25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Audit PDAM Tirtanadi

AMINOER RASYID/SUMUT POS PDAM: Kantor Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirtanadi Jalan Sisinga-mangaraja Medan.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
PDAM:
Kantor Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirtanadi Jalan Sisinga-mangaraja Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Peralihan sistem pembayaran online rekening air yang diterapkan PDAM Tirtanadi rentan disalahgunakan. Sebab, selain kesiapan pihak ketiga masih belum maksimal dalam pelaksanaan sistem, secara nominal ada biaya hubungan langganan sebesar Rp18 miliar yang diperuntukkan guna menagih rekening dimaksud.

“Di sini potensi pelanggaran itu terjadi. Artinya, penagihan rekening air secara manual (door to door), telah masuk dalam struktur kenaikan tarif pada tahun 2013 lalu.

Ke mana uang penagihan rekening itu diperuntukkan?” kata Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut, Farid Wajdi kepada Sumut Pos, Rabu (3/12).

Dia mempertanyakan kemana dan untuk apa uang sebesar Rp18 miliar itu dipergunakan, pascasistem pembayaran online diberlakukan. Menurutnya, BPK atau BPKP perlu turun tangan untuk mengaudit keberadaan uang sebesar Rp18 miliar dimaksud, bila dikaitkan dengan kedudukannya sebagai biaya hubungan langganan.

“Pembayaran itu kan ditagih sampai Oktober 2014, tetapi sejak peralihan dari offline ke online, November dan Desember kan tidak ditagih. Katakanlah satu bulan itu ada Rp1,2 miliar, nah berarti ada Rp2,4 miliar yang nggak jelas masuknya ke mana,” katanya.

Ekses lain dari peralihan sistem offline ke online itu, menurut Farid, membuat tenaga petugas (juru tagih) yang berjumlah sekitar 600 orang menjadi ‘pengangguran’ alias tidak difungsikan.

“Persoalan lainnya, bagi konsumen yang berhasil membayar via bank, ada dikenakan biaya  administrasi Rp2.500. Padahal jika merujuk pada ketentuan tarif sebelumnya (2013), biaya tersebut sudah termasuk dalam biaya hubungan berlangganan di tempat pemungutan rekening tersebut,” bebernya.

Artinya, dari sisi prosedur, kata dia, sistem pembayaran online ini lebih banyak merugikan konsumen. Apalagi merujuk pada hasil kajian yang dilakukan oleh penelitian kerjasama PDAM dan pihak USU, salah satu kelebihan yang membuat pelanggan PDAM tidak terlalu ‘cerewet’ terhadap perusahaan plat merah itu adalah, ketika kultur pembayarannya secara manual.

“Artinya kultur yang lama itu masih elok dipertahankan, meski memang diperlukan perbaikan regulasi. Namun tahapan sebelumnya itu harusnya dapat dipertahankan manajemen,” ujarnya.

Menurut informasi juga, Farid mengatakan, sejak peralihan sistem pembayaran itu, khusus November dan Desember, uang yang mampu diperoleh dari hubungan langganan, hanya sekitar 10 persen dari yang seharusnya didapatkan. “Jadi kalau boleh dirata-ratakan, per cabang itu bisa didapat Rp200 juta. Sekarang justru yang mampu ditagih hanya Rp20 juta. Dalam kaitan proses cash flow, keuangan di Tirtanadi sekarang terjadi ketimpangan,” katanya.

Farid menganggap, manajemen tidak siap dalam proses peralihan sistem pembayaran ini. Dia melihat direksi licik, karena disaat ketiadaan dewan pengawas dan Gubsu juga disibukkan dengan pelbagai urusan, direksi justru membuat kebijakan yang bukan merupakan kewenangannya.

Kepada dewan pengawas, Farid meminta untuk lebih progresif mengoreksi terhadap semua kebijakan manajemen PDAM. Kemudian belajar dari kasus Azzam Rizal, kalaupun hal ini memang dijadikan referensi, dirinya memiliki kajian bahwa jika terdapat kasus hukum, yang melakukan itu tidak hanya dirut melainkan melibatkan direksi lainnya. “Artinya mereka (dewas) harus melihat kinerja para direksi. Jangan sampai masalah lama terulang kembali,” katanya.

