MEDAN, SUMUTPOS.CO – Masyarakat diminta untuk waspada dengan tawaran jasa atau produk keuangan atau jenis-jenis investasi yang menjanjikan keuntungan tinggi. Sebab, saat ini banyak investasi ilegal atau bodong.
Apalagi tercatat, ada 1.230 perusahaan teknologi finansial (Fintech) sector peer to peer lending illegal atau layanan keuangan digital illegal.
Atas hal itu, Regional 5 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) mengandeng Satgas Waspada Investasi (SWI) untuk melakukan antisipasi tindak investasi ilegal itu.
“Kita ketahui saat ini tingkat kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam berinvestasi semakin meningkat. Namun demikian, tingkat kesadaran dan kemampuan investasi tersebut tidak diimbangi dengan meningkatnya literasi dan keuangan serta kemampuan teknologi,” kata Kepala Kantor Regional 5 OJK Sumbagut, Yusup Anshori dalam sosialisasi Waspada Investasi Ilegal bersama sejumlah instansi dan perusahaan di Kota Medan, Kamis (5/9) pagi.
Yusup mengatakan, diperlukan ketelitian dan kehati-hatian masyarakat untuk mencari investasi yang legal dan tidak bermasalah.”Tidak jarang pula praktik-praktik penawaran investasi ini yang dimanfaatkan atau memanfaatkan figur-figur yang dikenal di masyarakat dengan menggunakan berbagai ragam media,” jelas Yusup.
Yusup mengaku pihaknya melakukan penanganan yang efektif untuk setiap dugaan tindak pidana di bidang penghimpunan dan pengelolaan investasi di masyarakat. Tujuannya agar tidak menimbulkan korban dan kerugian yang banyak lagi.
“Akhir-akhir ini sejumlah kegiatan investasi ilegal yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak memiliki izin baik dari OJK dan instansi lain seperti money gap, Multi Level Marketing (MLM) dan masih banyak lagi. Untuk itu, perlu banyak kerjasama dengan masyarakat dan berbagai instansi yang berwenang untuk mencegah hal serupa agar tidak muncul lagi,” tutur Yusup.
Melalui sosialisasi ini diharapkan ke depannya masyarakat Sumut lebih cerdas dalam memilih produk investasi yang benar. Bukan tergiur dengan riba hasil yang ditawarkan, tetapi harus jelas kelegalan perusahaannya.
Sementara itu, Ketua Umum SWI, Tongam Lumban Tobing mengungkapkan, pihaknya telah menangani sebanyak 1230 perusahaan teknologi finansial (Fintech) untuk sector peer to peer lending illegal. Dari kasus yang ditangani, rata-rata perusahaan tersebut menggunakan server dari luar negeri.
“Servernya ada dari Amerika, Cina, Singapura, Malaysia dan lainnya. Kita tidak ada data soal ini, karena alamatnya gak jelas, nama gak jelas, hanya virtualnya aja,” kata Tongam.
Tongam mengatakan, sudah pasti Fintech ilegal ini sangat merugikan masyarakat. Karena, ketidakjelasan pengelolaan perusahaannya. “Potensi penerimaan pajak tidak didapatkan oleh negara, kita juga tidak tahu potensi fintech karena banyak yang tidak terdaftar. Bahayanya, kita tidak tahu modal mereka darimana, bisa saja ini terkait pencucian uang. Sementara masyarakat juga akan dirugikan dengan bunga yang besar,” katanya.
Ia menghimbau untuk masyarakat agar terus berhati-hati. Kemudian, dengan cepat percaya dengan nilai investasi ditawarkan. Sedangkan masyarakat yang ingin tahu Fintech legal bisa mengecek di call center 157.
“Jangan meminjam uang untuk kebutuhan konsumtif, tapi produktif. Misalnya, untuk pengembangan usaha, pinjamlah sesuai kemampuan bayar, dan jangan meminjam untuk membayar hutang. Masyarakat harus cerdas juga dalam meminjam,” pungkasnya.(gus/ila)