SUMUTPOS.CO – Ribut soal pembuangan limbah PT Aquafarm Nusantara yang mencemari Danau Toba, terus bergulir. Pemprov Sumut menyurati perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) itu agar memperbaiki pengelolaan lingkungannya dalam tempo 180 hari. Tentang bersalah tidaknya PT Aquafarm mencemari Danau Toba, Pemprovsu menunggu hasil penyelidikan polisi. Poldasu sendiri masih melakukan penyelidikan, dengan berkoordinasi ke Dinas Lingkungan Hidup serta saksi ahli.
“SOAL dugaan pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan PT Aquafarm, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) sudah turun melakukan penyelidikan. Saat ini penyidik masih melakukan pengumpulan bahan bukti keterangan (Pulbaket) terkait tudingan pencemaran lingkungan hidup,” kata Direktur Reskrimsus Polda Sumut, Kombes Pol Rony Samtana, kepada Sumut Pos, kemarin.
Dalam melakukan penyelidikan, Reskrimsus berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Sumut. Selain itu, rencananya penyidik juga akan meminta keterangan saksi ahli terkait dugaan pencemaran air Danau Toba. “Saya mohon bersabar karena masih dalam penyelidikan,” sebutnya.
Sebelumnya, Pemprov Sumut melalui Dinas Lingkungan Hidup menemukan informasi terjadinya pembuangan limbah ikan matin
ke Danau Toba diduga, diduga kuat dilakukan oleh PT Aquafarm Nusantara. Perusahaan keramba jaring apung milik Swiss itu ditengarai membagi-bagikan ikan busuk kepada masyarakat, untuk ditenggelamkan ke Danau Toba.
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut), Irjen Pol Agus Andrianto, saat dikonfirmasi mengatakan, sudah memerintahkan Ditreskrimsus untuk menyelidiki soal pencemaran terrsebut.
Tentang hasil investigasi Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumut yang menyebut otak pembuangan limbah ikan adalah PT Aquafarm Nusantara, Poldasu mengatakan belum mendapatkan informasi.
DPRD: Gubsu Terkesan Kompromistis
Terpisah, kalangan DPRD Sumut bereaksi terkait kebijakan Gubernur Edy Rahmayadi, yang hanya memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada PT Aquafarm Nusantara, atas sejumlah pelanggaran yang ditemukan telah dilakukan perusahaan tersebut.
Anggota DPRD Sumut, Richard Pandapotan Sidabutar, menilai kebijakan Gubsu itu sebagai langkah kompromi. “Surat teguran Pemprovsu ke PT AN (Aquafarm Nusantara) memberi tenggat 180 hari sebenarnya langkah kompromistis. Adakah jaminan upaya pencemaran ini tdk akan terulang lagi?” katanya menjawab Sumut Pos, Selasa (5/2).
Menurut dia, jika kejadian ini terulang lagi maka sebaiknya PT Aquafarm Nusantara diberikan sanksi yang lebih tegas yaitu pencabutan izin operasional usaha. Karena menurut Richard, Danau Toba sudah menjadi isu internasional. Dan sebaiknya ada langkah-langkah cepat untuk membenahinya.
“Jangan sampai kerusakan lingkungan air danau semakin parah. Mengenai ada dugaan pelanggaran dalam kasus ini, kita mendukung aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan sesuai prosedur hukum yang berlaku,” kata politisi Partai Gerindra ini.
Pihaknya juga menyarankan, Dinas Lingkungan Hidup Sumut agar mengumumkan hasil klarifikasi/investigasi atas pelanggaran yang diduga dilakukan PT Aquafarm ke publik, sehingga duduk permasalahan ini terang benderang.
“Hal terpenting lainnya agar pemerintah pusat, provinsi dan daerah segera merealisasikan komitmennya untuk mewujudkan zero KJA (Kerambah Jaring Apung), atau perintah Perpres 81 tentang zonasi KJA,” pungkasnya.
Berbeda dengan Richard, anggota DPRD Sumut, Nezar Djoeli, mendukung kebijakan Pemprovsu yang memberi teguran tertulis kepada PT Aquafarm Nusantara. Menurutnya, Gubsu tidak bisa langsung berinteraksi kepada PT Aquafarm, dan harus menyerahkan urusan sama DLH untuk menyurati ke kementerian atas persoalan yang terjadi.
“Sehingga bagian penindakan akan turun dan menginvestigasi terhadap persoalan yang ada dan atas temuan-temuan di lapangan. Setelah itu baru kementrian mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin usaha atau pelanggaran sesuai UU 32/2009 untuk ditindaklanjuti kepada aparat penegak hukum agar segera memberikan sanksi kepada perusahaan. Jadi pada prinsipnya, secara pribadi saya mendukung kebijakan tersebut,” pungkasnya.
Pemprovsu Tunggu Penyelidikan Polisi
Sekdaprovsu Raja Sabrina mengatakan, UU tentang Lingkungan Hidup memberi kewenangan kepada kepala daerah, dalam hal ini Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, untuk menjatuhkan sanksi manakala terjadi pelanggaran. Akan tetapi lebih dulu sanksi administrasi dari 4 kategori sanksi yang ada.
Jika sanksi tidak diindahkan, akan ada paksaan oleh pemerintah. Jika tidak diindahkan juga, barulah dilakukan pembekuan sampai ke pencabutan izin.
“Itu ada tingkatan-tingkatannya. Tidak boleh langsung melakukan tindakan, tapi teguran dulu. Kalau tidak diindahkan akan ada tindakan paksaan oleh pemerintah dan akhirnya pencabutan izin,” katanya.
Investigasi DLH Sumut terhadap bangkai ikan yang dibuang ke danau, sebut Sabrina, menemukan sejumlah pelanggaran oleh Aquafarm. Yaitu pertama, kelebihan kapasitas produksi. Kata dia, berdasarkan SK Gubernur Sumut Nomor 660/4223/Tahun 2009 tentang Daya Dukung atau Daya Tampung Danau Toba, kepada Aquafarm sudah diminta melakukan revisi terhadap dokumen pengelolaan lingkungan hidup.
“Akan tetapi oleh Aquafarm belum dilakukan,” katanya.
Kedua, Aquafarm tidak melakukan pengolahan limbah cair pada unit produksinya di Kabupaten Serdangbedagai. Hal ini merupakan pelanggaran.
Terhadap hasil investigasi itu, pihaknya sejauh ini telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Karena kasusnya sudah ditangani institusi penegak hukum. “Bersalah atau tidaknya Aquafarm, penyidikan pihak kepolisan ditunggu,” ujarnya.
Tentang skema pengurangan produksi oleh Aquafarm, Sabrina menyatakan telah meminta perusahaan Swiss tersebut agar mengikuti. Dan buktinyua diserahkan ke Pemprovsu. Selain itu, Aquafarm diminta merevisi dokumen pengelolaan limbahnya.
“Dalam membuat skema pengurangan produksi, tergantung daya dukung dan daya tampung Danau Toba. Bukan hanya mereka yang berusaha di sana, ada juga masyarakat lain,” pungkasnya. (dvs/prn)