Apalagi sampai sekarang maksud dari sistem migrasi dari sistem offline ke online ini seperti apa? Padahal, bila mengacu pada pemahaman Gubsu Rizal Nurdin, perusahaan daerah ini memiliki tujuan menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. “Jadi tujuan PDAM itu bukan hanya entitas bisnis, tetapi juga ada entitas sosial, yakni fungsi sosial. Pemerintah sebenarnya tidak berharap agar PDAM banyak untung. Yang penting jangan rugi,” pungkasnya.

Menyikapi hal ini, anggota Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya bukan bermaksud membenarkan yang salah, melainkan berupaya meluruskan dan melegalisasikan gagasan positif yang dibuat direksi. “Nyatanya kan ide mereka (direksi) bagus. Soal koridor hukum kurang baik, ya dibenahi. Itulah tugas Dewas,” kata Taufan.

Dirinya menghargai pendapat Dirut LAPK Farid Wajdi soal ini. Namun di sisi lain menurutnya, Farid mesti memahami aspek kepentingan lain yang disasar direksi melalui sistem online tersebut.

“Saya hargai pendapat teman saya, Farid, tapi dia mesti juga memahami aspek kepentingan lain yang disasar oleh direksi dengan sistem online ini sebagaimana sudah saya jelaskan kemarin. Jadi sebagai kritik, sah-sah saja, tapi kami tentu harus mengutamakan kepentingan pelanggan, kebersihan administrasi. Kalau disebut licik, kan, berarti ada unsur kecurangan, nyatanya kan tak ada. Malah mau memperbaiki sistem pembayaran,” bebernya.

Terpisah, Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang dikonfirmasi Sumut Pos soal ini justru menyerahkan sepenuhnya kepada dewan pengawas. “Dewan pengawas kan perpanjangan tangan Gubernur, jadi tanya mereka saja ya,” ujarnya singkat usai meninjau jembatan layang (fly over) Jalan Jamin Ginting, Rabu (3/12) siang.

Dewas akan Temui Gubsu
Sementara itu, Dewas PDAM  Tirtanadi segera mengatur jadwal untuk bertemu Gubsu Gatot Pujo Nugroho terkait posisi pejabat sementara direktur utama perusahaan plat merah tersebut. “Kami akan menyampaikan hasil kajian kami, dan Gubsu akan mengambil keputusan mengenai jalan keluar setelah Azzam diberhentikan permanen,” beber anggota Dewan Pengawas Ahmad Taufan Damanik melalui pesan singkatnya kepada Sumut Pos, Rabu (3/12) siang.

Direncanakan pertemuan itu berlangsung pada pekan depan. “Sedang diupayakan minggu depan ketemu Gubsu,” imbuh Taufan.

Pertemuan itu, ungkap Taufan, seiring pernyataan Gubsu yang dalam waktu dekat akan segera menetapkan posisi yang ditinggalkan Azzam Rizal. Pun begitu, ketetapan posisi pejabat sementara itu akan sahih setelah Gubsu meneken surat pemberhentian Azzam Rizal secara permanen.

Mengenai kriteria calon, Taufan masih enggan membeberkan. Menurut dia bisa saja calon diambil dari internal perusahaan maupun dari eksternal. “Bisa saja dari dalam ataupun luar,” sebutnya.

Gubsu Gatot sendiri mengaku masih menunggu informasi atau kajian dari dewan pengawas berkenaan soal ini. “Kan kemarin sudah saya sampaikan. Dari dewan pengawas nanti dilaporkan kepada saya,” ucapnya singkat kepada wartawan usai meninjau kesiapan jembatan layang di Jalan Jamin Ginting Medan, Rabu (3/12) sore.

