Empat orang terdakwa kasus dugaan korupsi di sejumlah daerah di Sumatera Utara (Sumut) mengaku menjadi ‘korban’ tim audit investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut. Kini para korban itu mulai menyurati BPKP Pusat hingga presiden.
MEDAN- Sumut Pos secara ekselusif menemui ‘para korban’ audit itu di ruang menjenguk warga Rumah Tahanan (Rutan) Klas I, Tanjunggusta Medan, Rabu (4/6). Dalam pertemuan itu, ada empat orang yang mengaku dizalimi dari belasan orang lainnya yang kini menjadi warga Rutan.
Keempatnya adalah Direktur Utama PDAM Tirtanadi Sumut, Azzam Rizal, mantan Bupati Padang Lawas (Palas) Basyrah Lubis, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemkab Palas Chairul Windu, dan seorang PPTK Dinas Kehutanan Pemkab Pakpak Bharat Bahrum Sihotang.
Dalam penuturan secara ekskusif kepada Sumut Pos, keempatnya mengaku menjadi korban keganasan pekerjaan tim auditor investigasi BPKP Perwakilan Sumut. Pasalnya, sebelum ada tim auditor investigasi bekerja, tim auditor BPKP sudah melakukan pemeriksaan dan hasilnya tidak ada masalah alias baik-baik saja.
“Pada 19 Juni 2013 dikeluarkan hasil audit kinerja. Mulai dari laporan keuangan, penggunaan biaya dan pelayanan kepada masyarakat semuanya dinyatakan sehat. Anehnya, pada 2 Juli 2013 keluar laporan hasil audit kerugian negara atas permintaan Dirkrimsus Poldasu,” katanya.
Dia menyebutkan, keanehannya, hanya selisih waktu 13 hari sudah ada hasil audit yang menyebutkan ada kerugian negara. Pada kesempatan audit investigasi ini, dirinya sama sekali tidak pernah diperiksa dan tidak jelas siapa yang mengambil uang untuk memperkaya diri sendiri.
“Padahal ketika itu saya sudah ditahan sebagai tersangka. Belum diketahui berapa kerugian negara, tapi saya sudah ditahan terlebih dahulu dua bulan sebelum keluarnya audit oleh BPKP,” ujarnya didampingi mantan Kepala Divisi Keuangan Irwansyah Siregar.
Azzam menyatakan, ada persoalan besar dalam masalah penegakkan aturan tindak pidana korupsi ini. “Sisi lain saya melihat sepertinya dikriminalisasi oleh penegak hukum dikarenakan pimpinan penegak hukum ketika itu berseberangan dengan pimpinan Pemprovsu,” sebutnya.
Di tempat yang sama, mantan Bupati Palas, Basyrah Lubis mengaku, kasus yang disangkakan kepadanya terkait total loss alas hak tanah pembangunan kantor bupati dan DPRD Palas serta komplek kantor satuan kerja perangkat daerah Palas. Pembangunan bersumber dari APBD tahun kerja 2009-2012. “Karena keterbatasan anggaran, maka pengerjan dibuat multiyears,” katanya.
Seiring perjalanannya, paparnya pada pada tahun 2011, penyidik Polres Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Poldasu memeriksanya bersama Kepala Dinas PU. Pada pemeriksaan itu, alas tanah belum disertifikatkan menjadi dasar persoalan karena tak tercatat sebagai asset daerah.
“Saya sebenarnya pada tahun 2010 sudah menyurati BPKP Perwakilan Sumut untuk mengawasi kinerja dan pembangunan. Dari hasil audit itulah pada tahun 2011 disarankan agar hibah murni tanah untuk perkantoran Pemkab Palas dinaikkan statusnya dari surat hibah menjadi akta notaris serta kami diminta untuk ke ahli hukum kontrak dan sudah dilakukan oleh Kadis PU,” paparnya.
Dia menambahkan, pada 2012 keluar akta dari PPAT/Notaris. Dasar itulah, langsung didaftarkan sebagai asset Pemkab Palas. Di tengah saran dari BPKP Perwakilan Sumut, maka keluar lagi hasil kerugian negara yang menyatakan ada kerugian negara Rp6 miliar dari Rp216 miliar dana multi years yang disiapkan Pemkab Palas.
