SUMUTPOS.CO- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara, melaporkan Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 6 Medan Arifuddin Nasution dan seorang PNS Dinas Pendidikan Kota Medan, SP Simbolon ke Polda Sumut, Rabu (6/5).
Dalam laporan itu, tercatat nama Ricky Nelson Hutahean SH sebagai pelapor karena merasa dihalangi menjalankan tugas sebagai Ombudsman saat melakukan pengawasan UN di SMPN 6, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2008.
Menurut Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara, Abyadi Siregar, sejak Senin (4/5) lalu mereka melakukan pemeriksaan ke berbagai SMP, atas dugaan kecurangan dalam pelaksanaan UN. Dari pemeriksaan itu, sebut Abyadi, pihaknya menemukan beberapa kecurangan sehingga menyita lembar kunci jawaban sebagai bukti.
“Kegiatan pemeriksaan itu, masih kita lakukan. Oleh karena itu, tadi (kemarin, Red) kita ke SMP Negeri 6 Medan, untuk melakukan pemeriksaan juga,” ungkap Abyadi saat dikonfirmasi Sumut Pos, Rabu (6/5) sore.
Namun, sebut Abyadi, pihaknya dihalangi seorang PNS dari Dinas Pendidikan Kota Medan bernama SP Simbolon yang menjadi pengawas di sekolah tersebut untuk masuk ke ruang ujian. Begitu juga dengan Kepala Sekolah SMP Negeri 6, saat hendak ditemui, pihaknya dihalangi. Kasek SMPN 6 bernama Arifuddin Nasution, disebut Abyadi, tidak mau menemui mereka.
“Atas dasar itu, kita tidak terima. Sesuai pasal 44 Undang-Undang RI Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman, mereka yang menghalangi dapat dipenjara selama 2 tahun atau denda Rp1 miliar,” ungkap Abyadi.
Abyadi Siregar juga mengungkapkan, selain tindakan sekolah yang menghalangi tugas mereka, pihaknya juga menyampaikan temuan kebocoran kunci jawaban UN yang berhasil mereka ungkap dalam rangkaian dua hari pengawasan sebelumnya.
“Kedua hal ini yang menjadi poin yang kami sampaikan ke Polda Sumut. Kami harap pihak kepolisian menindaklanjuti laporan kami itu,” sebut Abyadi.
Menurutnya, Ombudsman diberikan wewenang oleh UU dalam hal pengawasan pelaksanaan UN. Oleh karenanya pihaknya segera melaporkan sikap tak kooperatif pihak sekolah ke Polda Sumut.
“Kita menyadari bahwa dari rangkaian pengawasan yang kita lakukan dalam dua hari ini, membuat sekolah lain merasa terganggu,” ujarnya yang turut didampingi Komisioner Ombudsman Dedi Irsan dan Tety Silaen. Apalagi sambung dia, pihaknya menemukan kebocoran kunci jawaban di empat sekolah favorit di Kota Medan.
Tak sampai di situ, Ombusdman Sumut juga melanjutkan laporan pengawasan mereka ke Ombusdman Pusat, melalui Komisioner Budi Santoso. Di mana kemudian komisioner Ombusdman Pusat lantas meneruskan laporan tersebut langsung kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kebudayaan Anies Baswedan.
“Kemudian dari situ kami disarankan untuk melaporkan temuan dan penghalangan pihak sekolah agar segera dilaporkan ke polisi. Petunjuk ini pula yang buat kami melapor ke Polda Sumut,” bebernya.
Dari dialog antara Budi Santoso dan Menteri Anies Baswedan, tambah Abyadi, Menteri berjanji dalam waktu dekat akan membuat Surat Edaran ke seluruh jajaran Dinas Pendidikan se-Indonesia untuk memberi akses kepada Ombudsman dalam hal pengawasan pelaksanaan UN. Nah menariknya, Abyadi juga menuturkan, kalau dalam dialog antara Komisioner Ombudsman Pusat dan Menteri Anies, sang menteri menyatakan, pelaksanaan UN di Sumut khususnya Kota Medan, terparah dari tahun ke tahun.
