25 C
Medan
Wednesday, December 4, 2024
spot_img

Meninggal Akibat Tabung Oksigen Kosong di RSUD dr Pirngadi: Regulator Tabung Oksigen Belum Dikalibrasi Sejak 2018

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terkait video viral pasien meninggal dunia di RSUD dr Pirngadi Medan disebut karena diberi tabung oksigen kosong, ternyata regulator tabung oksigen tersebut belum dilakukan kalibrasi pengujian sejak tahun 2018. Padahal, seharusnya kalibrasi dilakukan setiap tahun oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan.

PENJELASAN: Kepala Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan, Wahyudi Ifani, saat memberikan penjelasan kepada wartawan.idris/sumutpos.

Kepala BPFK Medan, Wahyudi Ifani menyatakan, semua alat kesehatan di rumah sakit milik Pemko Medan itu layak. Hanya saja, regulator untuk tabung oksigen tidak pernah dilakukan kalibrasi sejak beberapa tahun terakhir. “Memang secara kalibrasi rumah sakit itu tidak mengajukan kalibrasi terkait regulator oksigen, hanya alat-alat kesehatan yang lain. Didata kami tidak ada yang menyatakan alat tersebut (regulator tabung oksigen) bagus atau tidak, karena memang tidak ada pengajuannya. Sejak tahun 2018 sampai 2020 tidak ada pengajuan kalibrasi regulator itu, memang kosong,” ujar Wahyudi diwawancarai usai memberikan keterangan kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jumat (4/6) siang.

Kata Wahyudi, kedatangan pihaknya diminta klarifikasi oleh Ombudsman terkait alat regulator tabung oksigen di rumah sakit tersebut. “Tugas kami memang hanya untuk mengkalibrasi pengujian alat kesehatan rumah sakit. Namun, bukan terkait isi tabung oksigen yang kosong,” paparnya.

Menurutnya, kalibrasi sangat penting dilakukan terhadap alat-alat kesehatan di rumah sakit, apalagi alatnya berada di IGD dan ICU. Sebab, alat tersebut digunakan untuk diagnosis emergency sehingga kondisinya harus dipastikan baik. “Jadi, kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus yang terjadi sekarang ini, dampaknya terhadap pasien safety (keselamatan pasien). Dengan kata lain, muara kalibrasi pengujian itu untuk keselamatan pasien,” sebut Wahyudi.

Dia mencontohkan, tensimeter (alat pengukur tensi) kalau tidak dilakukan kalibrasi pengujian, maka yang harusnya normal bisa jadi divonis tekanan darah tinggi dan sebagainya. Karena itu, kalibrasi sangat penting dilakukan dan terlebih menyangkut nyawa pasien sehingga agar tidak terjadi kesalahan. “Tugas kami memang itu, meyakinkan alat-alat kesehatan untuk dilakukan pengujian yang standar dan sesuai peraturan berlaku,” terangnya.

Wahyudi menegaskan, kalibrasi wajib dilakukan setiap tahun selama alatnya tidak rusak. Tapi, kalau alatnya rusak tak sampai setahun, misalnya bulan Mei dikalibrasi namun bulan depannya rusak. Maka dari itu, harus dilakukan kalibrasi kembali tanpa menunggu setahun.

Disebutkan dia, untuk melakukan kalibrasi memang ada biaya yang dikenakan. Biaya tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 64/2019 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kesehatan. “Prosedurnya, rumah sakit mengajukan. Kemudian, kita susun berapa orang atau petugas dan selanjutnya kita surati kepada rumah sakit. Setelah itu, apabila disetujui maka tim turun ke lapangan,” papar Wahyudi.

Meski mewajibkan rumah sakit melakukan kalibrasi alat-alat kesehatannya setiap tahun, Wahyudi juga menyebutkan, tetapi tidak ada sanksi khusus bagi mereka yang tidak melakukannya. Kendati demikian, kalibrasi tersebut bisa berdampak terhadap reakreditasi rumah sakit dan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sebab, kemungkinan ada peraturan dari masing-masing lembaga yang mengaturnya. “Di situ lah titik lemah regulasi terkait kalibrasi pengujian alat kesehatan, tidak ada pengaturan sanksi hukuman. Memang berbeda dengan pengawasan tenaga nuklir misalnya, kalau tidak dilakukan kalibrasi pengujian maka ada sanksi kurungan penjara dan denda, bahkan sampai penutupan,” sebutnya.

