26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Medan Tenggelam, Tinggal Tunggu Waktu

Bangunan Menjamur di Bantaran Sungai

MEDAN- Jangan bermain-main dengan keseimbangan alam kalau tidak mau menanggung akibat fatal. Terkait hal itu, tiga pemerhati lingkungan dan tata kota menantang Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk bertindak bijak, demi keselamatan warga kota.

Pemerhati lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jaya Arjuna, menantang Pemko membongkar bangunan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan penyempitan sungai. Cukup mengikuti peraturan yang menentukan berapa jarak bangunan yang boleh berdiri di dekat sungai.

“Kalau sudah menyalahi aturan, bongkarlah. Jangan diam saja. Kalau Pemko tidak berani, tinggal menunggu waktu bagi Medan untuk tenggelam,” tegas Jaya Arjuna kepada Sumut Pos, Selasa (5/4).

Pemerhati Tata Kota Medan Abdul Rahim Siregar menjelaskan, penurunan kemampuan Sungai Babura dan Sungai Deli menampung debit air akibat penyempitan sungai, tidak terlepas dari banyaknya bangunan di DAS yang menyalahi aturan. Pendirian bangunan itu berkorelasi dengan pengurusan izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), penerbitan surat izin pendirian bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemko Medan terkesan begitu mudah.
“Jangan karena uang saja. Pikirkan juga dampak yang ditimbulkan. Bayangkan saja, dalam beberapa bulan ini saja Medan sudah dua kali dilanda banjir,” tegasnya.

Abdul Rahim mendukung penertiban bangunan di DAS dan menuntut ketegasan Pemko Medan dalam bersikap. “Kenapa tidak? Harus ada langkah-langkah tegas, jangan hanya cakap-cakap. Patut juga digarisbawahi, banjir ini baru aba-aba dari yang menciptakan alam ini,” tandasnya lagi.
Mantan anggota DPRD Medan periode lalu ini tidak setuju bila permasalahan ini hanya ditimpakan pada developer, pemilik atau pengelola gedung di bantaran sungai. “Pemko Medanlah pihak yang paling bertanggung jawab,” ungkapnya.

Selain bangunan di DAS, banjir juga disebabkan ketidakmampuan Medan menyiapkan drainase yang memadai. Sejatinya, ada dua sistem drainase yakni sistem drainase primer (sungai) dan sistem drainase sekunder yakni parit dan selokan. “ Medan belum siap untuk itu. Ke depan, harus ada kesinambungan perencanaan dan pemetaan kota yang lebih baik. Dalam hal ini, anggota dewannya juga harus proaktif,” tukas Abdul Rahim.

Arsitek muda Medan Sulaiman Sembiring menuturkan, genangan air akibat banjir secara langsung mengurangi kekuatan struktur bangunan yang tergenang. Dampaknya antara lain, terjadi penurunan pondasi dan penyerapan air dinding bangunan semakin menurun. “Kalau bangunannya pakai pondasi pancang, tidak terlalu bermasalah. Tapi kalau pakai pondasi tapak, ini lah yang riskan,” kata alumni Jurusan Artsitektur Institut Teknologi Medan (ITM) Medan.

Dari sisi kekuatan, pondasi pancang lebih tangguh dibandingkan pondasi tapak. Sebab, pondasi pancang biasanya terlebih dulu dilakukan pemasangan paku bumi berdiameter kecil sekitar 10 cm-20 cm. Kalau untuk jembatan paku buminya berukuran 40 cm sampai 50 cm.

Khusus untuk bangunan di DAS, arsitek Jembatan Sudirman Medan ini memaparkan, berdirinya bangunan di DAS secara langsung membuat bibir sungai menyempit. Namun, keberadaan bangunan di DAS itulah yang rawan. Pasalnya, bangunan berdiri di lahan dengan struktur tanah yang relatif tidak terlalu kuat jika dibandingkan tanah yang berada di dataran biasa.

“Keberadaan bangunan di DAS itu membuat beban bagi sungai. Karena membuat resapan air baik pada sungai dan tanah di sekitaran sungai itu menurun karena beban bangunan yang ada. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah rancangan aturan tata kota yang lebih riil lagi, agar bisa membatasi bahkan melarang pendirian bangunan-bangunan di sepanjang DAS. Meskipun memang ada aturan yang membolehkan pendirian bangunan di dekat sungai dengan jarak antara 10 meter sampai 15 meter,” tuturnya.

