Galar Pandu Asmoro, Raja Panjat Tebing Asia Tenggara
Berkali-kali merajai level nasional, Galar Pandu Asmoro akhirnya menjadi runner-up dunia tahun lalu. Namun, siapa sangka, awal karir pemanjat nomor 12 dunia itu berawal dari keisengannya melubangi tembok tetangga pada 2000.
SEPTEMBER 2011 menjadi tonggak paling penting bagi perjalanan karir Galar Pandu Asmoro. Pemanjat tebing andalan Jawa Timur itu mencatatkan prestasi sangat impresif pada dua seri kejuaraan dunia.
Pada 3 September tahun lalu itu, Galar mengejutkan publik panjat tebing dunia dengan menempati posisi tiga seri world championship di Kota Xining, Tiongkok.
Galar hanya takluk dari jagoan Polandia Lukasz Swirk yang menjadi juara. Juga dari andalan tuan rumah Qixin Zhong yang berada di posisi runner-up.
Lebih mengejutkan lagi, lima hari kemu dian di seri kejuraan dunia Changzhi, Tiong kok, Galar menyentak dengan menjadi runner-up. Galar cuma tertinggal dari pemanjat tebing andalan Rusia Evgenii Vaitcekhovsk.
Pada kancah dunia, pemanjat nomor speed asal Eropa Timur se lama ini memang dikenal merajai tingkat dunia. ’’Itulah prestasi terbaik saya sampai sejauh ini,’’ ucap Galar sehabis menjalani sesi latihan sore di lapangan KONI Jawa Timur Kamis (26/1).
Galar memang masih bermimpi untuk menjadi juara dunia.
Dengan persiapan yang matang, Galar bertekad untuk mengikuti jejak dua koleganya di Pemusatan Latihan Daerah (Puslatda) Panjat Tebing Jatim, Evi Neliwati dan Abudzar Yulianto.
Keduanya pernah berada di puncak tertinggi sebagai juara dunia. Apalagi, Evi dan Abudzar merupakan pemanjat dengan spesialisasi yang sama dengan dia, yakni nomor speed classic.
Pada seri dunia di Tiongkok itu, Galar sejatinya tidak berada dalam kondisi terbaik. Pria yang akan berumur 29 itu merasa tidak dalam kondisi paling fit. Apalagi, menjelang dua seri kejuaraan tersebut, Galar hanya berlatih tiga pekan.
Di samping itu, nomor kecepatan yang dipertandingkan saat itu adalah speed world record. Dia membutuhkan adaptasi yang pan jang dengan nomor yang menjadi standar dunia tersebut.
Sebab, selama ini, sepanjang karirnya, Galar adalah spesialis nomor speed classic. Pada PON XVII/2008 Kalimantan Timur, Galar berhasil menggondol tiga emas dari nomor itu. Jadi, bagi Galar, menjadi nomor satu dunia saat ini tinggal menunggu waktu.
Sebelumnya, bersaing di level dunia tidak pernah tebersit sedikit pun di benak Galar.
Saat memulai berlatih panjat tebing pada usia 17 tahun, Galar hanya ingin coba-coba. Hasratnya semakin besar saat dia bergabung dengan Tripena, kelompok pencinta alam SMA Trisila Surabaya.
Saat pulang sekolah, Galar yang selalu melewati rel kereta api dari kawasan Undaan, Surabaya, sering me mungut batu-batu kali. Galar ingat dengan tembok kosong milik tetangganya di kawasan Lebak Timur, Surabaya.
Karena keinginan besar untuk memanjat, Galar melubangi tembok nganggur tersebut dengan bor. Nah, batu-batu kali dari rel kereta itu dipasang ke tembok sebagai pegangan.
’’Waktu itu, saya berlatih gaya saya sendiri. Sepulang sekolah, istirahat sebentar, lalu manjat tem bok. Begitu terus, hampir se tiap hari,’’ kenang anak pasangan Rameli dan Khomariyah tersebut. Saat itu, Galar tidak tahu bahwa panjat tebing merupakan salah satu cabang olahraga yang di pertandingkan.
Pembina SMA Trisila Bambang Soedjono adalah satu seorang sosok penting pada perjalanan karir Galar. Dialah yang mengajak Galar menonton perlombaan panjat tebing untuk kali pertama di Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya pada 2001.
’’Saat itu, saya baru tahu kalau ada juga lomba panjat tebing,’’ ceritanya.
Keinginan untuk turun gelanggang se ma kin besar setelah pulang dari Ubhara. Galar resmi me mulai karir panjangnya dengan mengikuti perlombaan panjat tebing SMULA Cup di SMAN 5 Surabaya. Turun di nomor lead (kesulitan), Galar menjadi nomor satu. Kemenangan itu merupakan momen paling berkesan dan tidak bisa dilupakan hingga sekarang.
