22.5 C
Medan
Sunday, January 19, 2025

Rencana Pembangunan Jalan Tol Kota Medan, Warga: Berapa Ganti Ruginya?

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana pembangunan jalan tol dalam kota yang digagas PT Citra Marga Nusaphala Persada dengan PT Ardhi Karya, belum diketahui sebagian besar warga yang berdomisili di kawasan Sungai Deli. Saat diminta tanggapan soal ancaman penggusuran, warga relatif berbeda-beda pendapat. Secara umum warga mengatakan, tidak mau dirugikan dalam rencana tersebut.

Tol dalam kota itu direncanakan memiliki panjang 30,97 km yang terdiri dari 3 seksi, yakni Seksi I Helvetia-Titi Kuning sepanjang 14,28 km, Seksi II Titi Kuning-Pulo Brayan sepanjang 12,84 km dan Seksi III Titi Kuning-Amplas sepanjang 4,25 km. Pembangunannya murni investasi dari swasta senilai Rp7 triliun.

Ruas jalan tol dalam kota ini akan dibangun mengikuti aliran Sungai Deli. Persisnya, berada di pinggir Sungai Deli. Pembangunannya akan dimulai pada Juni 2019 dan ditargetkan rampung dalam dua tahun, yakni Juni 2021.

Dengan adanya pembangunan ini, sekitar 118 kepala keluarga warga yang bermukim di sekitar pinggiran Sungai Deli akan direlokasi. Kemudian lahan-lahan warga yang terkena lahan tol, akan dibayarkan ganti rugi sesuai ketentuannya. Semua dananya berasal dari investor.

Sejumlah warga di kawasan Sungai Deli mengaku menolak rencana relokasi yang akan dilakukan. “Kami belum ada mendengar rencana pembangunan jalan tol dalam kota ini. Kalau benar, ya tak mau lah kami. Kenapa harus daerah kami ini yang digusur? Apa tak ada daerah lain rupanya? Apa lebih penting jalan tol dalam kota itu daripada kami di sini,” kata Steven, warga di Jalan Sei Deli yang rumahnya tepat membelakangi Sungai Deli tersebut kepada Sumut Pos, Selasa (5/3).

Menurutnya, banyak warga yang belum mengetahui hal tersebut. Steven menyebutkan, dirinya dan keluarganya telah nyaman tinggal di kawasan tersebut. “Kami di sini belum tahu soal itu. Kalaupun misalnya kami tahu, belum tentu juga kami mau pindah. Udah nyaman kami (tinggal) di sini, sudah puluhan tahun sejak orang tua kami dulu-dulu”, ungkapnya.

Tak hanya itu, Ernawati yang juga merupakan warga sekitar mengatakan, mereka keberatan kalau harus digusur dari pemukiman yang telah lama ditinggalinya itu. “Kalau memang betul mau digusur, ya jangan asal gusur sajalah. Ada nggak ganti ruginya? Berapa ganti ruginya? Harus jelas, jangan sampai kami dirugikan. Biaya ganti ruginya juga harus bisa untuk kami beli rumah di lokasi lain. Jangan nanti digusur, terus kami tak tahu mau tinggal di mana. Apalagi kalaupun harganya cocok, belum tentu juga semua setuju, soalnya udah enak tinggal di sini,” cetusnya.

Menyikapi penolakan masyarakat atas pembangunan jalan tol dalam kota, Pemprovsu berharap Pemko Medan dan Pemkab Deliserdang melakukan pendekatan persuasif serta edukasi kepada masyarakat. Meyakinkan masyarakat atas rencana tersebut merupakan hal penting, dalam rangka kelancaran pembangunan dimaksud. “Sudah barang tentu peran serta pemerintah setempat sangat penting dalam hal ini. Bagaimana melakukan pendekatan agar masyarakat mendukung pembangunan jalan tol tersebut,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut, H Irman menjawab Sumut Pos, kemarin.

Pembangunan jalan tol dalam kota ini, menurutnya penting sebagai salah satu solusi mengatasi kemacetan arus lalu lintas di Kota Medan dan sekitarnya. Terlebih akan ikut dibangun jalur tol khusus sepeda motor nantinya. “Kita harapkan dengan dibangunnya jalan tol tersebut akan mengurai kemacetan di beberapa titik rawan macat, karena direncanakan jalan tol dapat dilalui roda dua maupun roda empat. Kita juga harapkan masyarakat mendukung pelaksanaan pembangunannya,” katanya.

