di Indonesia. Taksi argo saja bisa tak ada. Warga harus terlantar dan tawar menawar agar bisa sampai ke tujuan,” jelasnya.(kl/smg)