RSU Pirngadi Menuju RS Level 4 Untuk IGD
RSU Dr Pirngadi Medan (RSUPM) terus melakukan pembenahan baik bidang pelayanan, peralatan dan juga sumber daya manusianya. Ini dilakukan dalam upaya menjadikannya rumah sakit ini sebagai rumah sakit dengan level 4 terutama di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Dalam klasifikasi rumah sakit ada beberapa level yaitu level 1,2, 3 dan 4. Jadi RS Pirngadi saat ini terus diupayakan untuk mencapai level 4,” ujar Direktur Utama RSUPM dr Amran Lubis SpJP (K) saat dikonfirmasi Senin (3/9).
Dijelaskannya, sesuai kriteria dari Departemen Kesehatan (Depkes) untuk IGD punya level atau standarisasi 1, 2, 3 dan 4. Level 1 dan 2 adalah rumah sakit type D yang tidak mempunyai spesialisasi, ada oksigen dan belum dikepalai seorang dokter. Level 3 yaitu rumah sakit type C yang memiliki kepala seorang dokter, berkualifikasi, bersertifikat untuk kegawatdaruratan yang bisa saja dari dokter umum yang dilatih.
“Untuk level 4 rumah sakit type A dan B, yang ada dokter sesuai standar American College Emergency, sudah mempunyai 2 bentuk triase 1 dan 2. Dokter bersertifikat DLS, ACLS, perawat memiliki sertifikat setara dengan perhimpunan kedokteran kegawatdaruratan,” jelas Amran.
Lebih lanjut, Amran mengatakan dari triase 1 akan dilakukan observasi dan bila diperlukan tindak lanjut akan diteruskan ke triase 2 serta type A dan B ini memiliki 4 dokter spesialis seperti spesialis anak, bedah, kandungan dan penyakit dalam yang harus ada di IGD. Ia mengatakan, tujuan perubahan di IGD RS Pirngadi selain bidang infrastruktur dan SDM nya juga dalam hal sistem dan ini akan terus diupayakan.
Secara terpisah, sebelumnya pengamat kesehatan Destanul Aulia mengatakan, Kota Medan memiliki jumlah penduduk yang padat dan RS Pirngadi merupakan satu rumah sakit rujukan untuk Sumatera Utara.
Menurut Destanul, RS Pirngadi mestinya memisahkan pasien infeksi dan non infeksi, peralatan yang lengkap seperti ventilator, tabung oksigen, jumlah bed atau tempat tidur yang harus disesuaikan dengan kondisi Kota Medan yang padat penduduk tersebut .
Katanya, minimal 30 tempat tidur. Ruang IGD juga harus besar, proses administrasi yang cepat dan tidak kaku, serta dokter tersebut harus dilatih dan minimal sebulan sekali diberikan pencerahan agar tidak stres karena menghadapi pasien di IGD. “Ambulans harus ada dokter, paramedisnya, jangan cuma supir, seperti menghadapi pasien stroke,” ucapnya.
Sekalipun dalam penilaiannya, IDG RS Pirngadi belum memenuhi standar, namun diharapkannya untuk terus melakukan perubahan dan pembenahan ke arah yang lebih baik lagi. ‘Intinya IGD merupakan frontnya rumah sakit dan harus betul-betul dibenahi, ada ruangan yang luas, memiliki tempat kumpul dokter yang dapat memantau pasien, harus sosial oriented, ada cukup obat, pemisahan pasien infeksi dan non infekesi,” katanya.
Menanggapi perlunya pemisahan pasien infeksi dan non infeksi seperti disebutkan Destanul tersebut Direkutur RS Pirngadi dr Amran Lubis menerangkan hal itu memang berbeda. “Adanya pemisahan pasien infeksi dan non infeksi, ruang yang besar, jumlah bed 30 buah, itu beda, karena itu rumah sakit yang besar sekali. Sekarang ini untuk kasus bedah dan non bedah. Kalau infeksi dan noin infeksi itu IGD yang komprehensif,” terang Amran.
Begitupun, tambahnya, kalau untuk penyakit infeksi sudah ada ruangan untuk observasi apakah menularkan atau tidak. Kalau menularkan diletakkan di ruang isolasi. “Kita sudah punya,” imbuhnya.
Namun, diakuinya, karena untuk kasus tertentu dan jarang terjadi seperti kasus flu burung atau penyakit baru yang jarang terjadi atau muncul, RS Pirngadi belum mempunyai ruang isolasinya. “Tetapi dalam waktu dekat akan kita buat ruang khusus luka bakar, ruang khusus untuk dekontaminasi atau tercemar bahan kimia. Ruangan infeksi ada terutama untuk anak seperti penyakit campak, difteri. Kita juga akan buat ruangan khusus infeksi untuk anak,” kata Amran mengakhiri. (mag -19 )