MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aliansi buruh dan masyarakat menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang dilakukan Pemerintah pada Sabtu (3/9) kemarin. Untuk itu, mereka akan menggelar aksi besar-besaran di kantor Gubernur Sumut dan gedung DPRD Sumut besok, Selasa (6/9).
Aksi yang digelar akan melibatkan jumlah massa yang cukup besar, terdiri dari Partai Buruh, serikat pekerja dan buruh Sumut n
seperti FSPMI,KSBSI, KSPSI AGN, SPMS, KPBI, Serikat Petani Indonesia, dan komunitas ojek online. Ketua Partai Buruh Sumut, Willy Agus Utomo mengatakan, ada beberapa alasan mengapa mereka menolak kenaikan BBM ini.
Pertama, kenaikan tersebut akan menurunkan daya beli masyarakat, yang sekarang ini sudah turun 30 persen. Dengan naiknya harga BBM, maka daya beli akan kembali turun menjadi 50 persen. “Penyebab turunnya daya beli adalah peningkatan angka inflansi menjadi 6,5 persen- 8 persen, sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket,” bebernya.
Kedua, lanjut Willy, upah buruh tidak naik dalam 3 tahun terakhir. Bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan, pemerintah dalam menghitung kenaikan UMK 2023 kembali akan menggunakan PP 36/2021. “Dengan kata lain, diduga tahun depan upah buruh juga tidak akan naik lagi,” ujarnya.
Selain itu, sambung Willy, alasan ketiga buruh menolak kenaikan BBM, karena dilakukan di tengah turunnya harga minyak dunia. Terkesan sekali, Pemerintah hanya mencari untung di tengah kesulitan rakyat. “Terkait dengan bantuan subsidi upah sebesar Rp150 ribu selama 4 bulan kepada buruh, ini hanya ‘gula-gula saja’ agar buruh tidak protes. Tidak mungkin uang Rp150 ribu akan menutupi kenaikan harga akibat inflansi yang meroket. Terlebih kenaikan ini dilakukan di tengah negara lain menurunkan harga BBM, seperti di Malaysia, dengan Ron yang lebih tinggi dari pertalite, harganya jauh lebih murah,” jelasnya.
Dia menilai, dengan naiknya harga BBM, maka ongkos energi industri akan meningkat. Hal itu bisa memicu terjadinya ledakan PHK. Oleh karena itu, tegasnya, Partai Buruh dan Serikat Buruh akan melakukan aksi, dengan menurunkan puluhan ribu massa besok, 6 September 2022. Di Jakarta, aksi akan dipusatkan di DPR RI untuk meminta Pimpinan DPR RI memanggil Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri ESDM, dan para menteri yang terkait dengan kebijakan perekonomian. “Pimpinan DPR, yakni Komisi terkait ESDM harus berani membentuk Pansus atau Panja BBM,” pintanya.
Aksi ini, katanya, juga serentak di 33 provinsi lainnya yang diorganisir oleh Partai Buruh dan KSPI. Antara lain akan dilakukan di Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, Pelanbaru, Bengkulu, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, dan Pontianak. Selanjutnya, aksi juga akan dilakukan di Makassar, Gorontalo, Sulawesi Utara (Sulut), serta dilakukan di Ambon, Ternate, Mataram, Kupang, Manokwari, dan Jayapura. “Bilamana aksi 6 September tidak didengar pemerintah dan DPR, maka Partai Buruh dan KSPI akan mengorganisir aksi lanjut dengan mengusung isu, tolak kenaikan harga BBM, tolak omnibus law, dan naikkan upah Tahun 2023 sebesar 10 persen hingga 13 persen,” tandasnya.
Godams: Kebutuhan Hidup Semakin Tinggi
Penolakan terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi juga disuarakan driver ojek online yang tergabung dalam Gabungan Ojek Roda Dua Medan Sekitar (Godams). Organisasi driver ojol yang mencakup Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deliserdang dan sekitarnya ini, menolak kenaikan BBM bersubsidi karena akan membuat kondisi ekonomi para driver Ojol semakin terpuruk. “Kami menyampaikan sikap ojol Kota Medan dan Sumatera Utara menolak kebijakan pemerintah pusat menaikkan harga BBM, Karena Pertalite merupakan BBM utama yang dipakai mayoritas driver ojek online,” kata Ketua Umum Godams, Agam Zubir kepada Sumut Pos, Minggu (4/9) siang.
