MEDAN, SUMUTPOS.CO – Keputusan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menunda pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung di sekolah, yang awalnya direncanakan mulai awal Januari 2021, dinilai terburu-buru.
Namun Gubernur Sumut mengatakan, penundaan dilakukan karena keselamatan dan kesehatan para siswa adalah prioritas di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
“Pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) langsung ditunda, karena menimbang beberapa hal. Di antaranya adalah perlindungan keselamatan dan kesehatan peserta didik,” ujar Gubernur Sumut Edy Rahmayadi saat ditemui di Rumah Dinas Gubernur, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 41 Medan, Selasa (5/1).
Didampingi Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, R Sabrina, dan Kadis Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut, Irman Oemar, Gubsu mengatakan, keputusan menunda PTM itu berlandaskan hasil rapat Satgas Penanganan Covid-19. Termasuk adanya masukan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Psikolog Klinis, dan Ahli Epidemiologi.
“Saya telah mendengarkan masukan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Psikolog Klinis, Ahli Epidemiologi pada tanggal 30 Desember 2020 silam. Mereka memberikan masukan bahwa saat ini belum tepat melaksanakan pembelajaran tatap muka langsung pada awal 2021 sesuai kondisi,” tambahnya.
Gubernur mengatakan, pembelajaran tatap muka langsung di Sumut akan sangat memperhatikan perkembangan pandemi Covid-19 terkini di tingkat nasional dan Sumut. Namun sekolah harus tetap melaksanakan persiapan, sehingga pada saat dinyatakan dapat dilaksanakan, sekolah sudah siap 100%.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Lasro Marbun, mengatakan persiapan sekolah akan dimonitor secara berjenjang oleh Tim Satgas Covid-19 yang berkoordinasi dengan kabupaten/kota. “Pelaksanaan pembelajaran tatap muka langsung akan diberitahukan kemudian secara resmi dengan surat dari gubernur,” ujarnya.
Menurut Larso, Gubernur Edy Rahmayadi belum memberikan izin belajar tatap muka di sekolah, karena khawatir adanya korban Covid-19 dari kalangan pelajar. Apalagi saat ini terus terjadi penambahan kasus pascaliburan saat Natal dan tahun baru.
“Untuk daerah di zona hijau Covid-19, Gubernur memberikan izin sekolah dibuka, namun dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat. Untuk melakukan proses belajar tatap muka itu juga harus mendapatkan persetujuan dari Kepala Daerah di zona hijau tersebut,” terangnya.
Dinilai Terburu-buru
Keputusan Pemprov Sumut menunda PTM, dinilai terburu-buru. Padahal kegiatan tersebut dalam dilakukan secara bertahap seraya dievaluasi pelaksanaannya.
“Pendapat pribadi, saya mengusulkan PTM secara bertahap. Misalkan diterapkan di perguruan tinggi. Kemudian di sekolah SMA/SMK sederajat dan seterusnya,” kata anggota Komisi E DPRD Sumut, H Hariyanto menjawab Sumut Pos, Selasa (5/1).
Mengapa dimulai dari perguruan tinggi, kemudian disusul SMA/SMK sederajat? Karena usia mereka diharapkan sudah memiliki kematangan berpikir. “Mereka dapat menjadi contoh bagi yang lain. Begitupun harus sesuai kajian yang ada. Sembari memperketat pelaksanaan protokoler kesehatan juga melakukan evaluasi yang rutin terhadap pelaksanaan bertahap ini,” pungkasnya.
Senada, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Sumut, Hendro Susanto, ikut mempertanyakan sekaligus mengkritik keputusan Gubsu Edy Rahmayadi soal penundaan PTM di seluruh wilayah Sumut.
Ia menilai kebijakan ini terkesan terburu-buru dan mengindikasikan tidak adanya upaya konkrit dari Pemprov Sumut untuk memetakan daerah yang sudah laik menerapkan PTM, dengan memenuhi kriteria enam daftar periksa yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri.
“Dalam SKB tersebut pemerintah pusat memberikan kewenangan penuh kepada pemerintah daerah/kanwil/kantor kemenag untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah. Namun dengan syarat memenuhi enam daftar periksa,” katanya.