’’Padahal, itulah kejuaraan per ta ma yang saya ikuti. Kok, ternyata langsung menang. Saya gembira sekali rasanya. Temanteman di SMA langsung mengarak saya saat mendapatkan piala,’’ kata Galar, lantas tersenyum lebar.
Lepas dari SMULA Cup, sepan jang 2001 dan 2002, Galar semakin aktif berpartisipasi dalam ajang pemula di SMA dan perguruan tinggi. Selama itu pula, Galar konsisten menjadi juara. Mentok jadi runner-up. Pada tahun-tahun awal tersebut, Galar mengambil spesialisasi nomor lead.
Prestasi Galar semakin maju saat dia lolos seleksi masuk Pemu satan Latihan Daerah (Puslatda) Jatim pada 2003. Oleh staff pelatih, Galar diproyeksikan pindah nomor dari lead menuju speed (kecepatan).
Tampaknya, suami pemanjat nasional Nani Sugiarti tersebut berjodoh dengan nomor speed.
Baru setahun berlatih intensif di puslatda, Galar langsung menda patkan medali perak nomor kecepatan beregu Kejuaraan Nasional Prakualifikasi PON XVI/2004. Hebatnya, pada PON 2004, Galar berhasil menggondol emas pada kategori yang sama.
Prestasi Galar itu terus konsisten hingga kejuaraan dunia 2011 dan SEA Games XXVI/2011 Palembang-Jakarta. Pada pesta Olahraga Asia Tenggara dua tahunan itu, Galar mampu memboyong dua medali emas nomor speed relay dan speed world record.
Di kawasan Asia Tenggara, Galar hampir tidak memiliki pesaing.
Rival baru bermunculan di kancah Asia, terutama dari pemanjat Tiongkok dan negaranegara pecahan Uni Soviet.
Prestasi hebat yang ditorehkan Galar itu membuatnya tercatat sebagai salah satu barisan generasi emas panjat tebing Jatim.
Sejak 2006, Jatim memang terus merajai pentas nasional.
Masuknya atlet-atlet hebat asal Sumatera Selatan, yakni Evi Neliwati, Ilmawati, Wilda Baco Ahmad, dan Nurmansyah, mem buat Jatim menjadi raja nasional hingga saat ini.
Apalagi prestasi Galar dan rekan seangkatannya, Abudzar Yulianto, terus konsisten. Dengan Galar dkk, di PON XVIII/2012 September mendatang, Jatim diprediksi tidak kesulitan meraih gelar juara umum cabor panjat tebing seperti empat tahun silam. (ainur rohman/c6/diq)
Inspirasi Besar dari Dan Osman
KARIR Galar di nomor speed cabang olahraga panjat tebing banyak terinspirasi aksi Daniel ’’Dan’’ Eugene Osman. Di ka langan pencinta dan praktisi olah raga ekstrem, pemanjat tebing kelahiran Amerika Serikat (AS) itu adalah legenda.
Osman sering melakukan aksi-aksi berbahaya. Terutama saat me manjat tebing batu curam tanpa alat pengaman.
’’Dan Osman adalah pemanjat favorit saya. Kece patan dan ke be raniannya luar biasa. Saya belajar banyak dari sosoknya,’’ kata Galar. Dia kali pertama menonton aksi Osman saat SMA.
Pemanjat spesialis speed tersebut langsung merasakan datangnya inspirasi besar. Apalagi saat dia melihat video Osman dengan teman-temannya di kelompok pencinta alam SMA Trisila, Surabaya.
’’Sejak itu, saya suka Osman. Dia memberikan sega lanya untuk panjat tebing. Dia luar biasa. Dia hidup dari panjat tebing sampai meninggal di tebing. Saya lang sung tertarik untuk menggeluti panjat tebing ketika melihat vi deo nya dulu,’’ papar Galar.
Selain karena menaklukkan tebing-tebing yang ekstrem dan curam, Osman semakin legendaris karena meninggal saat beraksi. Osman wafat pada 23 November 1998 saat berusia 35 tahun di tebing curam Leaning Tower, Yosemite National Park, California, AS.
Osman meninggal di tempat karena talinya gagal terulur saat melakukan terbang bebas dari ketinggian 700 kaki dari tebing batu yang amat curam tersebut. ’’Saya senang pada semua hal dari Osman, tetapi tidak pada kenekatannya, lho,’’ ujar Galar, lantas tertawa.
Bagi Galar, kehebatan Osman mengalahkan pemanjat yang jauh lebih populer, Alain Robert. Pemanjat yang dikenal sebagai Spiderman dari Prancis terebut memang sangat terkenal karena menaklukkan gedung-gedung paling tinggi di dunia.
’’Medan yang sudah ditakluk kan Dan Osman jauh lebih me nantang dan lebih sulit dari pa da medan Robert. Namun, sa ya mengakui, nama Robert jauh lebih populer di kalangan umum,’’ papar Galar. (nur/c12/diq)
Ya Atlet, Ya Asisten Pelatih
SELAIN menjadi atlet andalan Jawa Timur, mulai tahun ini Galar menjalani peran baru sebagai asisten pelatih nomor speed. Pengprov FPTI Jawa Timur secara informal sudah meng angkat dia.