Wahyudi menilai, kasus yang dialami pada RSUD dr Pirngadi tersebut apes. Artinya, kebetulan terjadi kasus itu hingga viral di media sosial. “Kebetulan lagi naasnya, dan alat tersebut tidak dilakukan kalibrasi. Padahal, alat-alat kesehatan lainnya tetap diajukan untuk kalibrasi, apalagi rumah sakit tersebut milik pemerintah,” ucap dia.

Ia menambahkan, sebelum kejadian tersebut, rumah sakit tipe B itu memang mengajukan untuk dikalibrasi tahun ini. Akan tetapi, dalam pengajuan yang disampaikan pada bulan Januari lalu tetap tidak ada daftar regulator oksigen. “Kita tidak tahu berapa jumlah regulator oksigen yang ada di rumah sakit tersebut,” pungkasnya.

Sementara, Dirut RSUD dr Pirngadi Medan dr Suryadi Panjaitan membantah bahwa mereka tak pernah melakukan pengajuan kalibrasi atas regulator tabung oksigen mereka. Suryadi mengaku, tidak ada kendala yang mereka hadapi sehingga menyebabkan tidak dilakukannya pengujian atas regulator tabung oksigen. “Tidak ada, kami tetap melakukan itu dengan pengawasan yang betul. Kami kan ada instalasi khusus untuk itu. Selalu ada pengawasan untuk itu,” katanya kepada wartawan usai memenuhi panggilan Ombudsman Sumut.

Suryadi juga mengaku, mereka tidak pernah melakukan penelantaran pasien. Bahkan, termasuk kepada pasien unregister. Karena itu, dia membantah tudingan bahwa tabung oksigen mereka kosong sehingga menyebabkan seorang pasien meninggal dunia seperti yang viral di media sosial. “Boleh kami katakan itu tidak ada. Tapi sudahlah, kita tidak usah besar-besarkan lagi karena itu masyarakat kita, masyarakat Kota Medan,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Ombudsman Sumut Abyadi Siregar mengatakan, dari penjelasan yang disampaikan BPFK Medan bahwasanya sangat penting dilakukan kalibrasi alat-alat kesehatan di RSUD dr Pirngadi Medan, termasuk regulator tabung oksigen yang diduga menjadi salah satu penyebab kematian pasien sampai viral di media sosial. “Rekan-rekan sudah bisa menilai bagaimana, karena terungkap sejak tahun 2018 RS Pirngadi Medan tidak pernah mengajukan permohonan kalibrasi atau pengujian terhadap regulator tabung oksigen,” cetusnya.

Dikatakan Abyadi, terjaminnya kualitas alat-alat kesehatan menjadi salah satu penentu keselamatan pasien. “Apabila alat kesehatan yang digunakan tidak berfungsi dengan baik, maka berarti kecil kemungkinan untuk penyelamatan pasien,” pungkasnya.

Sebelumnya, sebuah video yang menunjukkan keributan di salah satu rumah sakit viral Kota Medan viral di media sosial. Belakangan, diketahui terjadi di RSUD dr Pirngadi Medan. Dalam video tersebut, terdengar suara seorang pria yang mengambil video memarahi petugas medis yang diduga lalai merawat ibunya yang sedang kritis.

Dalam video berdurasi 56 detik tersebut, keluarga pasien menuduh perawat memberikan tabung oksigen kosong hingga sang ibu akhirnya meninggal dunia. Pasien masuk pada Rabu (19/5) dengan diagnosa diabetes dan TB. Setelah melewati perawatan sepekan, pasien meninggal dunia pada Rabu (26/5) malam. (ris/ila)

Teks foto : Kepala Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan Wahyudi Ifani saat diwawancarai usai memberikan penjelasan di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jumat (4/6). (M IDRIS)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Terkait video viral pasien meninggal dunia di RSUD dr Pirngadi Medan disebut karena diberi tabung oksigen kosong, ternyata regulator tabung oksigen tersebut belum dilakukan kalibrasi pengujian sejak tahun 2018. Padahal, seharusnya kalibrasi dilakukan setiap tahun oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan.