Sebelumnya Gatot mengaku akan segera menetapkan pejabat sementara direktur utama PDAM Tirtanadi. “Sesuai ketentuan yang ada, maka figus Pjs Dirut akan diambil dari tiga orang direksi yang menjabat saat ini,” kata Gubsu Gatot kepada wartawan di Kantor Gubsu, Senin (1/12). (prn/adz)

AMINOER RASYID/SUMUT POS PDAM: Kantor Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirtanadi Jalan Sisinga-mangaraja Medan.
AMINOER RASYID/SUMUT POS
PDAM:
Kantor Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Tirtanadi Jalan Sisinga-mangaraja Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Peralihan sistem pembayaran online rekening air yang diterapkan PDAM Tirtanadi rentan disalahgunakan. Sebab, selain kesiapan pihak ketiga masih belum maksimal dalam pelaksanaan sistem, secara nominal ada biaya hubungan langganan sebesar Rp18 miliar yang diperuntukkan guna menagih rekening dimaksud.

“Di sini potensi pelanggaran itu terjadi. Artinya, penagihan rekening air secara manual (door to door), telah masuk dalam struktur kenaikan tarif pada tahun 2013 lalu.

Ke mana uang penagihan rekening itu diperuntukkan?” kata Direktur Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut, Farid Wajdi kepada Sumut Pos, Rabu (3/12).

Dia mempertanyakan kemana dan untuk apa uang sebesar Rp18 miliar itu dipergunakan, pascasistem pembayaran online diberlakukan. Menurutnya, BPK atau BPKP perlu turun tangan untuk mengaudit keberadaan uang sebesar Rp18 miliar dimaksud, bila dikaitkan dengan kedudukannya sebagai biaya hubungan langganan.

“Pembayaran itu kan ditagih sampai Oktober 2014, tetapi sejak peralihan dari offline ke online, November dan Desember kan tidak ditagih. Katakanlah satu bulan itu ada Rp1,2 miliar, nah berarti ada Rp2,4 miliar yang nggak jelas masuknya ke mana,” katanya.

Ekses lain dari peralihan sistem offline ke online itu, menurut Farid, membuat tenaga petugas (juru tagih) yang berjumlah sekitar 600 orang menjadi ‘pengangguran’ alias tidak difungsikan.

“Persoalan lainnya, bagi konsumen yang berhasil membayar via bank, ada dikenakan biaya  administrasi Rp2.500. Padahal jika merujuk pada ketentuan tarif sebelumnya (2013), biaya tersebut sudah termasuk dalam biaya hubungan berlangganan di tempat pemungutan rekening tersebut,” bebernya.

Artinya, dari sisi prosedur, kata dia, sistem pembayaran online ini lebih banyak merugikan konsumen. Apalagi merujuk pada hasil kajian yang dilakukan oleh penelitian kerjasama PDAM dan pihak USU, salah satu kelebihan yang membuat pelanggan PDAM tidak terlalu ‘cerewet’ terhadap perusahaan plat merah itu adalah, ketika kultur pembayarannya secara manual.

“Artinya kultur yang lama itu masih elok dipertahankan, meski memang diperlukan perbaikan regulasi. Namun tahapan sebelumnya itu harusnya dapat dipertahankan manajemen,” ujarnya.

Menurut informasi juga, Farid mengatakan, sejak peralihan sistem pembayaran itu, khusus November dan Desember, uang yang mampu diperoleh dari hubungan langganan, hanya sekitar 10 persen dari yang seharusnya didapatkan. “Jadi kalau boleh dirata-ratakan, per cabang itu bisa didapat Rp200 juta. Sekarang justru yang mampu ditagih hanya Rp20 juta. Dalam kaitan proses cash flow, keuangan di Tirtanadi sekarang terjadi ketimpangan,” katanya.

Farid menganggap, manajemen tidak siap dalam proses peralihan sistem pembayaran ini. Dia melihat direksi licik, karena disaat ketiadaan dewan pengawas dan Gubsu juga disibukkan dengan pelbagai urusan, direksi justru membuat kebijakan yang bukan merupakan kewenangannya.

Kepada dewan pengawas, Farid meminta untuk lebih progresif mengoreksi terhadap semua kebijakan manajemen PDAM. Kemudian belajar dari kasus Azzam Rizal, kalaupun hal ini memang dijadikan referensi, dirinya memiliki kajian bahwa jika terdapat kasus hukum, yang melakukan itu tidak hanya dirut melainkan melibatkan direksi lainnya. “Artinya mereka (dewas) harus melihat kinerja para direksi. Jangan sampai masalah lama terulang kembali,” katanya.