Di satu sisi, pihaknya mengingatkan, kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan dan akan menerima ganti rugi atas tanahnya, supaya nantinya dapat menunjukkan bukti kepemilikan tanah dan bangunannya. “Sehingga bisa diganti rugi dengan wajar dan sesuai harga pasar oleh pemerintah nantinya,” katanya.

Diakuinya, pembangunan jalan tol dalam kota nantinya akan melalui Sungai Deli. Di mana bertujuan untuk menata kembali kawasan daerah aliran sungai (DAS) sesuai fungsinya, dan warga yang selama ini bermukim direlokasi ke tempat lebih laik. “Harapan pak gubernur kawasan Sei Deli dapat direvitalisasi menjadi kawasan wisata dan tempat bermainnya warga sehingga menjadi asri dan bersih,” ujarnya.

Senada dengan Irman, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Medan Salman Alfarisi juga meminta Pemko Medan untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan mulai sekarang kepada masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Deli. Sebab dia yakin, warga pasti menolak direlokasi karena berdampak terhadap mata pencaharian kehidupan mereka.

“Jangan sampai menimbulkan kegaduhan dan konflik lagi. Makanya pendekatan dilakukan secara persuasif dan dibangun tempat rekolasi terlebih dahulu. Jangan main relokasi paksa, tanpa ada tempat penampungan sementara,” cetus Salman.

Pada dasarnya, politisi PKS ini mendukung rencana pembangunan jalan tol dalam kota tersebut. Akan tetapi, dia meminta jalur tol nantinya jangan memanfaatkan jalan yang ada. Melainkan, harus dibangun jalur baru. “Apabila dibangun jalur baru, tentu kami sangat setuju dan mendukung. Sebab, jalan yang ada di Medan saat ini sudah tak memadai. Apalagi, dimanfaatkan untuk jalan tol, maka pastinya bukan menjadi solusi tapi malah membuat kemacetan semakin parah,” kata Salman.

Dia juga berharap, tarif tol nantinya yang ditetapkan jangan terlalu mahal. Setidaknya, sesuai standar sehingga tidak memberatkan masyarakat. “Kalau tarif tolnya mahal, tentu menambah beban baru. Apalagi, tol sepeda motor dibebankan biaya,” ujarnya.

Disebutnya, di beberapa negara tetangga, tol sepeda motor digratiskan karena tujuannya untuk mengurai kemacetan, bukan bisnis. “Makanya, disarankan untuk tol sepeda motor tidak berbayar karena sebagian besar masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah,” ucapnya.

Sekretaris Komisi D DPRD Medan, Ilhamsyah juga mengatakan, pembangunan jalan tol dalam kota harus benar-benar mengatasi kemacetan. Jangan pula ketika sudah rampung dibangun, malah menjadi sumber kemacetan baru. Sebagai contoh, di pintul Tol Amplas sering terjadi kemacetan. Antrean panjang kendaraan yang masuk pintu tol tersebut mengganggu kenyamanan pengguna jalan umum. “Silahkan saja kalau memang sudah ada MoU dilakukan Pemprovsu dengan Pemko Medan. Tapi yang pasti, dilakukan kajian mendalam untuk benar-benar mengatasi kemacetan,” ujarnya.

Mengenai tol sepeda motor, sambung Ilhamsyah, dia tidak setuju. Alasannya, sangat berbahaya dan menambah jumlah angka kecelakaan. “Sepeda motor itu adalah kendaraan yang sangat rentan dengan kecelakaan. Apalagi, di Medan ini terkenal dengan pengendara yang tidak tertib berlalu lintas sehingga belum perlu dibangun tol khusus tersebut sebelum budaya lalu lintasnya benar-benar tertib,” sebut Ilhamsyah.