“Kami terkejut, kenapa tiba-tiba ada laporan hasil audit investigasi kerugian negara sebesar Rp6 miliar. Saya beranggapan BPKP itu satu, seperti yang saya surati. Kenapa ada lagi. Inilah yang membuat saya terkejut,” katanya didamping mantan Kadis PU Pemkab Palas.
Basyrah mengaku, apa yang dilakukannya hanya sebatas persoalan administrasi dan tidak ada masalah kerugian negara. Pasalnya adanya audit BPKP Perwakilan Sumut. “Saya bingung apa yang dibuat adalah sesuai saran BPKP, kenapa BPKP menyebutkan ada kerugian negara,” ucapnya bertanya-tanya.
Lebih lanjut, dia mengakui, kondisi yang ada sebenarnya bila sudah ada pencatatan asset daerah, maka total loss yang menjadi dasar persoalan gugur. “Ini kenapa tak menjadi pertimbangan tim investigasi BPKP dan majelis hakim,” sebutnya.
Sementara itu, seorang PPTK di Dinas Kehutanan Pemkab Pakpak Bharat, Bahrum Sihotang mengatakan, sepanjang kasus yang ada tidak pernah kejaksaan melakukan investigasi di Dinas Kehutanan Pakpak Bharat, sehingga BPKP Perwakilan Sumut yang berdasar pada hasil investigasi kejaksaan itu tidak benar.
“Saya juga korban BPKP, sekarang saya sudah melaporkan Kejari Sidikalang, Pengadilan Tipikor dan semua instansi yang memfitnah saya ke Presiden,” ujarnya.
Dia mengakui dirinya sebenarnya korban dari semua rekayasa kasus dan korban salah ketik Kejari Sidikalang. “Saya sudah laporkan semuanya dan lengkap sesuai dengan pengakuan dari Kejari Sidikalang yang salah ketik,” kata pria yang divonis 4,3 tahun.
Sebelumnya, Sumut Pos menemui Kepala Perwakilan BPKP Sumut melalui Kabag TU Ikhwansyah didampingi Kabid Investigasi Agus Dwi Praptama, Kasubbag Program dan Pelaporan Jondra dan Effendi Damanik selaku Humas BPKP.
Dalam keterangannya, Ikhwansyah menyatakan, peran BPKP ada dua. Pertama konsulting dan kedua audit. Konsulting lebih mengarah kepada pembinaan guna meningkatkan kualitas dan akuntabilitas dari kinerja pemerintah pusat maupun daerah. Sementara peran kedua BPKP, melakukan audit berdasarkan permintaan penyidik, baik dari Kejatisu maupun Poldasu.
Audit BPKP, sebutnya, ada yang bersifat operasional dan investigasi. Untuk audit operasional, BUMN/BUMD biasanya meminta BPKP mengaudit keuangan dan kinerja perusahaan mereka. Sementara audit investigatif lebih mengarah kepada kerugian negara yang dialami.
“Tentunya atas permintaan dari BUMN/BUMD masing-masing. Nah, kalau audit investigasi kebanyakan permintaan dari penyidik, sebab penyidiklah yang tahu kebutuhannya seperti apa,” jelas Ikhwansyah.
Dijelaskannya, BPKP berwenang menentukan kerugian negara yang dilakukan oknum perusahaan milik negara. Di sisi lain, selain instansi dan pihak penyidik, permintaan audit dari masyarakat tetap akan dilayani oleh BPKP. Apalagi laporan terhadap indikasi kerugian negara benar adanya.
“Akan tetapi umumnya kami banyak melakukan pengawasan dan pembinaan baik soal tata kelola keuangan, kinerja pemerintah dan operasional. Kalaupun sifatnya audit investigasi biasanya atas permintaan penyidik. Permintaan masyarakat untuk mengaudit juga siap kita layani,” tukasnya.
Kabid Investigasi Agus Dwi Praptama menambahkan, siapa saja pejabat boleh meminta BPKP untuk mengaudit, namun pihaknya tidak serta merta menerima begitu saja, sebab terlebih dahulu mempelajari bentuk kasus yang bakal ditangani.
“Karena terkadang ada yang bukan menjadi kewenangan kita. Untuk itu akan kita pelajari dulu kasusnya apa, penyimpangannya bagaimana, dan lainnya,” kata Agus.
Kini para korbannya mulai menggugat, seperti Azzam Rizal melakukan gugatan perdata dan sudah didaftarkan ke PN Medan, kemudian Bahrum Simangunsong juga melayangkan laporan ke presiden. (ril/mag-6/val)