Apalagi sampai sekarang maksud dari sistem migrasi dari sistem offline ke online ini seperti apa? Padahal, bila mengacu pada pemahaman Gubsu Rizal Nurdin, perusahaan daerah ini memiliki tujuan menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya. “Jadi tujuan PDAM itu bukan hanya entitas bisnis, tetapi juga ada entitas sosial, yakni fungsi sosial. Pemerintah sebenarnya tidak berharap agar PDAM banyak untung. Yang penting jangan rugi,” pungkasnya.

Menyikapi hal ini, anggota Dewan Pengawas PDAM Tirtanadi, Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya bukan bermaksud membenarkan yang salah, melainkan berupaya meluruskan dan melegalisasikan gagasan positif yang dibuat direksi. “Nyatanya kan ide mereka (direksi) bagus. Soal koridor hukum kurang baik, ya dibenahi. Itulah tugas Dewas,” kata Taufan.

Dirinya menghargai pendapat Dirut LAPK Farid Wajdi soal ini. Namun di sisi lain menurutnya, Farid mesti memahami aspek kepentingan lain yang disasar direksi melalui sistem online tersebut.

“Saya hargai pendapat teman saya, Farid, tapi dia mesti juga memahami aspek kepentingan lain yang disasar oleh direksi dengan sistem online ini sebagaimana sudah saya jelaskan kemarin. Jadi sebagai kritik, sah-sah saja, tapi kami tentu harus mengutamakan kepentingan pelanggan, kebersihan administrasi. Kalau disebut licik, kan, berarti ada unsur kecurangan, nyatanya kan tak ada. Malah mau memperbaiki sistem pembayaran,” bebernya.

Terpisah, Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang dikonfirmasi Sumut Pos soal ini justru menyerahkan sepenuhnya kepada dewan pengawas. “Dewan pengawas kan perpanjangan tangan Gubernur, jadi tanya mereka saja ya,” ujarnya singkat usai meninjau jembatan layang (fly over) Jalan Jamin Ginting, Rabu (3/12) siang.

Dewas akan Temui Gubsu
Sementara itu, Dewas PDAM  Tirtanadi segera mengatur jadwal untuk bertemu Gubsu Gatot Pujo Nugroho terkait posisi pejabat sementara direktur utama perusahaan plat merah tersebut. “Kami akan menyampaikan hasil kajian kami, dan Gubsu akan mengambil keputusan mengenai jalan keluar setelah Azzam diberhentikan permanen,” beber anggota Dewan Pengawas Ahmad Taufan Damanik melalui pesan singkatnya kepada Sumut Pos, Rabu (3/12) siang.

Direncanakan pertemuan itu berlangsung pada pekan depan. “Sedang diupayakan minggu depan ketemu Gubsu,” imbuh Taufan.

Pertemuan itu, ungkap Taufan, seiring pernyataan Gubsu yang dalam waktu dekat akan segera menetapkan posisi yang ditinggalkan Azzam Rizal. Pun begitu, ketetapan posisi pejabat sementara itu akan sahih setelah Gubsu meneken surat pemberhentian Azzam Rizal secara permanen.

Mengenai kriteria calon, Taufan masih enggan membeberkan. Menurut dia bisa saja calon diambil dari internal perusahaan maupun dari eksternal. “Bisa saja dari dalam ataupun luar,” sebutnya.

Gubsu Gatot sendiri mengaku masih menunggu informasi atau kajian dari dewan pengawas berkenaan soal ini. “Kan kemarin sudah saya sampaikan. Dari dewan pengawas nanti dilaporkan kepada saya,” ucapnya singkat kepada wartawan usai meninjau kesiapan jembatan layang di Jalan Jamin Ginting Medan, Rabu (3/12) sore.

Sebelumnya Gatot mengaku akan segera menetapkan pejabat sementara direktur utama PDAM Tirtanadi. “Sesuai ketentuan yang ada, maka figus Pjs Dirut akan diambil dari tiga orang direksi yang menjabat saat ini,” kata Gubsu Gatot kepada wartawan di Kantor Gubsu, Senin (1/12). (prn/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/