Terpisah, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengatakan, tol dalam kota itu sengaja dibangun di pinggiran Sungai Deli karena untuk meminimalisir ganti rugi. “Sengaja dipilih daerah pinggiran sungai, karena biaya yang akan dikeluarkan untuk ganti rugi lebih irit sehingga dapat memaksimalkan hasil pembangunan,” kata Eldin yang ditemui usai menghadiri acara di Hotel Santika Dyandra Medan, Selasa (5/3) siang.

Menurut Eldin, dalam proyek ini, Pemko Medan hanya memfasilitasi saja karena tujuannya untuk mengatasi kemacetan. Tak hanya itu, berdampak positif juga terhadap perekonomian. Namun, tidak dijelaskan secara detail bagaimana dampaknya. “Untuk keuntungan secara ekonomi nantinya akan dibicarakan lebih lanjut bagaimana, apa yang harus dilakukan ke depannya,” ujarnya.

Terkait adanya penolakan warga direlokasi, Eldin menyatakan, nanti akan dibicarakan kepada warga. Sebab, warga belum melihat manfaatnya bagaimana untuk kepentingan pembangunan. “Sesuatu yang masih baru pasti ada pro dan kontra, kecuali pengantin baru,” tukasnya.

Sementara pengamat tata kota, Rafriandi Nasution mengatakan, Pemprovsu harus memaparkan studi kelayakan proyek tersebut kepada publik. Tujuannya agar publik tahu bahwa keberadaan jalan tol memang sudah menjadi kebutuhan. “Pada dasarnya setuju adanya pembangunan jalan tol dalam kota. Akan tetapi, apakah memang jalan tol menjadi hal yang urgensi? Makanya, perlu dilakukan kajian mendalam dan dibeberkan kepada publik,” katanya.

Dia menuturkan, keberadaan jalan tol diyakini tidak menjadi solusi mengatasi kemacetan. Contohnya, seperti di Jakarta yang banyak jalur tol tetapi tetap juga kemacetan tak terhindarkan. Malahan, kemungkinan semakin memperparah. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun akses kereta api. “Cobalah lakukan terobosan yang brilian, bukan sekedar latah bangun jalan tol mengikuti Jakarta. Lihat saja di sana, ada jalan tol tetapi tidak mengatasi kemacetan secara maksimal,” pungkas dia.(mag-1/prn/ris)

no picture

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rencana pembangunan jalan tol dalam kota yang digagas PT Citra Marga Nusaphala Persada dengan PT Ardhi Karya, belum diketahui sebagian besar warga yang berdomisili di kawasan Sungai Deli. Saat diminta tanggapan soal ancaman penggusuran, warga relatif berbeda-beda pendapat. Secara umum warga mengatakan, tidak mau dirugikan dalam rencana tersebut.

Tol dalam kota itu direncanakan memiliki panjang 30,97 km yang terdiri dari 3 seksi, yakni Seksi I Helvetia-Titi Kuning sepanjang 14,28 km, Seksi II Titi Kuning-Pulo Brayan sepanjang 12,84 km dan Seksi III Titi Kuning-Amplas sepanjang 4,25 km. Pembangunannya murni investasi dari swasta senilai Rp7 triliun.

Ruas jalan tol dalam kota ini akan dibangun mengikuti aliran Sungai Deli. Persisnya, berada di pinggir Sungai Deli. Pembangunannya akan dimulai pada Juni 2019 dan ditargetkan rampung dalam dua tahun, yakni Juni 2021.

Dengan adanya pembangunan ini, sekitar 118 kepala keluarga warga yang bermukim di sekitar pinggiran Sungai Deli akan direlokasi. Kemudian lahan-lahan warga yang terkena lahan tol, akan dibayarkan ganti rugi sesuai ketentuannya. Semua dananya berasal dari investor.

Sejumlah warga di kawasan Sungai Deli mengaku menolak rencana relokasi yang akan dilakukan. “Kami belum ada mendengar rencana pembangunan jalan tol dalam kota ini. Kalau benar, ya tak mau lah kami. Kenapa harus daerah kami ini yang digusur? Apa tak ada daerah lain rupanya? Apa lebih penting jalan tol dalam kota itu daripada kami di sini,” kata Steven, warga di Jalan Sei Deli yang rumahnya tepat membelakangi Sungai Deli tersebut kepada Sumut Pos, Selasa (5/3).