’’SK-nya memang belum ada. Na mun, kami sudah resmi memberikan pekerjaan baru sebagai asisten pelatih kepada dia. Saya kira Galar adalah tipikal atlet yang bisa membimbing juniorjuniornya,’’ ujar Ketua Harian Pengprov FPTI Jatim Sulistyono Dwi Nugroho.
Pelatih Puslatda Panjat Tebing Jatim Ronald Novar Mamarimbing pun memuji Galar sebagai atlet yang penting bagi Jatim. Sebagai senior, selain prestasinya mentereng, Galar dianggap sebagai atlet yang bisa menjadi contoh.
’’Sikap dan perilakunya bisa menjadi panutan atlet muda kami.
Jadi, wajar kalau dia diangkat sebagai asisten pelatih kategori speed,’’ ungkap Ronald.
Penunjukan Galar sebagai asisten pelatih, tambah Ronald, me mang tidak berlebihan. Meski usianya masih 29 tahun, dia memiliki naluri kepemimpinan yang baik. Selain itu, Galar bisa mengangkat mentalitas atlet muda di lapangan.
Ronald juga menyebut Galar sebagai sosok atlet yang disiplin.
Meski sudah berada di puslatda sejak 2003, Galar tidak pernah abai menjaga makanan, istirahat, dan terus mengonsumsi vitamin.
’’Walau sosoknya terlihat agak sedikit nakal, prestasi dia yang stabil adalah buah kedisiplinan yang amat tinggi,’’ papar pria yang juga pelatih kepala pelatnas itu.
Galar mengatakan akan berusaha terus berkiprah di arena panjat tebing dalam waktu lama. Menjadi asisten pelatih tidak membuat Galar lekas-lekas pensiun.
Selain ingin berprestasi maksimal di PON XVIII/2012, Galar membidik PON 2016 sebagai pelabuhan terakhir kiprahnya di panjat tebing. (nur/c3/diq)
Cinta Bersemi dari Puslatda
GALAR amat bahagia bergabung di pemusatan latihan daerah (puslatda) panjat tebing Jatim 100/II pada 2003. Lebih bahagia lagi, ternyata dia mendapat jodoh dari arena yang membesarkan namanya itu.
Tahun pertama di puslatda, Galar langsung jatuh cinta kepada pemanjat senior, Nani Sugiarti.
Meski usia Nani lebih tua lima tahun, itu tidak menyurutkan niat Galar untuk menjalin hubungan lebih serius.
Apalagi, Nani juga nyaman berpacaran dengan Galar. Atlet perempuan kelahiran 24 Novem ber 1978 tersebut melihat Ga lar yang saat itu berusia 20 ta hun sangat dewasa dan ber sungguh-sungguh.
”Kami nyambung dan selalu saling support. Apalagi, saat itu kami sama-sama berlaga di nomor speed. Jadi banyak diskusi juga.
Kadang pernah juga beran tem karena sama-sama di puslatda.
Tapi, kami bisa menyikapinya secara positif,” kata Nani.
Setelah puas berpacaran, Galar akhirnya memper sunting Nani pada Maret 2009. Dari pernikahannya itu, lahir bayi lelaki bernama Aleandra Putro Asmoro yang se karang berusia 1,5 tahun.
Kalau dilihat dari segi prestasi, pernikahan tersebut sebetulnya ”merugikan” Nani. Sebab, atlet asal Kota Malang itu harus rela absen dari ajang SEA Games XXVI/2011. Dalam dua tahun belakangan, Nani lebih fokus memprogram memiliki anak.
Apalagi pada kehamilan perdananya, dia sempat keguguran.
Nani seakan tidak peduli meski saat itu panjat tebing baru kali pertama ditandingkan di pesta olah raga Asia Tenggara dua tahunan tersebut. Se be narnya, pencapaian Nani sedang bagusbagusnya.
Pada PON XVII/2008 Kalimantan Timur, Nani tampil memukau dengan rengkuhan tiga medali emas. Medali tersebut diraih pada nomor estafet putri, es tafet campuran, dan beregu putri. ”Sekarang saya sedang bekerja keras untuk kembali ke puncak pe nampilan menjelang PON,” ucap Nani.
Galar sendiri mengaku sangat bahagia dengan pernikahannya.
Dia tidak rikuh meski usianya lebih muda lima tahun ketimbang sang istri. Atlet asal Surabaya tersebut berusaha menepis segala masalah yang mungkin muncul akibat perbedaan itu. ”Saya tetap memposisikan diri sebagai kepala rumah tangga. Istri juga menghormati dan mengerti batasan yang ada. Yang pasti, kami di rumah tangga ini sekarang berdiri sama dan sejajar,” papar Galar disertai anggukan Nani. (nur/c14/diq)