26 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Bos Freeport: Saya Nilai Nggak Pantas Pembicaraan Ini…

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin saat memberikan kesaksiannya dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di komplek parlemen, Senayan, Jakarta. Maroef memberikan keterangan dugaan pelanggaran terkait kasus kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Kamis 3 Desember 2015.
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin saat memberikan kesaksiannya dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di komplek parlemen, Senayan, Jakarta. Maroef memberikan keterangan dugaan pelanggaran terkait kasus kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Kamis 3 Desember 2015.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pada sidang MKD kemarin malam, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin, menilai substansi pembicaraan Setya Novanto bersama pengusaha M Riza Chalid saat menemuinya pada 8 Juni 2015, tidak pantas. Penilaian itu karena pembicaraan dilakukan oleh Ketua DPR dan pengusaha.

Maroef sendiri mengaku lebih banyak diam dalam pertemuan tersebut, sebagaimana terdengar dalam rekaman. Dimana, pembicaraan lebih banyak antara Setya Novanto dengan Riza Chalid.

“Saya nilai nggak pantas pembicaraan ini. Karena ini sudah menyangkut banyak hal. Kalau bahas bisnis ya, bisnis saja. Dan saya upayakan hentikan. Saya sebut ‘terimakasih waktunya’ karena sudah melebar. Tak pantas pembicaraan dilakukan oleh ketua DPR dan pengusaha,” jelas Maroef.

Pembicaraan dimaksud Maroef adalah terkait permintaan saham 20 persen, hingga pembagian-pembagiannya untuk presiden 11 persen dan wapres 9 persen. Diakui Maroef, Freeport memang melakukan divestasi saham 9,3 persen yang dimiliki BUMN, sisanya untuk publik.

Karena pembicaraan yang dinilai tidak pantas itu pula, Maroef kemudian berkoordinasi dengan Menteri ESDM Sudirman Said. Apalagi ia khawatir di belakangnya, Ketua DPR berhubungan dengan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan.

“Saya khawatir di belakang saya Ketua DPR berhubungan dengan Pak Luhut. Saya khawatir nanti dianggap beri sinyal (mau bagi-bagi saham) karena sudah ketemu mereka (Novanto cs). Kewenangan mengurus saham itu bukan kewenangan Presdir. Kan harus persetujuan dari stakeholder juga,” jelasnya.

Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (Waka-BIN) itu juga menyebutkan sejak dia masuk Freeport, memang banyak polemik terkait perpanjangan kontrak Freeport. Di samping, Menteri Sudirman Said sebelumnya juga meminta dirinya menyampaikan semua perkembangan soal Freeport.

“Akhirnya saya laporkan. Saya minta arahan kepada dia (Sudirman-red) bahwa saya ketemu Ketua DPR,” jelasnya.

Terkait subtansi pertemuan, Maroef mengaku bahwa Menteri Sudirman meminta transkip dan rangkuman pembicaraan. Karena Sudirman menganggap pembicara Ketua DPR tidak benar.

“Dia bilang, ‘ini tidak benar ini, sama kayak yang saya duga. Apalagi disebut-sebut kepala negara’. Saya nggak beri saran apa-apa. Saya hanya minta arahan saja. Saya menyimpan rekaman itu. Saya hanya berikan ke menteri ESDM. Kalau pak menteri nggak minta juga nggak saya berikan,” tukasnya.

Maroef juga sempat menceritakan asal-mula pertemuannya dengan Setya Novanto di hadapan sidang MKD.

Sejak awal memegang jabatan Presdir PT Freeport Indonesia, kata Maroef, dia sudah punya rencana untuk bertemu Setya Novanto. Niat itu ternyata sejalan dengan keinginan Marzuki Darusman, Sekretaris Direktur PT Freeport Indonesia.

Marzuki Darusman pada situs resmi PT Freeport Indonesia, ptfi.co.id, tertulis menjabat sebagai komisaris. Kebetulan, Marzuki juga anggota Partai Golkar seperti Setya Novanto. Marzuki terhitung lebih senior ketimbang Setya.

Maka atas permintaan Marzuki Darusman, kata Maroef, ia mengajukan courtesy visit. Permohonan tak hanya dilayangkan kepada Setya selaku Ketua DPR, tapi juga ke Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

Disepakatilah pertemuan dengan Setya dilakukan pada April 2015, sekitar tiga bulan setelah Maroef resmi menjabat Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Ketika hendak bertemu Setya, ujar Maroef, dia diminta mendatangi sang Ketua DPR sendirian tanpa didampingi staf.

Pertemuan pun berlangsung, dan setelah 40 menit, Setya menutup perbincangan dengan ucapan, “Pak Maroef, kapan-kapan kita ketemu lagi ya. Kita ngopi-ngopi.” Maroef pun menyambut ajakan Setya, “Siap, Pak.” Setya kemudian berkata, “Nanti saya akan mengajak kawan saya.”