“Pernyataan Menteri Anies dan Pak Budi Santoso melalui pesan singkat (SMS) itu, yang kemudian di-capturekan ke saya melalui blackberry messenger. Pak Menteri bilang pelaksanaan UN di Sumut khususnya Medan, terparah dari tahun ke tahun. Terparah dimaksud dalam tanda petik ya,” papar Abyadi.
Berkenaan dengan tantangan Disdik Medan yang meminta Ombudsman mennguji keabsahan kunci jawaban yang mereka peroleh, Abyadi mengaku siap akan hal tersebut. “Kita juga mendapat naskah soal Bahasa Indonesia saat melakukan pengawasan di SMPN 1. Dan ternyata dari kunci jawaban yang kita terima, jawaban dan soal sangat sinkron. Jadi kami punya dasar untuk mengatakan memang ada kebocoran naskah jawaban UN,” tegasnya.
Sebelumnya, Ombusdman berhasil menemukan kebocoran kunci jawaban UN saat melakukan tinjauan ke SMPN 1 Medan, SMPN 2 Medan dan SMPN 3 Medan. Khusus di SMPN 2 Medan, tim Ombusdman menemukan tiga lembar yang diduga kunci jawaban UN. Selebihnya tim Ombusdman menemukan masing-masing satu lembar kunci jawaban.
Terpisah Kepala SMPN 6 Medan Arrifuddin Nasution SPd yang dikonfirmasi wartawan, membantah adanya larangan Tim Ombudsman masuk ke sekolahnya guna memantau UN.
Ombudsman Keterlaluan
Sementara, Kepala Disdik Medan Marasutan Siregar sepertinya tidak ingin disalahkan dalam kebocoran UN tingkat SMP. Marasutan mengatakan, pengawasan pelaksanaan UN berada di tangan Inspektorat Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Pusat Pendidikan (Puspendik) serta BSNP. “Kami ini hanya penyelenggara, tidak ada urusannya sama kebocoran kunci jawaban,” jelas Marasutan saat ditemui di sela-sela kegiatan Paskibra di Lapangan Merdeka, Rabu (6/5) sore.
Mengenai temuan Ombudsman, Marasuatan juga enggan mencampuri urusan lembaga tersebut. “Kalau Ombudsman mau lapor polisi silahkan, kalau kami sebagai penyelenggara tidak pantas melakukan itu,” bebernya.
Dia sendiri belum dapat memastikan bahwa selembar kertas yang ditemukan Ombudsman adalah benar kunci jawaban atau tidak. Sebab, kunci jawaban sudah tersimpan baik di bank soal yang dikendalikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Saya saja tidak tahu bentuk jawaban seperti apa. Kalau memang itu kunci jawabannya benar, yang bisa membocorkan itu hanya ditingkat pusat,” cetusnya.
Marasutan juga mengaku diminta Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin memberikan klarifikasi. Namun, dia enggan menjalankan instruksi tersebut.
“Saya bilang sama beliau (Wali Kota), tidak Bang, itu bukan urusan penyelenggara memberikan klarifikasi,” sebutnya.
Marasutan juga mengecam tindakan yang dilakukan Ombudsman Sumut, dengan masuk ke dalam kelas ketika siswa sedang menjalankan UN di SMP Negeri 3 kemarin.
“Ombudsman sudah keterlaluan, keliru mereka menjalankan fungsi pengawasan,” cetusnya.
Kata dia, tidak ada satu orang pun yang boleh masuk ke dalam ruangan ketika UN berlangsung kecuali pengawas ujian dan peserta ujian. “Presiden, gubernur, wali kota saja dilarang masuk ke dalam ruangan. Karena memang itu aturannya, kenapa Ombudsman melakukan tindakan seperti itu,” pungkasnya.
Di tempat yang sama, Pengamat Pendidikan Medan, Mutsyuhito Solin juga mengecam tindakan yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Sumut karena memaksa masuk ke dalam ruangan kelas siswa yang sedang melaksanakan UN.
Kata dia, Ombudsman boleh menjalankan fungsi pengawasan, namun tidak boleh melanggar norma-norma atau aturan yang sudah ditetapkan.
“Saya tidak setuju dengan tindakan Ombudsman itu, kalau memang ada indikasi temuan kunci jawaban, seharusnya ditunggu sampai siswa selesai melaksanakan UN,” bilang dosen Unimed itu. (ain/prn/dik/adz)