Menurut Agam, kenaikan harga BBM akan menambah penderita bagi rakyat, termasuk driver ojol. “Kami para ojol di Medan dan Sumut, sangat menyesalkan kenaikan BBM ini. Kebijakan tidak populer di tengah perjuangan masyarakat yang baru saja keluar dari dampak tekanan ekonomi akibat Covid-19,” ucap Agam.
Agam menilai kenaikan BBM ini, akan disertai dengan kenaikan bahan pokok lainnya. Sedangkan, tarif ojol sendiri tidak naik dan ditambah lagi, kondisi order semakin sunyi. “Kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Namun, pendapatan driver masih banyak yang belum stabil untuk sebuah standar kelayakan. Ditambah lagi, Kelayakan jauh dari pendapatan untuk menutupi pengeluaran wajib selama ini, seperti untuk pembelian kebutuhan pangan atau sembako, listrik, bensin, paket nelpon atau data internet, perawatan rutin kendaraan dan lainnya,” kata Agam.
Dengan begitu, Agam mengatakan, pihaknya meminta para aplikator yang beroperasi di Kota Medan dan sekitarnya, seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopefood untuk juga melakukan penyesuaian tarif. “Kami minta para aplikator untuk segera melakukan melakukan penyesuaian kepada driver pasca kenaikan BBM. Karena, tarif yang diterima saat ini sangat tidak sesuai dengan biaya pengeluaran ditambah lagi untuk kebutuhan hidup,” sebut Agam.
Agam juga meminta kepada pemerintah untuk mengeluarkan penyesuaian tarif ojol yang pro kepada driver. Kemudian, jaminan insentif yang adil bagi penambahan pendapatan driver, yang telah bekerja menyelesaikan target trip order setiap harinya. “Jika para aplikator masih kurang peka dan lambat menyikapi gejolak dan keresahan drivernya saat ini. Godams akan kembali turun ke jalan bersama-sama menyuarakan aspirasi kepada pihak terkait aplikator dan pemerintah. Kemudian, meminta pemerintah pusat dan daerah selaku regulator untuk memberikan pengawasan dan keadilan kepada ojol terkait penyesuaian tarif yang adil bagi driver ojol,” tandas Agam.
Pembodohan Masyarakat
Sementara, Ketua DPP Satu Betor Johan Merdeka menilai, naiknya BBM yang dibarengi dengan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) merupakan pembodohan terhadap rakyat. “Terkait naiknya harga BBM, tentu saja akan semakin memberatkan para pekerja transportasi. Apalagi kepada abang-abang Betor, karena akan berdampak pada naiknya harga-harga barang,” kata Johan Merdeka kepada wartawan, Minggu (4/9)
Karenanya, Johan secara tegas menyatakan, menolak kenaikan harga BBM tersebut. “Kami menolak kenaikan harga BBM ini karena dalam situasi masih dalam pemulihan ekonomi pasca Covid-19, malah pemerintah menaikan harga BBM, tentu rakyat kecil yang terus-menerus menjadi korban. Stop BLT Subsidi BBM karena merupakan pembodohan kepada rakyat,” tegasnya.
Ia pun berharap kepada pemerintah agar menormalkan kembali harga BBM serta memberikan subdisi penuh kepada kendaraan untuk angkutan transportasi umum. “Berikan subdisi penuh kepada angkutan transportasi umum. Stop pembangunan IKN (proyek Ibu Kota Nusantara) yang belum prioritas bagi rakyat miskin, dan alihkan anggarannya untuk subsidi BBM buat rakyat kecil,” tandasnya.
“BBM naik, ya kan, nanti bentar lagi sembako, ongkos anak sekolah, ya mau kita apakan lagi ya, kan, begitulah pemerintah ini. Kata dia ekonomi makin baik, entahnya ekonomi siapa, aku pun tak tahu,” keluh Irfan, pengemudi becak bermotor Medan. Irfan menganggap, naiknya harga BBM ini merupakan hal yang hambar baginya dan ia pun mau tidak mau tetap haru menjalani hidupnya.
Begitu pula dengan Budi, pengemudi ojek online yang mengeluhkan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM. “Tinggi kali naiknya, Rp10 ribu pula itu, kan, ya. Di eceran naiknya jadi Rp11 ribu. Nggak tahu pula ini tarif kami naik atau nggak kan, demo lagi nanti masyarakat, peninglah,” keluhnya. (gus/dwi/mag-3)