Mengikuti Perayaan Hari Raya Nyepi di Medan
Umat Hindu merayakan Hari Raya Nyepi yang jatuh pada hari Sabtu (5/3). Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu merupakan hari untuk intropeksi diri sehingga tidak boleh melakukan empat kegiatan dalam satu hari satu malam. Seperti apa perayaannya di Kota Medan?
JHONSON SIAHAAN, Medan
Kemarin umat Hindu di Kota Medan hanya berada di dalam rumah dan pura untuk merenung dan intropeksi diri atas segala perbuatan dan tingkah lakunya dalam setahun. Pantauan wartawan Sumut Pos di Pura Agung Reksa Buana, Jalan Polonia, Medan, suasana pura sangat sepi.
Karena pintu pura tertutup, wartawan Sumut Pos memanggil dari luar pintu gerbang. Tak berapa lama seorang pria mengenakan kain sarung membukakan pintu. Wartawan Koran ini pun memperkenalkan diri. Pria itu pun mempersilakan masuk ke dalam kompolek pura.
Begitu berada di dalam wartawan koran ini melihat umat Hindu yang berada di dalam pura sedang tidur-tiduran dan ada juga yang membaca Kitab Suci Weda. Tidak berapa lama kemudian seorang prian
bernama Agung (20),
warga Jalan Sei Asahan, Medan Baru mendekati wartawan koran ini.
“Ada apa?” tanya pria berkacamata tersebut. Wartawan koran ini pun menerangkan niat kedatangannya hendak meliput kegiatan perayaan Hari Raya Nyepi. Agung pun angkat bicara mengenai perayaan Hari Raya Nyep. Diceritakan Agung, Hari Raya Nyepi merupakan hari tidak melakukan kegiatan apapun dalam satu hari satu malam.
“Tidak ada acara yang dilakukan dalam 1 hari 1 malam ini. Kami hanya tidur tidak melakukan kegiatan apapun termasuk tidak makan dan minum. Tidak ada acara ibadah khusus yang dilakukan dan ibadah masih tetap seperti biasa 3 kali dalam sehari,” ujarnya.
Diterangkan Agung, Hari Raya Nyepi hanya diisi dengan membaca Kitab Suci Weda. “Selain tidur, umat Hindu yang ada di dalam Pura Agung Reksa Buana ini membaca Kitab Suci Weda. Ada 4 hal di dalam perayaan Hari Raya Nyepi yang tidak boleh dilakukan yakni menyalakan api, berpergian, foya-foya atau bersenang-senang dan bekerja,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan I Ketut Adi (23), warga Jalan Mangaan III, Mabar, Medan Labuhan yang ditemui dipura itu. “Kita diminta untuk intropeksi diri akan perbuatan dan tingkah laku kita masing-masing setahun ini. Begitu juga dengan tahun-tahun sebelumnya,” tukasnya.
Pendeta Pura Agung Reksa Buana, Jalan Polonia, Medan Polonia, Mangku I Wayan Sukantra kepada wartawan koran ini juga mengatakan hal yang sama. Diterangkannya, Hari Raya Nyepi ini dilakukan sesuai dengan 4 rangkain Hari Raya Nyepi yaitu Melis atau Melastri, Taur Keseng, Nyepi dan Ngemak Geni. “Pada rangkaian ke-3 yaitu Nyepi inilah kita semua umat Hindu tidak boleh melakukan kegiatan apapun,” katanya.
Ditambahkannya, sebelum tiba Hari Raya Nyepi, semua umat Hindu harus sudah selesai melakukan kegiataanya satu hari sebelum hari raya.
“Ini merupakan puasa penuh dan satu hari sebelum Hari Raya Nyepi semua kegiatan harus sudah selesai. Kalau di dalam pura sendiri, kita wajib memakai ikat pinggang (senteng, Red) dan saput atau kamben (hamben, Red). Nyepi diisi dengan bersemedi, bertapa dan beryoga,” ucapnya.
I Wayan Sukantra menambahkan, segala sesuatu kegiatan boleh dilakukan setelah Hari Raya Nyepi. “Empat hal yang tidak boleh dilakukan selama Nyepi diantaranya tidak boleh menyalakan api (Amati Geni), tidak boleh beraktivitas atau bekerja (Amati Karya), tidak boleh berpergian (Amati Lelungan) dan tidak boleh berfoya-foya atau bersenang-senang (Amati Lelaungaun). Kita berdiam diri penuh untuk mengintropeksi diri,” cetusnya.
I Wayan Sukantra menceritakan, pada Hari Raya Nyepi ini umat Hindu diminta menjaga alam dan keseimbangannya karena alam merupakan titipan Tuhan. “Filosofi umat Hindu itu ibarat buah kelapa air suci yang berasal dari perut bumi yang menggantung di atas langit. Kelapa itu mengandung minyak tetapi tidak bisa dilihat, seperti itulah Tuhan. Ada tetapi tidak bisa terlihat, namun hanya ada di hati umatnya masing-masing,” ungkapnya.(*)