Terkait ambruknya bangunan Akademi Kebidanan (Akbid) Senior di Padang Bulan, selain dikarenakan rendaman air, mungkin bangunan tersebut hanya menggunakan pondasi tapak. “Terlalu banyaknya air yang menggenang akan mengurangi daya resap dinding. Secara otomatis struktur bangunan juga akan berubah. Ditambah lagi, genangan air itu juga berdampak pada kekuatan tanah yang menjadi tempat berdirinya bangunan itu. Itu selain dari sisi pondasinya,” bebernya.

Pirngadi Gratiskan Biaya Pasien Rujukan

Ada kabar baik bagi warga Medan yang menderita sakit akibat banjir besar Jumat (1/4) lalu. Direktur RSUD dr Pirngadi Medan Dewi F Syahnan SpTHT menyebutkan, rumah sakit tersebut menggratiskan perawatan pasien rujukan korban banjir. “Ini kita lakukan karena masalah ini merupakan bencana. Dalam undang-undang sudah ditegaskan, korban bencana gratis berobat. Ini juga sudah saya instruksikan di petugas UGD agar merawat gratis korban banjir yang masuk. Tapi sejauh ini belum ada pasien korban banjir yang masuk,” katanya.

Sementara itu, 1.818 warga Medan terserang berbagai penyakit pasca banjir besar Jumat (1/4) lalu. Dari jumlah tersebut, penderita infeksi saluran pernafasan atas (ispa) mencapai 50 hingga 60 persen. Disusul penyakit batuk yang disebabkan masuk angin, hipertensi, gagal-gatal dan infeksi kulit.

Kepala Dinas Kota Medan Edwin Effendi melalui Kabid Penanggulangan Masalah Kesehatan, Rumondang, di ruang kerjanya menyebutkan warga yang terserang penyakit tersebut berdasarkan jumlah warga yang berobat di 52 posko kesehatan yang tersebar di 12 kecamatan.

Kecamatan Medan Maimun menjadi daerah yang warganya paling banyak mengeluh terserang penyakit dengan pasien 235 orang. Disusul Medan Johor dengan 218 pasien dengan penyakit demam, menceret, Ispa, luka dan gatal-gatal serta gastrinis. Kemudian dihari keempat pasca banjir sebanyak 67 warga lainnya juga mengeluhkan penyakit yang sama.

Wilayah Desa Lalang Medan Sunggal juga terdapat 68 warga yang mengeluh sakit pasca banjir. Sedangkan di Kecamatan Medan Labuhan tercacat 166 warga mengeluhkan pening, demam dan Ispa.

Kepala Dinas KesehatanSumut, Candra Syafei SPOG, menyebutkan pihaknya sudah menggerakan sumber daya yang ada di Regional Medan untuk membantu Dinkes Kota Medan dan kabupaten/kota lain yangg terkena banjir termasuk pendirian beberapa posko kesehatan dan dokter. Selain itu, di Kecamatan Medan Polonia terdapat empat posko Kesehatan, Medan Maimun ada 2 posko keseharan serta Medan Labuhan (Martubung) dibuka satu.

Kerugian Infrastruktur Rp50 M

Banjir yang melanda 14 kecamatan Kota Medan menimbulkan kerugian infrastruktur Rp50 miliar. Kerusakan itu berada di 100 titik lebih kerusakan jalan dan drainase. Demikian disampaikan Kepala Dinas Bina Marga Kota Medan, Gunawan Surya Lubis usai menerima kunjungan kerja Komisi D DPRD Medan di kantornya, kemarin.
Kerusakan itu meliputi masalah jalan, drainase dan dua jembatan Aloha di Medan Labuhan dan jembatan gantung di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia.

Persoalan ini secara perlahan akan dituntaskan mulai dengan meningkatkan pelaksanaan patching menggunakan aspal mixing plan (AMP). Selanjutnya, dilaksanakan pengaspalannya oleh tenaga out sourching Dinas Bina Marga sendiri. “Setiap harinya lima armada kami dan para petugas kami melakukan patching di Kota Medan, tapi semuanya belum bisa mewakilinya. Karena jalan di Kota Medan sangat panjang mencapai 3 ribu Km,” sebutnya.
Sementara itu, untuk pelaksanaan pembangunan jalan dan drainase di Kota Medan pada 2011 ini Dinas Bina Marga mengucurkan anggaran Rp188 miliar. Sebesar 30 persen atau Rp40 miliar diantaranya berada di 4 kecamatan yang ada di kawasan Medan utara.

Anggota Komisi D DPRD Medan, Ahmad Arif menyampaikan, perbaikan kerusakan akibat banjir tak boleh ditunda-tunda. “Sehingga kerusakan infrastruktur tak mempangaruhi kerusakan infrastruktur yang masih bagus,” sebutnya. (ari/mag-7/ril)

Bangunan Menjamur di Bantaran Sungai

MEDAN- Jangan bermain-main dengan keseimbangan alam kalau tidak mau menanggung akibat fatal. Terkait hal itu, tiga pemerhati lingkungan dan tata kota menantang Pemerintah Kota (Pemko) Medan untuk bertindak bijak, demi keselamatan warga kota.

