32 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Lahan di Gaharu Tetap Dipakai

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Memasuki tahun 2015, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre I Sumut Aceh masih fokus ke pembangunan jalur ganda, mulai dari Bandar Kalipah hingga ke Medan. Sementara itu, untuk perluasan wilayah operasional penunjang, areal KA di Gaharu belum kembali dilakukan.

“Kita masih fokus untuk jalur ganda mungkin setelah itu baru Gaharu lagi,” kata Humas PT KAI Sumut Aceh, Jaka Jarkasih kepada Sumut Pos, Selasa (6/1).

Saat ditanyai, apakah pihaknya telah memberikan surat ataupun peringatan untuk pengosongan lahan terbaru dengan deadline yang pasti.

Jaka mengaku belum ada mengeluarkan surat lagi. “Belum, gak ada,” ujarnya.

Sebelumnya, Jaka mengatakan, pembangunan penunjang operasional seperti parkir ini akan dilakukan di areal seluas 4,52 hektare di Jalan Gaharu I dan II dan waktu pengosongan awalnya dideadline hingga akhir Mei 2014 lalu.

“Tanah tersebut merupakan aset milik PT KA. Penetapan aset tersebut diakui di dalam ground kaart (alas hak di zaman Belanda). Dulunya, sebelum tahun 60-an, di atas tanah aset tersebut hanya terdapat 234 rumah dinas milik KA, namun lambat laun karena lahan tersebut terbengkalai, akhirnya masuk pendatang yang kemudian membangunan tempat tinggal, hingga kini jumlahnya sudah mencapai 357 bangunan,” katanya.

Lanjutnya, di wilayah tersebut sudah dilakukan audit, tercatat hanya 10-an bangunan tempat tinggal saja ditempati pegawai aktif. Sisanya, sebanyak 125 bangunan di tempati pensiunan, lalu 27 bangunan PT KA di huni orang luar. Kemudian sebanyak 58 unit dipinjam pakai TNI sebagai rumah dinas, serta 15 rumah ditempati pihak Telkom dan 117 sisanya menjadi bangunan liar.

“Untuk itu, kita berharap agar masyarakat yang menempati lahan tersebut dapat segera dikosongkan, hingga batas waktu yang ditentukan,” katanya.

Dikatakannya, PT KAI akan memberikan upah bongkar sebesar Rp200 ribu untuk bangunan nonpermanen dan sebesar Rp250 ribu untuk bangunan permanen. “Tidak ada uang ganti rugi, karena warga yang bermukim di wilayah tersebut sudah dibiarkan untuk menetap hingga puluhan tahun tanpa dikenakan biaya sewa,” katanya. (put/adz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Memasuki tahun 2015, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre I Sumut Aceh masih fokus ke pembangunan jalur ganda, mulai dari Bandar Kalipah hingga ke Medan. Sementara itu, untuk perluasan wilayah operasional penunjang, areal KA di Gaharu belum kembali dilakukan.

“Kita masih fokus untuk jalur ganda mungkin setelah itu baru Gaharu lagi,” kata Humas PT KAI Sumut Aceh, Jaka Jarkasih kepada Sumut Pos, Selasa (6/1).

Saat ditanyai, apakah pihaknya telah memberikan surat ataupun peringatan untuk pengosongan lahan terbaru dengan deadline yang pasti.

Jaka mengaku belum ada mengeluarkan surat lagi. “Belum, gak ada,” ujarnya.

Sebelumnya, Jaka mengatakan, pembangunan penunjang operasional seperti parkir ini akan dilakukan di areal seluas 4,52 hektare di Jalan Gaharu I dan II dan waktu pengosongan awalnya dideadline hingga akhir Mei 2014 lalu.

“Tanah tersebut merupakan aset milik PT KA. Penetapan aset tersebut diakui di dalam ground kaart (alas hak di zaman Belanda). Dulunya, sebelum tahun 60-an, di atas tanah aset tersebut hanya terdapat 234 rumah dinas milik KA, namun lambat laun karena lahan tersebut terbengkalai, akhirnya masuk pendatang yang kemudian membangunan tempat tinggal, hingga kini jumlahnya sudah mencapai 357 bangunan,” katanya.

Lanjutnya, di wilayah tersebut sudah dilakukan audit, tercatat hanya 10-an bangunan tempat tinggal saja ditempati pegawai aktif. Sisanya, sebanyak 125 bangunan di tempati pensiunan, lalu 27 bangunan PT KA di huni orang luar. Kemudian sebanyak 58 unit dipinjam pakai TNI sebagai rumah dinas, serta 15 rumah ditempati pihak Telkom dan 117 sisanya menjadi bangunan liar.

“Untuk itu, kita berharap agar masyarakat yang menempati lahan tersebut dapat segera dikosongkan, hingga batas waktu yang ditentukan,” katanya.

Dikatakannya, PT KAI akan memberikan upah bongkar sebesar Rp200 ribu untuk bangunan nonpermanen dan sebesar Rp250 ribu untuk bangunan permanen. “Tidak ada uang ganti rugi, karena warga yang bermukim di wilayah tersebut sudah dibiarkan untuk menetap hingga puluhan tahun tanpa dikenakan biaya sewa,” katanya. (put/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/