”Pertemuan pertama itu, seperti yang diminta Setya, berlanjut pada pertemuan-pertemuan berikutnya,” tukas Maroef. (jpnn)

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin saat memberikan kesaksiannya dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di komplek parlemen, Senayan, Jakarta. Maroef memberikan keterangan dugaan pelanggaran terkait kasus kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Kamis 3 Desember 2015.
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin saat memberikan kesaksiannya dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di komplek parlemen, Senayan, Jakarta. Maroef memberikan keterangan dugaan pelanggaran terkait kasus kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Kamis 3 Desember 2015.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pada sidang MKD kemarin malam, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoedin, menilai substansi pembicaraan Setya Novanto bersama pengusaha M Riza Chalid saat menemuinya pada 8 Juni 2015, tidak pantas. Penilaian itu karena pembicaraan dilakukan oleh Ketua DPR dan pengusaha.

Maroef sendiri mengaku lebih banyak diam dalam pertemuan tersebut, sebagaimana terdengar dalam rekaman. Dimana, pembicaraan lebih banyak antara Setya Novanto dengan Riza Chalid.

“Saya nilai nggak pantas pembicaraan ini. Karena ini sudah menyangkut banyak hal. Kalau bahas bisnis ya, bisnis saja. Dan saya upayakan hentikan. Saya sebut ‘terimakasih waktunya’ karena sudah melebar. Tak pantas pembicaraan dilakukan oleh ketua DPR dan pengusaha,” jelas Maroef.

Pembicaraan dimaksud Maroef adalah terkait permintaan saham 20 persen, hingga pembagian-pembagiannya untuk presiden 11 persen dan wapres 9 persen. Diakui Maroef, Freeport memang melakukan divestasi saham 9,3 persen yang dimiliki BUMN, sisanya untuk publik.

Karena pembicaraan yang dinilai tidak pantas itu pula, Maroef kemudian berkoordinasi dengan Menteri ESDM Sudirman Said. Apalagi ia khawatir di belakangnya, Ketua DPR berhubungan dengan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan.

“Saya khawatir di belakang saya Ketua DPR berhubungan dengan Pak Luhut. Saya khawatir nanti dianggap beri sinyal (mau bagi-bagi saham) karena sudah ketemu mereka (Novanto cs). Kewenangan mengurus saham itu bukan kewenangan Presdir. Kan harus persetujuan dari stakeholder juga,” jelasnya.

Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (Waka-BIN) itu juga menyebutkan sejak dia masuk Freeport, memang banyak polemik terkait perpanjangan kontrak Freeport. Di samping, Menteri Sudirman Said sebelumnya juga meminta dirinya menyampaikan semua perkembangan soal Freeport.

“Akhirnya saya laporkan. Saya minta arahan kepada dia (Sudirman-red) bahwa saya ketemu Ketua DPR,” jelasnya.

Terkait subtansi pertemuan, Maroef mengaku bahwa Menteri Sudirman meminta transkip dan rangkuman pembicaraan. Karena Sudirman menganggap pembicara Ketua DPR tidak benar.

“Dia bilang, ‘ini tidak benar ini, sama kayak yang saya duga. Apalagi disebut-sebut kepala negara’. Saya nggak beri saran apa-apa. Saya hanya minta arahan saja. Saya menyimpan rekaman itu. Saya hanya berikan ke menteri ESDM. Kalau pak menteri nggak minta juga nggak saya berikan,” tukasnya.

Maroef juga sempat menceritakan asal-mula pertemuannya dengan Setya Novanto di hadapan sidang MKD.

Sejak awal memegang jabatan Presdir PT Freeport Indonesia, kata Maroef, dia sudah punya rencana untuk bertemu Setya Novanto. Niat itu ternyata sejalan dengan keinginan Marzuki Darusman, Sekretaris Direktur PT Freeport Indonesia.

Marzuki Darusman pada situs resmi PT Freeport Indonesia, ptfi.co.id, tertulis menjabat sebagai komisaris. Kebetulan, Marzuki juga anggota Partai Golkar seperti Setya Novanto. Marzuki terhitung lebih senior ketimbang Setya.

Maka atas permintaan Marzuki Darusman, kata Maroef, ia mengajukan courtesy visit. Permohonan tak hanya dilayangkan kepada Setya selaku Ketua DPR, tapi juga ke Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI.

Disepakatilah pertemuan dengan Setya dilakukan pada April 2015, sekitar tiga bulan setelah Maroef resmi menjabat Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Ketika hendak bertemu Setya, ujar Maroef, dia diminta mendatangi sang Ketua DPR sendirian tanpa didampingi staf.

Pertemuan pun berlangsung, dan setelah 40 menit, Setya menutup perbincangan dengan ucapan, “Pak Maroef, kapan-kapan kita ketemu lagi ya. Kita ngopi-ngopi.” Maroef pun menyambut ajakan Setya, “Siap, Pak.” Setya kemudian berkata, “Nanti saya akan mengajak kawan saya.”

”Pertemuan pertama itu, seperti yang diminta Setya, berlanjut pada pertemuan-pertemuan berikutnya,” tukas Maroef. (jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/