Menurutnya, banyak warga yang belum mengetahui hal tersebut. Steven menyebutkan, dirinya dan keluarganya telah nyaman tinggal di kawasan tersebut. “Kami di sini belum tahu soal itu. Kalaupun misalnya kami tahu, belum tentu juga kami mau pindah. Udah nyaman kami (tinggal) di sini, sudah puluhan tahun sejak orang tua kami dulu-dulu”, ungkapnya.

Tak hanya itu, Ernawati yang juga merupakan warga sekitar mengatakan, mereka keberatan kalau harus digusur dari pemukiman yang telah lama ditinggalinya itu. “Kalau memang betul mau digusur, ya jangan asal gusur sajalah. Ada nggak ganti ruginya? Berapa ganti ruginya? Harus jelas, jangan sampai kami dirugikan. Biaya ganti ruginya juga harus bisa untuk kami beli rumah di lokasi lain. Jangan nanti digusur, terus kami tak tahu mau tinggal di mana. Apalagi kalaupun harganya cocok, belum tentu juga semua setuju, soalnya udah enak tinggal di sini,” cetusnya.

Menyikapi penolakan masyarakat atas pembangunan jalan tol dalam kota, Pemprovsu berharap Pemko Medan dan Pemkab Deliserdang melakukan pendekatan persuasif serta edukasi kepada masyarakat. Meyakinkan masyarakat atas rencana tersebut merupakan hal penting, dalam rangka kelancaran pembangunan dimaksud. “Sudah barang tentu peran serta pemerintah setempat sangat penting dalam hal ini. Bagaimana melakukan pendekatan agar masyarakat mendukung pembangunan jalan tol tersebut,” kata Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut, H Irman menjawab Sumut Pos, kemarin.

Pembangunan jalan tol dalam kota ini, menurutnya penting sebagai salah satu solusi mengatasi kemacetan arus lalu lintas di Kota Medan dan sekitarnya. Terlebih akan ikut dibangun jalur tol khusus sepeda motor nantinya. “Kita harapkan dengan dibangunnya jalan tol tersebut akan mengurai kemacetan di beberapa titik rawan macat, karena direncanakan jalan tol dapat dilalui roda dua maupun roda empat. Kita juga harapkan masyarakat mendukung pelaksanaan pembangunannya,” katanya.

Di satu sisi, pihaknya mengingatkan, kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan dan akan menerima ganti rugi atas tanahnya, supaya nantinya dapat menunjukkan bukti kepemilikan tanah dan bangunannya. “Sehingga bisa diganti rugi dengan wajar dan sesuai harga pasar oleh pemerintah nantinya,” katanya.

Diakuinya, pembangunan jalan tol dalam kota nantinya akan melalui Sungai Deli. Di mana bertujuan untuk menata kembali kawasan daerah aliran sungai (DAS) sesuai fungsinya, dan warga yang selama ini bermukim direlokasi ke tempat lebih laik. “Harapan pak gubernur kawasan Sei Deli dapat direvitalisasi menjadi kawasan wisata dan tempat bermainnya warga sehingga menjadi asri dan bersih,” ujarnya.

Senada dengan Irman, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Medan Salman Alfarisi juga meminta Pemko Medan untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan mulai sekarang kepada masyarakat yang tinggal di pinggir Sungai Deli. Sebab dia yakin, warga pasti menolak direlokasi karena berdampak terhadap mata pencaharian kehidupan mereka.

“Jangan sampai menimbulkan kegaduhan dan konflik lagi. Makanya pendekatan dilakukan secara persuasif dan dibangun tempat rekolasi terlebih dahulu. Jangan main relokasi paksa, tanpa ada tempat penampungan sementara,” cetus Salman.

Pada dasarnya, politisi PKS ini mendukung rencana pembangunan jalan tol dalam kota tersebut. Akan tetapi, dia meminta jalur tol nantinya jangan memanfaatkan jalan yang ada. Melainkan, harus dibangun jalur baru. “Apabila dibangun jalur baru, tentu kami sangat setuju dan mendukung. Sebab, jalan yang ada di Medan saat ini sudah tak memadai. Apalagi, dimanfaatkan untuk jalan tol, maka pastinya bukan menjadi solusi tapi malah membuat kemacetan semakin parah,” kata Salman.