Enam daftar periksa pada SKB 4 menteri tentang PTM yang dimaksudkan tersebut, yakni ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan seperti toilet bersih dan laik, sarana cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir atau hand sanitizer, dan disinfektan.
Daftar periksa kedua, mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan; ketiga kesiapan menerapkan wajib masker; dan keempat, memiliki alat pengukur suhu badan (thermogun). Selanjutnya daftar periksa kelima yakni memiliki pemetaan warga satuan pendidikan sehingga diketahui siapa yang memiliki komorbiditas (penyakit penyerta) baik dari guru-gurunya, murid-muridnya.
Daftar yang tidak memiliki akses transportasi yang aman juga termasuk ke dalam pemetaan warga satuan pendidikan. Begitu juga riwayat perjalanan dari daerah yang tingkat risiko Covid-19 yang tinggi atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif Covid-19 dan belum menyelesaikan isolasi mandiri. Lalu daftar periksa keenam adalah persetujuan komite sekolah atau perwakilan orang tua/wali.
“Nah sejauh ini kita mempertanyakan, apakah Pemprovsu sudah melakukan pengecekan mengenai enam daftar periksa ini sehingga gubernur langsung menunda PTM?” ujarnya.
Ia menilai, hal ini harus dilakukan secara konkrit oleh Pemprovsu sebelum mengambil kebijakan terkait PTM. Sebab, tidak tertutup kemungkinan ada daerah yang sudah memenuhi kriteria tersebut sehingga laik untuk menerapkannya. “Kami dari Fraksi PKS sudah menyampaikan kepada gubernur terkait banyaknya masukan dari masyarakat pada saat reses Desember 2020. Mereka berharap PTM dengan menjalankan protokol kesehatan. Alasannya simpel, mereka ingin anak mereka pintar. Pembelajaran jarak jauh selama ini dinilai tidak efektif karena tidak ada pengawasan langsung guru kepada siswa,” pungkasnya.
14 Provinsi Siap Gelar Sekolah Tatap Muka
Terpisah, Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, Menengah (Dirjen PAUD Dikdasmen), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jumeri mengungkapkan, bahwa hingga saat ini sudah ada 14 provinsi yang siap menggelar sekolah tatap muka pada 2021.
Kendati, kata Jumeri, tak semua kabupaten/kota di bawah 14 provinsi itu menerapkan sekolah tatap muka di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini.
“Daerah yang sudah siap adalah ada 14 daerah (provinsi). Meskipun setiap daerah itu tidak ada yang mutlak, tidak ada yang 100 persen bisa siap,” ujarnya melalui kanal Youtube Kemendikbud RI, Selasa (5/12).
Sementara provinsi yang melakukan pembelajaran campuran sebanyak empat provinsi. Dan 16 provinsi disebut masih belum siap melakukan pembelajaran di sekolah.
“Saya sering mendapatkan pertanyaan apakah SKB 4 Menteri akan dicabut dengan banyak daerah yang menunda PTM (pembelajaran tatap muka). SKB ini enggak akan dicabut, karena SKB itu udah tepat,” katanya.
Pasalnya, menurut Jumeri, SKB itu telah memberikan keleluasaan bagi daerah ihwal pembukaan sekolah pada 2021 ini. Hal ini mengingat Pemda yang paling paham soal kondisi pandemi Covid-19 di daerahnya masing-masing.
Oleh karenanya SKB itu membebaskan keputusan untuk membuka sekolah selama pandemi kepada Pemerintah Daerah.
“Karena daeralah yang paling tahu dinamika Covid yang ada di wilayahnya masing-masing. Boleh jadi satu provinsi tidak membuka (sekolah) secara serentak,” kata Jumeri.
Ia mempersilakan bagi daerah yang sudah dianggap aman agar bisa kembali membuka pembelajaran di sekolah. “Dipersilakan kepada pimpinan daerah untuk mengambil keputusan untuk mengizinkan pembukaan satuan pendidikan untuk melayani pembelajaran tatap muka,” tegasnya. (prn/lp6)