PENJELASAN: Kepala Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan, Wahyudi Ifani, saat memberikan penjelasan kepada wartawan.idris/sumutpos.

Kepala BPFK Medan, Wahyudi Ifani menyatakan, semua alat kesehatan di rumah sakit milik Pemko Medan itu layak. Hanya saja, regulator untuk tabung oksigen tidak pernah dilakukan kalibrasi sejak beberapa tahun terakhir. “Memang secara kalibrasi rumah sakit itu tidak mengajukan kalibrasi terkait regulator oksigen, hanya alat-alat kesehatan yang lain. Didata kami tidak ada yang menyatakan alat tersebut (regulator tabung oksigen) bagus atau tidak, karena memang tidak ada pengajuannya. Sejak tahun 2018 sampai 2020 tidak ada pengajuan kalibrasi regulator itu, memang kosong,” ujar Wahyudi diwawancarai usai memberikan keterangan kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jumat (4/6) siang.

Kata Wahyudi, kedatangan pihaknya diminta klarifikasi oleh Ombudsman terkait alat regulator tabung oksigen di rumah sakit tersebut. “Tugas kami memang hanya untuk mengkalibrasi pengujian alat kesehatan rumah sakit. Namun, bukan terkait isi tabung oksigen yang kosong,” paparnya.

Menurutnya, kalibrasi sangat penting dilakukan terhadap alat-alat kesehatan di rumah sakit, apalagi alatnya berada di IGD dan ICU. Sebab, alat tersebut digunakan untuk diagnosis emergency sehingga kondisinya harus dipastikan baik. “Jadi, kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus yang terjadi sekarang ini, dampaknya terhadap pasien safety (keselamatan pasien). Dengan kata lain, muara kalibrasi pengujian itu untuk keselamatan pasien,” sebut Wahyudi.

Dia mencontohkan, tensimeter (alat pengukur tensi) kalau tidak dilakukan kalibrasi pengujian, maka yang harusnya normal bisa jadi divonis tekanan darah tinggi dan sebagainya. Karena itu, kalibrasi sangat penting dilakukan dan terlebih menyangkut nyawa pasien sehingga agar tidak terjadi kesalahan. “Tugas kami memang itu, meyakinkan alat-alat kesehatan untuk dilakukan pengujian yang standar dan sesuai peraturan berlaku,” terangnya.

Wahyudi menegaskan, kalibrasi wajib dilakukan setiap tahun selama alatnya tidak rusak. Tapi, kalau alatnya rusak tak sampai setahun, misalnya bulan Mei dikalibrasi namun bulan depannya rusak. Maka dari itu, harus dilakukan kalibrasi kembali tanpa menunggu setahun.

Disebutkan dia, untuk melakukan kalibrasi memang ada biaya yang dikenakan. Biaya tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 64/2019 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Kesehatan. “Prosedurnya, rumah sakit mengajukan. Kemudian, kita susun berapa orang atau petugas dan selanjutnya kita surati kepada rumah sakit. Setelah itu, apabila disetujui maka tim turun ke lapangan,” papar Wahyudi.

Meski mewajibkan rumah sakit melakukan kalibrasi alat-alat kesehatannya setiap tahun, Wahyudi juga menyebutkan, tetapi tidak ada sanksi khusus bagi mereka yang tidak melakukannya. Kendati demikian, kalibrasi tersebut bisa berdampak terhadap reakreditasi rumah sakit dan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sebab, kemungkinan ada peraturan dari masing-masing lembaga yang mengaturnya. “Di situ lah titik lemah regulasi terkait kalibrasi pengujian alat kesehatan, tidak ada pengaturan sanksi hukuman. Memang berbeda dengan pengawasan tenaga nuklir misalnya, kalau tidak dilakukan kalibrasi pengujian maka ada sanksi kurungan penjara dan denda, bahkan sampai penutupan,” sebutnya.