Pemerhati lingkungan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Jaya Arjuna, menantang Pemko membongkar bangunan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) yang mengakibatkan penyempitan sungai. Cukup mengikuti peraturan yang menentukan berapa jarak bangunan yang boleh berdiri di dekat sungai.

“Kalau sudah menyalahi aturan, bongkarlah. Jangan diam saja. Kalau Pemko tidak berani, tinggal menunggu waktu bagi Medan untuk tenggelam,” tegas Jaya Arjuna kepada Sumut Pos, Selasa (5/4).

Pemerhati Tata Kota Medan Abdul Rahim Siregar menjelaskan, penurunan kemampuan Sungai Babura dan Sungai Deli menampung debit air akibat penyempitan sungai, tidak terlepas dari banyaknya bangunan di DAS yang menyalahi aturan. Pendirian bangunan itu berkorelasi dengan pengurusan izin analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), penerbitan surat izin pendirian bangunan (IMB) yang dikeluarkan Pemko Medan terkesan begitu mudah.
“Jangan karena uang saja. Pikirkan juga dampak yang ditimbulkan. Bayangkan saja, dalam beberapa bulan ini saja Medan sudah dua kali dilanda banjir,” tegasnya.

Abdul Rahim mendukung penertiban bangunan di DAS dan menuntut ketegasan Pemko Medan dalam bersikap. “Kenapa tidak? Harus ada langkah-langkah tegas, jangan hanya cakap-cakap. Patut juga digarisbawahi, banjir ini baru aba-aba dari yang menciptakan alam ini,” tandasnya lagi.
Mantan anggota DPRD Medan periode lalu ini tidak setuju bila permasalahan ini hanya ditimpakan pada developer, pemilik atau pengelola gedung di bantaran sungai. “Pemko Medanlah pihak yang paling bertanggung jawab,” ungkapnya.

Selain bangunan di DAS, banjir juga disebabkan ketidakmampuan Medan menyiapkan drainase yang memadai. Sejatinya, ada dua sistem drainase yakni sistem drainase primer (sungai) dan sistem drainase sekunder yakni parit dan selokan. “ Medan belum siap untuk itu. Ke depan, harus ada kesinambungan perencanaan dan pemetaan kota yang lebih baik. Dalam hal ini, anggota dewannya juga harus proaktif,” tukas Abdul Rahim.

Arsitek muda Medan Sulaiman Sembiring menuturkan, genangan air akibat banjir secara langsung mengurangi kekuatan struktur bangunan yang tergenang. Dampaknya antara lain, terjadi penurunan pondasi dan penyerapan air dinding bangunan semakin menurun. “Kalau bangunannya pakai pondasi pancang, tidak terlalu bermasalah. Tapi kalau pakai pondasi tapak, ini lah yang riskan,” kata alumni Jurusan Artsitektur Institut Teknologi Medan (ITM) Medan.

Dari sisi kekuatan, pondasi pancang lebih tangguh dibandingkan pondasi tapak. Sebab, pondasi pancang biasanya terlebih dulu dilakukan pemasangan paku bumi berdiameter kecil sekitar 10 cm-20 cm. Kalau untuk jembatan paku buminya berukuran 40 cm sampai 50 cm.

Khusus untuk bangunan di DAS, arsitek Jembatan Sudirman Medan ini memaparkan, berdirinya bangunan di DAS secara langsung membuat bibir sungai menyempit. Namun, keberadaan bangunan di DAS itulah yang rawan. Pasalnya, bangunan berdiri di lahan dengan struktur tanah yang relatif tidak terlalu kuat jika dibandingkan tanah yang berada di dataran biasa.

“Keberadaan bangunan di DAS itu membuat beban bagi sungai. Karena membuat resapan air baik pada sungai dan tanah di sekitaran sungai itu menurun karena beban bangunan yang ada. Maka dari itu, dibutuhkan sebuah rancangan aturan tata kota yang lebih riil lagi, agar bisa membatasi bahkan melarang pendirian bangunan-bangunan di sepanjang DAS. Meskipun memang ada aturan yang membolehkan pendirian bangunan di dekat sungai dengan jarak antara 10 meter sampai 15 meter,” tuturnya.

