BENTROK bentrok berdarah yang menewaskan delapan nelayan warga negara Myanmar yang ditahan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) lantaran melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia (illegal fishing) menyisakan trauma bagi imigran gelap Rohingya. Sedikitnya 89 pengungsi Rohingya menggelar aksi mogok makan menuntut dipindahkan dari Rudenim Belawan ke tempat lain yang lebih kondusif. Aksi mogok makan digelar sejak Sabtu (6/4) pagi atau lebih 24 jam setelah penyerangan puluhan pengungsi laki-laki Rohingya terhadap para nelayan Myanmar.
Para pengungsi itu berkumpul di depan pintu tahanan sejak pagi hingga hingga sore. Tak satu pun dari mereka menyantap makanan yang disuguhkan petugas Rudenim Belawan.
Para imigran gelap yang meminta suaka (perlindungan) politik dari pemerintah Indonesia itu menuntut pemindahan ke ruangan khusus dan tak akan makan sampai tuntutan mereka dikabulkan.
Salah seorang imigran bernama Khana yang ikut mogok makan kepada Sumut Pos mengatakan aksi itu merupakan protes lantaran petugas Rudenim Belawan tak mau memenuhi tuntutan mereka. “Kalau dipindahkan ke camp (ruangan) khusus, kami semua baru makan,” ujar lelaki itu dengan bahasa Indonesia yang terpatah-patah.
Kendati sebagian dari mereka tak terlibat kerusuhan, dia menyebutkan, bentrok berdarah antar-penghuni Rudenim pada Jumat (5/4) dini hari lalu membuat banyak imigran Rohingya trauma dan katakutan. Apalagi penyerangan yang menewaskan delapan imigran gelap Myanmar itu berlangsung di depan mata sebagian besar pengungsi Sri Langka.
“Kami minta disediakan camp khusus. Bentrokan itu membuat imigran perempuan dan anak-anak orang takut. Apalagi penjaga keamanan tidak dapat menjamin keselamatan kami di sini,” ungkap Khana.
Lelaki berkulit legam yang sudah dua bulan menempati sel tahanan Rudenim Belawan itu mengancam dia dan puluhan imigran lainnya akan bertahan mogok makan bila tak juga dipindah. “Tak ada camp baru, kami tetap tak akan mau makan,” katanya.
Kepala Seksi Registrasi dan Pelaporan Rudenim Belawan, Rida Agustian mengatakan, permintaan tempat khusus bagi 89 imigran gelap asal Sri Langka itu tak dapat dipenuhi pihak Rudenim.
Alasannya, seluruh imigran yang dititipkan memiliki status sama dan tak ada pemberian fasilitas khusus.
“Kami tak bisa penuhi permintaan mereka.
Tak ada istilah fasilitas khusus bagi pengungsi gelap. Seluruh imigran di sini statusnya sama, kecuali negara asal mereka mau membiayai mereka dengan menyewakan hotel atau tempat khusus,” tukas Rida.
Sebelumnya 89 imigran gelap diamankan petugas TNI AL dan Polairud karena kapal ikan yang mereka tumpangi terdampar di perairan lepas Sumatera.
Informasinya para imigran itu hendak menuju Australia untuk mencari suaka politik menyusul tak adanya jaminan keamanan di negeri asal mereka. (rul)