MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Dinas Pendidikan (Disdik) mengatakan masih akan mengkaji Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
“Salinannya sudah kita terima. Tapi ya nantilah kita kaji dan pelajari dulu,” ucap Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan, Adlan SPd MM, kepada Sumut Pos, Kamis (4/2).
Dikatakan Adlan, ia belum membaca salinan SKB secara keseluruhan, sehingga belum mengetahui secara rinci apa isi dan maksud dari SKB 3 menteri dimaksud.
Di sisi lain, Adlan menilai persoalan seragam itu belum bersifat mendesak. Pasalnya hingga saat ini para siswa belum memulai sistem belajar tatap muka di sekolah. Sebab siswa/i masih menjalani sistem belajar daring karena pandemi Covid-19 yang masih berlanjut. “Anak sekolah juga masih belajar dari rumah, belum ada yang tatap muka di sekolah,” katanya.
Namun dalam waktu dekat, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Medan akan melakukan rapat pembahasan mengenai SKB tersebut. “Kita akan rapatkan dulu untuk memahami isinya dan bagaimana langkah ke depan. Yang jelas, pemerintah daerah akan memproses itu sesuai dengan arahan yang tercantum di situ,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan kadis ini, Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan, Sudari ST, meminta kepada Disdik Kota Medan untuk segera mempelajari SKB 3 Menteri yang dimaksud dan menerapkan aturan yang tertera di dalamnya.
“Perkara sistem belajar tatap muka di sekolah masih belum diketahui kapan akan dimulai, itu nanti. Yang pasti sekarang, kita minta Disdik segera membahasnya. Sebab SKB 3 menteri itu hal yang penting dan harus ditindaklanjuti dengan segera,” kata Sudari.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem, Menteri dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai seragam sekolah, Rabu (3/2).
SKB 3 Menteri tersebut mengatur tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik dan Tenaga Kependidikan di sekolah negeri untuk sekolah dasar dan menengah.
Disebutkan, Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Pemda dan kepala sekolah juga wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama itu ditetapkan.
Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan itu, ada sanksi yang akan diberikan, yakni Pemda memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik, dan atau tenaga kependidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
Pemda Diminta Sesuaikan Perda
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) segera menyesuaikan peraturan-peraturan daerah dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri.
“Jika mungkin ada yang tidak sesuai, untuk segera menyesuaikan. Saya juga mengingatkan bahwa terdapat sejumlah aturan-aturan yang dapat menjadi, dapat diberikan sanksi bagi pihak-pihak yang tidak sesuai dengan keputusan tiga menteri ini,” ujar Tito dalam pengumuman SKB dikutip Youtube Kemendikbud RI, Kamis (4/2).
Tito mengatakan, tujuan penerbitan SKB tiga menteri, antara lain menjaga eksistensi Ideologi dan konsensus dasar bernegara. Yakni, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, pendidikan yang mencerminkan moderasi keagamaan dan toleransi atas keragaman agama, serta menjadi langkah bagi pemda untuk penyesuaian bagi peraturan yang ada.
Menurut Tito, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri telah ditugaskan untuk mengevaluasi dan mengkaji peraturan-peraturan daerah yang berbau intolerasi. Namun, sejak adanya putusan Mahkamah Konsitusi (MK) terhadap Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, Kemendagri tidak dapat menganulir atau membatalkan perda yang dinilai intoleran atau berbau SARA.
“Saya sudah menugaskan kepada ada dirjen khusus, yaitu dirjen polpum untuk mengevaluasi dan mengkaji tentang peraturan-peraturan daerah yang mungkin berbau intoleransi,” kata Tito.
Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam keputusan bersama tiga menteri adalah satu, keputusan bersama ini mengatur secara spesifik sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemda. Dua, peserta didik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dengan kekhususan agama.
Tiga, pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Empat, pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut kekhususan paling lambat 30 hari sejak keputusan bersama ditetapkan.
Lima, jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini maka akan diberikan sanksi kepada pihak yang melanggar. Pemda memberikan sanksi kepada sekolah, pendidik dan atau tenaga kependidikan; gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota, Kemendagri memberikan sanksi kepada gubernur, dan Kemendikbud memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya
Tindaklanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu, Kemenag melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
Enam, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari keputusan bersama ini sesuai dengan kekhususan Aceh berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (map/rep)