26 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

LPSI RI Bersama Fakultas HUKUM UMSU Gelar Seminar Nasional

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seminar Nasional dan Open Ceremony Internal Moot Court Competition Jilid VI yang diselenggarakan oleh Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum UMSU, Selasa (7/3) di Auditorium Kampus UMSU Jalan Muhtar Basri Medan.

Hadir pada seminar Wakil Rektor III Dr.Rudianto.M.Si dan pembukaan kompetisi internal Moot Court, bersama Dr. Manager Nasution, Wakil Ketua LPSI RI), Iskandar Marwanto MH Kepala Bagian Litigasi dan Perlindungan Saksi KPK-RI), Dr. Ade Mansar, Praktisi Hukum Pascasarjana UMSU dan Dekan Fakultas Hukum Dr. Faisal, Ketua Komunitas Peradilan Semu Akhmad Rivaldi Nasution serta ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Medan.

Wakil Rektor III UMSU Dr. Rudianto memberi apresiasi kepada Fakultas Hukum dan Komunitas Peradilan Semu (KPS) yang telah menggagas acara seminar nasional dan kompetisi praktik peradilan semu jilid VI. Seminar yang menghadirkan pakar dan ahli dibidangnya tentu saja menjadi nutrisi penting bagi mahasiswa dalam mendalami banyak aspek terkait persoalan hukum.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum UMSU Dr. Faisal SH M.Hum berharap dengan seminar nasional terkait dengan perlindungan saksi kepada justice Colaborator akan memberikan pencerahan terutama seputar permasalahan ‘perlindungan terhadap saksi’

Kata Faisal, dari Kasus Fredi Sambo kita bisa belajar banyak. Bagaimana ceritanya seorang saksi yang melakukan penembakan kemudian menjadi Justice Collaborator dan kemudian hukumannya bisa menjadi ringan, tanya Faisal. Seminar Nasional kali ini akan dijelaskan secara terang benderang oleh ahlinya dari LPSK-RI dan KPI RI.

Pada seminar yang menghadirkan tiga narasumber itu, Dr. Manager Nasution menjelaskan, saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Berdasarkan UU LPSK maka seorang Justice Collaboratorm bisa mendapatkan penghargaan atas kesaksian berupa: keringanan penjatuhan, pidana; atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.

Seminar yang dipandu Raja lubis respon dari pembicara seperti Pakar Hukum UMSU Dr. Adi Mansar mengungkapkan fakwah bahwa berdasarkan temuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hingga 24 November 2021, jumlah narapidana yang menjadi justice collaborator untuk kasus korupsi adalah sebanyak 209 orang. Lembaga yang paling banyak memberikan status justice collaborator pada napi korupsi adalah kejaksaan, yakni 173 orang.

Lembaga pemberi status justice collaborator terbanyak kedua adalah KPK, yakni kepada 22 orang. Sedangkan institusi kepolisian memberikan status itu untuk 14 orang.

Jumlah justice collaborator dalam kasus korupsi pun jauh lebih sedikit dibandingkan kasus narkotika. Dari informasi yang dihimpun LPSK, jumlah status justice collaborator yang dikeluarkan penegak hukum terkait tindak pidana narkotika sudah mencapai 27.124 orang, terhitung hingga 24 November 2021.

Kepala Bidang Legitasi dan Perlindungan Saksi KPK-RI, Iskandar Marwanto menjelaskan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. (Pasal 1 angka 26 KUHAP).

Terkait, Justice Collaborator (JC) adalah saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan (SKB 2011: KPK-POLRI-LPSK-Kejaksaan).

Iskandar Marwanto mengatakan, kini terjadi trend penurunan permintaan dan penetapan status sebagai JC oleh para tersangka, terdakwa maupun terpidana TPK.(rel/tri)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Seminar Nasional dan Open Ceremony Internal Moot Court Competition Jilid VI yang diselenggarakan oleh Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum UMSU, Selasa (7/3) di Auditorium Kampus UMSU Jalan Muhtar Basri Medan.

Hadir pada seminar Wakil Rektor III Dr.Rudianto.M.Si dan pembukaan kompetisi internal Moot Court, bersama Dr. Manager Nasution, Wakil Ketua LPSI RI), Iskandar Marwanto MH Kepala Bagian Litigasi dan Perlindungan Saksi KPK-RI), Dr. Ade Mansar, Praktisi Hukum Pascasarjana UMSU dan Dekan Fakultas Hukum Dr. Faisal, Ketua Komunitas Peradilan Semu Akhmad Rivaldi Nasution serta ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Medan.

Wakil Rektor III UMSU Dr. Rudianto memberi apresiasi kepada Fakultas Hukum dan Komunitas Peradilan Semu (KPS) yang telah menggagas acara seminar nasional dan kompetisi praktik peradilan semu jilid VI. Seminar yang menghadirkan pakar dan ahli dibidangnya tentu saja menjadi nutrisi penting bagi mahasiswa dalam mendalami banyak aspek terkait persoalan hukum.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum UMSU Dr. Faisal SH M.Hum berharap dengan seminar nasional terkait dengan perlindungan saksi kepada justice Colaborator akan memberikan pencerahan terutama seputar permasalahan ‘perlindungan terhadap saksi’

Kata Faisal, dari Kasus Fredi Sambo kita bisa belajar banyak. Bagaimana ceritanya seorang saksi yang melakukan penembakan kemudian menjadi Justice Collaborator dan kemudian hukumannya bisa menjadi ringan, tanya Faisal. Seminar Nasional kali ini akan dijelaskan secara terang benderang oleh ahlinya dari LPSK-RI dan KPI RI.

Pada seminar yang menghadirkan tiga narasumber itu, Dr. Manager Nasution menjelaskan, saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Berdasarkan UU LPSK maka seorang Justice Collaboratorm bisa mendapatkan penghargaan atas kesaksian berupa: keringanan penjatuhan, pidana; atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.

Seminar yang dipandu Raja lubis respon dari pembicara seperti Pakar Hukum UMSU Dr. Adi Mansar mengungkapkan fakwah bahwa berdasarkan temuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hingga 24 November 2021, jumlah narapidana yang menjadi justice collaborator untuk kasus korupsi adalah sebanyak 209 orang. Lembaga yang paling banyak memberikan status justice collaborator pada napi korupsi adalah kejaksaan, yakni 173 orang.

Lembaga pemberi status justice collaborator terbanyak kedua adalah KPK, yakni kepada 22 orang. Sedangkan institusi kepolisian memberikan status itu untuk 14 orang.

Jumlah justice collaborator dalam kasus korupsi pun jauh lebih sedikit dibandingkan kasus narkotika. Dari informasi yang dihimpun LPSK, jumlah status justice collaborator yang dikeluarkan penegak hukum terkait tindak pidana narkotika sudah mencapai 27.124 orang, terhitung hingga 24 November 2021.

Kepala Bidang Legitasi dan Perlindungan Saksi KPK-RI, Iskandar Marwanto menjelaskan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. (Pasal 1 angka 26 KUHAP).

Terkait, Justice Collaborator (JC) adalah saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan (SKB 2011: KPK-POLRI-LPSK-Kejaksaan).

Iskandar Marwanto mengatakan, kini terjadi trend penurunan permintaan dan penetapan status sebagai JC oleh para tersangka, terdakwa maupun terpidana TPK.(rel/tri)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/