25 C
Medan
Wednesday, May 15, 2024

Tak Punya KTP, Ibu dan Bayi Tertahan di RS

MEDAN- Gara-gara tak punya KTP dan KK, Tiamsi Manalu (41), warga Jalan Perbatasan Krakatau Medan tertahan selama 10 hari di RSU Imelda, Jalan Bilal Ujung Medan. Tiamsi Manalu baru saja melahirkan anak keempatnya melalui operasi caecar di rumah sakit tersebut pada Minggu (24/4) lalu.

Rencananya, Tiamsi dirawat sebagai pasien Jampersal (Jaminan Persalinan). Namun, karena dia tidak memiliki KTP dan KK yang menjadi syarat utama dalam program dari Menkes RI itu, akhirnya dia dianggap sebagai pasien umum. Namun, dia tak sanggup untuk membayar biaya persalinan tersebut, karena tak memiliki uang.

Kepada wartawan koran ini, Tiamsi mengungkapkan, sebelumnya dia berserta keluarga tinggal di Sibolga kemudian merantau ke Medan. Kini Tiamsi bersama suami dan anaknya tinggal di sebuah rumah kontrakkan seharga Rp1,5 juta per tahun. Mereka sudah 4 tahun mengontrak di rumah tersebut. Namun yang mengherankan, selama 4 tahun ini mereka tidak pernah melaporkan keberadaan mereka kepada kepala lingkungan setempat untuk pendataan penduduk. Begitu juga kepala lingkungan setempat juga tidak melakukan pendataan atas warganya tersebut. Itu pula yang membuat mereka tidak memiliki KTP dan KK selama tinggal di Medan.

“Saya ini orang kurang mampu. Suami saya hanya bekerja sebagai penarik becak barang di pasar dan saya penjual bumbu masakkan di pasar. Penghasilan kami hanya cukup untuk makan sehari-hari,” kata Tiamsi saat ditemui di Lantai IV Ruang Persalinan RSU Imelda, Rabu, (4/5).

Menurutnya, saat dia hamil, mereka sudah mempersiapkan uang sebesar Rp500 ribu untuk biaya persalinan di klinik. Namun takdir berkata lain, Tiamsi tak bisa melahirkan secara normal, melainkan harus melalui operasi ceacar.
“Rencananya, saya ingin melahirkan di Klinik Nirmala, namun karena fasilitasnya tidak memadai, akhirnya dirujuk ke RSU Imelda ini,” kata Tiamsi yang melahirkan bayi dengan berat 3,2 kg ini.

Saat ditanyai mengenai Program Jampersal, Tiamsi mengaku mengetahuinya dari pihak Rumah Sakit Umum Imelda. “Saya mengetahui Jampersal itu dari RSU Imelda. Namun karena saya dan suami tidak ada KTP dan KK Medan, kami tak bisa menggunakan program tersebut,” katanya.

Kenapa tidak diurus KTP dan KK-nya? Ditanya begitu, Tiamsi lagi-lagi mengaku tak punya uang. “Untuk mengurus KTP dan KK itu kan memerlukan biaya, kami tak punya uang makanya sampai saat ini kami belum mengurusnya. Jangankan untuk mengurus KTP dan KK, untuk makan sehari-hari saja sulit Bang,” katanya.

Saat dikonfirmasi, manajemen RSU Imelda melalui Humas Walman Ritonga membantah penahanan pasien tersebut. “RSU Imelda sudah melaksanakan Jampersal. syaratnya itu sangat mudah, cuma menunjukkan KTP dan KK saja, tetapi pasien tersebut tidak memilikinya. Sementara suaminya meminta waktu untuk proses pembuatan resi KTP guna melengkapi syarat Jampersal. Sehingga istrinya, untuk sementara tetap di rumah sakit. Saya juga mengetahui dari pasien. Suami Tiamsi sudah tiga hari ini tidak pernah kembali menjengguknya ke rumah sakit,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Camat Medan Perjuang Budi Hariono saat dikonfirmasi menyarankan suami pasien segera melaporkan hal ini mengenai mereka tidak memilki KTP dan KK kepada kepala lingkungan setempat dan selanjutnya akan diproses di kelurahan. “Secepatnya suami pasien melaporkan hal ini kepada kepala lingkungan setempat biar diproses sehingga pasien bisa dikeluarkan dari rumah sakit” ujar Budi Hariono. (mag-7)

MEDAN- Gara-gara tak punya KTP dan KK, Tiamsi Manalu (41), warga Jalan Perbatasan Krakatau Medan tertahan selama 10 hari di RSU Imelda, Jalan Bilal Ujung Medan. Tiamsi Manalu baru saja melahirkan anak keempatnya melalui operasi caecar di rumah sakit tersebut pada Minggu (24/4) lalu.