Terkait ambruknya bangunan Akademi Kebidanan (Akbid) Senior di Padang Bulan, selain dikarenakan rendaman air, mungkin bangunan tersebut hanya menggunakan pondasi tapak. “Terlalu banyaknya air yang menggenang akan mengurangi daya resap dinding. Secara otomatis struktur bangunan juga akan berubah. Ditambah lagi, genangan air itu juga berdampak pada kekuatan tanah yang menjadi tempat berdirinya bangunan itu. Itu selain dari sisi pondasinya,” bebernya.

Pirngadi Gratiskan Biaya Pasien Rujukan

Ada kabar baik bagi warga Medan yang menderita sakit akibat banjir besar Jumat (1/4) lalu. Direktur RSUD dr Pirngadi Medan Dewi F Syahnan SpTHT menyebutkan, rumah sakit tersebut menggratiskan perawatan pasien rujukan korban banjir. “Ini kita lakukan karena masalah ini merupakan bencana. Dalam undang-undang sudah ditegaskan, korban bencana gratis berobat. Ini juga sudah saya instruksikan di petugas UGD agar merawat gratis korban banjir yang masuk. Tapi sejauh ini belum ada pasien korban banjir yang masuk,” katanya.

Sementara itu, 1.818 warga Medan terserang berbagai penyakit pasca banjir besar Jumat (1/4) lalu. Dari jumlah tersebut, penderita infeksi saluran pernafasan atas (ispa) mencapai 50 hingga 60 persen. Disusul penyakit batuk yang disebabkan masuk angin, hipertensi, gagal-gatal dan infeksi kulit.

Kepala Dinas Kota Medan Edwin Effendi melalui Kabid Penanggulangan Masalah Kesehatan, Rumondang, di ruang kerjanya menyebutkan warga yang terserang penyakit tersebut berdasarkan jumlah warga yang berobat di 52 posko kesehatan yang tersebar di 12 kecamatan.

Kecamatan Medan Maimun menjadi daerah yang warganya paling banyak mengeluh terserang penyakit dengan pasien 235 orang. Disusul Medan Johor dengan 218 pasien dengan penyakit demam, menceret, Ispa, luka dan gatal-gatal serta gastrinis. Kemudian dihari keempat pasca banjir sebanyak 67 warga lainnya juga mengeluhkan penyakit yang sama.

Wilayah Desa Lalang Medan Sunggal juga terdapat 68 warga yang mengeluh sakit pasca banjir. Sedangkan di Kecamatan Medan Labuhan tercacat 166 warga mengeluhkan pening, demam dan Ispa.

Kepala Dinas KesehatanSumut, Candra Syafei SPOG, menyebutkan pihaknya sudah menggerakan sumber daya yang ada di Regional Medan untuk membantu Dinkes Kota Medan dan kabupaten/kota lain yangg terkena banjir termasuk pendirian beberapa posko kesehatan dan dokter. Selain itu, di Kecamatan Medan Polonia terdapat empat posko Kesehatan, Medan Maimun ada 2 posko keseharan serta Medan Labuhan (Martubung) dibuka satu.

Kerugian Infrastruktur Rp50 M

Banjir yang melanda 14 kecamatan Kota Medan menimbulkan kerugian infrastruktur Rp50 miliar. Kerusakan itu berada di 100 titik lebih kerusakan jalan dan drainase. Demikian disampaikan Kepala Dinas Bina Marga Kota Medan, Gunawan Surya Lubis usai menerima kunjungan kerja Komisi D DPRD Medan di kantornya, kemarin.
Kerusakan itu meliputi masalah jalan, drainase dan dua jembatan Aloha di Medan Labuhan dan jembatan gantung di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia.

Persoalan ini secara perlahan akan dituntaskan mulai dengan meningkatkan pelaksanaan patching menggunakan aspal mixing plan (AMP). Selanjutnya, dilaksanakan pengaspalannya oleh tenaga out sourching Dinas Bina Marga sendiri. “Setiap harinya lima armada kami dan para petugas kami melakukan patching di Kota Medan, tapi semuanya belum bisa mewakilinya. Karena jalan di Kota Medan sangat panjang mencapai 3 ribu Km,” sebutnya.
Sementara itu, untuk pelaksanaan pembangunan jalan dan drainase di Kota Medan pada 2011 ini Dinas Bina Marga mengucurkan anggaran Rp188 miliar. Sebesar 30 persen atau Rp40 miliar diantaranya berada di 4 kecamatan yang ada di kawasan Medan utara.

Anggota Komisi D DPRD Medan, Ahmad Arif menyampaikan, perbaikan kerusakan akibat banjir tak boleh ditunda-tunda. “Sehingga kerusakan infrastruktur tak mempangaruhi kerusakan infrastruktur yang masih bagus,” sebutnya. (ari/mag-7/ril)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/