Wahyudi menilai, kasus yang dialami pada RSUD dr Pirngadi tersebut apes. Artinya, kebetulan terjadi kasus itu hingga viral di media sosial. “Kebetulan lagi naasnya, dan alat tersebut tidak dilakukan kalibrasi. Padahal, alat-alat kesehatan lainnya tetap diajukan untuk kalibrasi, apalagi rumah sakit tersebut milik pemerintah,” ucap dia.

Ia menambahkan, sebelum kejadian tersebut, rumah sakit tipe B itu memang mengajukan untuk dikalibrasi tahun ini. Akan tetapi, dalam pengajuan yang disampaikan pada bulan Januari lalu tetap tidak ada daftar regulator oksigen. “Kita tidak tahu berapa jumlah regulator oksigen yang ada di rumah sakit tersebut,” pungkasnya.

Sementara, Dirut RSUD dr Pirngadi Medan dr Suryadi Panjaitan membantah bahwa mereka tak pernah melakukan pengajuan kalibrasi atas regulator tabung oksigen mereka. Suryadi mengaku, tidak ada kendala yang mereka hadapi sehingga menyebabkan tidak dilakukannya pengujian atas regulator tabung oksigen. “Tidak ada, kami tetap melakukan itu dengan pengawasan yang betul. Kami kan ada instalasi khusus untuk itu. Selalu ada pengawasan untuk itu,” katanya kepada wartawan usai memenuhi panggilan Ombudsman Sumut.

Suryadi juga mengaku, mereka tidak pernah melakukan penelantaran pasien. Bahkan, termasuk kepada pasien unregister. Karena itu, dia membantah tudingan bahwa tabung oksigen mereka kosong sehingga menyebabkan seorang pasien meninggal dunia seperti yang viral di media sosial. “Boleh kami katakan itu tidak ada. Tapi sudahlah, kita tidak usah besar-besarkan lagi karena itu masyarakat kita, masyarakat Kota Medan,” tandasnya.

Terpisah, Kepala Ombudsman Sumut Abyadi Siregar mengatakan, dari penjelasan yang disampaikan BPFK Medan bahwasanya sangat penting dilakukan kalibrasi alat-alat kesehatan di RSUD dr Pirngadi Medan, termasuk regulator tabung oksigen yang diduga menjadi salah satu penyebab kematian pasien sampai viral di media sosial. “Rekan-rekan sudah bisa menilai bagaimana, karena terungkap sejak tahun 2018 RS Pirngadi Medan tidak pernah mengajukan permohonan kalibrasi atau pengujian terhadap regulator tabung oksigen,” cetusnya.

Dikatakan Abyadi, terjaminnya kualitas alat-alat kesehatan menjadi salah satu penentu keselamatan pasien. “Apabila alat kesehatan yang digunakan tidak berfungsi dengan baik, maka berarti kecil kemungkinan untuk penyelamatan pasien,” pungkasnya.

Sebelumnya, sebuah video yang menunjukkan keributan di salah satu rumah sakit viral Kota Medan viral di media sosial. Belakangan, diketahui terjadi di RSUD dr Pirngadi Medan. Dalam video tersebut, terdengar suara seorang pria yang mengambil video memarahi petugas medis yang diduga lalai merawat ibunya yang sedang kritis.

Dalam video berdurasi 56 detik tersebut, keluarga pasien menuduh perawat memberikan tabung oksigen kosong hingga sang ibu akhirnya meninggal dunia. Pasien masuk pada Rabu (19/5) dengan diagnosa diabetes dan TB. Setelah melewati perawatan sepekan, pasien meninggal dunia pada Rabu (26/5) malam. (ris/ila)

Teks foto : Kepala Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan Wahyudi Ifani saat diwawancarai usai memberikan penjelasan di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jumat (4/6). (M IDRIS)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/