Dia juga berharap, tarif tol nantinya yang ditetapkan jangan terlalu mahal. Setidaknya, sesuai standar sehingga tidak memberatkan masyarakat. “Kalau tarif tolnya mahal, tentu menambah beban baru. Apalagi, tol sepeda motor dibebankan biaya,” ujarnya.

Disebutnya, di beberapa negara tetangga, tol sepeda motor digratiskan karena tujuannya untuk mengurai kemacetan, bukan bisnis. “Makanya, disarankan untuk tol sepeda motor tidak berbayar karena sebagian besar masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah,” ucapnya.

Sekretaris Komisi D DPRD Medan, Ilhamsyah juga mengatakan, pembangunan jalan tol dalam kota harus benar-benar mengatasi kemacetan. Jangan pula ketika sudah rampung dibangun, malah menjadi sumber kemacetan baru. Sebagai contoh, di pintul Tol Amplas sering terjadi kemacetan. Antrean panjang kendaraan yang masuk pintu tol tersebut mengganggu kenyamanan pengguna jalan umum. “Silahkan saja kalau memang sudah ada MoU dilakukan Pemprovsu dengan Pemko Medan. Tapi yang pasti, dilakukan kajian mendalam untuk benar-benar mengatasi kemacetan,” ujarnya.

Mengenai tol sepeda motor, sambung Ilhamsyah, dia tidak setuju. Alasannya, sangat berbahaya dan menambah jumlah angka kecelakaan. “Sepeda motor itu adalah kendaraan yang sangat rentan dengan kecelakaan. Apalagi, di Medan ini terkenal dengan pengendara yang tidak tertib berlalu lintas sehingga belum perlu dibangun tol khusus tersebut sebelum budaya lalu lintasnya benar-benar tertib,” sebut Ilhamsyah.

Terpisah, Wali Kota Medan Dzulmi Eldin mengatakan, tol dalam kota itu sengaja dibangun di pinggiran Sungai Deli karena untuk meminimalisir ganti rugi. “Sengaja dipilih daerah pinggiran sungai, karena biaya yang akan dikeluarkan untuk ganti rugi lebih irit sehingga dapat memaksimalkan hasil pembangunan,” kata Eldin yang ditemui usai menghadiri acara di Hotel Santika Dyandra Medan, Selasa (5/3) siang.

Menurut Eldin, dalam proyek ini, Pemko Medan hanya memfasilitasi saja karena tujuannya untuk mengatasi kemacetan. Tak hanya itu, berdampak positif juga terhadap perekonomian. Namun, tidak dijelaskan secara detail bagaimana dampaknya. “Untuk keuntungan secara ekonomi nantinya akan dibicarakan lebih lanjut bagaimana, apa yang harus dilakukan ke depannya,” ujarnya.

Terkait adanya penolakan warga direlokasi, Eldin menyatakan, nanti akan dibicarakan kepada warga. Sebab, warga belum melihat manfaatnya bagaimana untuk kepentingan pembangunan. “Sesuatu yang masih baru pasti ada pro dan kontra, kecuali pengantin baru,” tukasnya.

Sementara pengamat tata kota, Rafriandi Nasution mengatakan, Pemprovsu harus memaparkan studi kelayakan proyek tersebut kepada publik. Tujuannya agar publik tahu bahwa keberadaan jalan tol memang sudah menjadi kebutuhan. “Pada dasarnya setuju adanya pembangunan jalan tol dalam kota. Akan tetapi, apakah memang jalan tol menjadi hal yang urgensi? Makanya, perlu dilakukan kajian mendalam dan dibeberkan kepada publik,” katanya.

Dia menuturkan, keberadaan jalan tol diyakini tidak menjadi solusi mengatasi kemacetan. Contohnya, seperti di Jakarta yang banyak jalur tol tetapi tetap juga kemacetan tak terhindarkan. Malahan, kemungkinan semakin memperparah. Oleh karena itu, sebaiknya dibangun akses kereta api. “Cobalah lakukan terobosan yang brilian, bukan sekedar latah bangun jalan tol mengikuti Jakarta. Lihat saja di sana, ada jalan tol tetapi tidak mengatasi kemacetan secara maksimal,” pungkas dia.(mag-1/prn/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/