Rencananya, Tiamsi dirawat sebagai pasien Jampersal (Jaminan Persalinan). Namun, karena dia tidak memiliki KTP dan KK yang menjadi syarat utama dalam program dari Menkes RI itu, akhirnya dia dianggap sebagai pasien umum. Namun, dia tak sanggup untuk membayar biaya persalinan tersebut, karena tak memiliki uang.

Kepada wartawan koran ini, Tiamsi mengungkapkan, sebelumnya dia berserta keluarga tinggal di Sibolga kemudian merantau ke Medan. Kini Tiamsi bersama suami dan anaknya tinggal di sebuah rumah kontrakkan seharga Rp1,5 juta per tahun. Mereka sudah 4 tahun mengontrak di rumah tersebut. Namun yang mengherankan, selama 4 tahun ini mereka tidak pernah melaporkan keberadaan mereka kepada kepala lingkungan setempat untuk pendataan penduduk. Begitu juga kepala lingkungan setempat juga tidak melakukan pendataan atas warganya tersebut. Itu pula yang membuat mereka tidak memiliki KTP dan KK selama tinggal di Medan.

“Saya ini orang kurang mampu. Suami saya hanya bekerja sebagai penarik becak barang di pasar dan saya penjual bumbu masakkan di pasar. Penghasilan kami hanya cukup untuk makan sehari-hari,” kata Tiamsi saat ditemui di Lantai IV Ruang Persalinan RSU Imelda, Rabu, (4/5).

Menurutnya, saat dia hamil, mereka sudah mempersiapkan uang sebesar Rp500 ribu untuk biaya persalinan di klinik. Namun takdir berkata lain, Tiamsi tak bisa melahirkan secara normal, melainkan harus melalui operasi ceacar.
“Rencananya, saya ingin melahirkan di Klinik Nirmala, namun karena fasilitasnya tidak memadai, akhirnya dirujuk ke RSU Imelda ini,” kata Tiamsi yang melahirkan bayi dengan berat 3,2 kg ini.

Saat ditanyai mengenai Program Jampersal, Tiamsi mengaku mengetahuinya dari pihak Rumah Sakit Umum Imelda. “Saya mengetahui Jampersal itu dari RSU Imelda. Namun karena saya dan suami tidak ada KTP dan KK Medan, kami tak bisa menggunakan program tersebut,” katanya.

Kenapa tidak diurus KTP dan KK-nya? Ditanya begitu, Tiamsi lagi-lagi mengaku tak punya uang. “Untuk mengurus KTP dan KK itu kan memerlukan biaya, kami tak punya uang makanya sampai saat ini kami belum mengurusnya. Jangankan untuk mengurus KTP dan KK, untuk makan sehari-hari saja sulit Bang,” katanya.

Saat dikonfirmasi, manajemen RSU Imelda melalui Humas Walman Ritonga membantah penahanan pasien tersebut. “RSU Imelda sudah melaksanakan Jampersal. syaratnya itu sangat mudah, cuma menunjukkan KTP dan KK saja, tetapi pasien tersebut tidak memilikinya. Sementara suaminya meminta waktu untuk proses pembuatan resi KTP guna melengkapi syarat Jampersal. Sehingga istrinya, untuk sementara tetap di rumah sakit. Saya juga mengetahui dari pasien. Suami Tiamsi sudah tiga hari ini tidak pernah kembali menjengguknya ke rumah sakit,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Camat Medan Perjuang Budi Hariono saat dikonfirmasi menyarankan suami pasien segera melaporkan hal ini mengenai mereka tidak memilki KTP dan KK kepada kepala lingkungan setempat dan selanjutnya akan diproses di kelurahan. “Secepatnya suami pasien melaporkan hal ini kepada kepala lingkungan setempat biar diproses sehingga pasien bisa dikeluarkan dari rumah sakit” ujar Budi Hariono. (mag-7)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/