MEDAN, SUMUTPOS.CO – Biaya pelaksanaan ibadah haji tahun 2021 ditetapkan sementara ini sebesar Rp38 juta. Besaran biaya tersebut dipastikan mengalami kenaikan dibanding tahun 2020 dengan selisih Rp2,8 juta.
“Setelah berupaya melakukan negosiasi dengan pihak penyelenggara pelaksanaan ibadah haji, maka pada tanggal 30 April dibuat keputusan sementara biaya haji tahun 2021 (biaya pelaksanaan haji) ditetapkan sebesar Rp38 juta. Angka ini memang naik dari tahun 2020 sebesar Rp35,2 juta,” ujar Anggota Komisi VIII DPR RI, M Husni Mustafa saat menghadiri acara di Medan, Rabu (5/5)n
Kata Husni, sebelumnya sewaktu rapat dengan Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) beberapa tahu lalu, sudah menyebar berita bahwa biaya pelaksanaan ibadah haji tahun 2020 sekitar Rp35,2 juta dan tahun 2021 naik menjadi Rp44,3 juta. “Berita-berita itu tidak benar. Padahal, pada tahun 2020 ongkos pesawat untuk calon jemaah haji turun sampai Rp26 jutaan dari Rp28,6 juta. Walaupun kurs US Dolar naik, namun ongkos pesawat bisa ditekan sedemikian murah,” ungkapnya.
Disampaikan Husni, ada manfaat yang diterima oleh para calon jemaah haji yang gagal berangkat pada tahun 2020 karena kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Manfaat itu berupa virtual account dari BPKH. “Manfaat yang diterima dalam bentuk kompensasi atas penambahan biaya sebesar Rp1,7 per jemaah untuk tahun 2021. Kita bersama BPKH berupaya semaksimal agar calon jemaah haji tidak ada mengeluarkan biaya satu rupiah pun. Artinya, kita berpihak kepada calon jemaah haji,” ujar dia.
Husni mengaku, pihaknya bersama Kemenag dan BPKH terus melakukan lobi-lobi dengan Kerajaan Arab Saudi. Selain itu, juga kepada Presiden Jokowi apabila nantinya pelaksanaan ibadah haji telah dibuka oleh Pemerintah Arab Saudi, maka diberi kesempatan seluas-luasnya dan sebanyak-banyaknya bagi calon jemaah haji. “Untuk itu, marilah sama-sama berdoa dan meminta kepada Allah supaya pandemi corona ini cepat mereda,” ucapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pada awal pandemi tahun 2020, sama-sama diketahui ibadah haji tidak dilaksanakan karena Pemerintah Arab Saudi memberlakukan lock down. Sementara, pada tahun 2021 Pemerintah Arab Saudi sampai sekarang belum mengumumkan apakah akan dilaksanakan atau tidak kegiatan calon jemaah haji asal Indonesia. Karena itu, saat ini masih menunggu kepastian.
Meski begitu, sambung Husni, pihaknya bersama BPKH membuat simulasi atau rancangan apabila kegiatan haji terlaksana tahun ini. “Hingga 11 Mei mendatang apabila diumumkan kepastian, kita memprediksikan kemungkinan kuota sekitar 30% atau 60 ribu jemaah dengan 172 kloter dari 13 embarkasi. Kondisi tersebut dengan catatan, Pemerintah Arab Saudi memberi kepastian pelaksanaan ibadah haji dibuka,” sebutnya.
Namun, apabila tanggal 11 Mei belum ada kepastian maka prediksinya berubah menjadi sekitar 25% hingga 14 Mei. Opsi selanjutnya, jika kepastian belum juga disampaikan, maka perkiraannya hingga 25 Mei dengan kuota sekitar 5%. “Seandainya tanggal 25 Mei diberi kepastian dengan kuota sekitar 30%, tentu Kemenag melalui Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh siap melaksanakan. Artinya, berapapun kuota yang diberikan maka kita siap melaksanakan,” terangnya.
Husni menuturkan, ke depan kuota haji akan dibagi secara profesional. Misalnya, kuota yang diberikan 30%, tentunya dari nomor yang paling duluan mendaftarkan untuk menjadi calon jemaah haji yang diberangkatkan.
“Pada masa pandemi ini juga telah dilakukan beberapa opsi tentang keberangkatan haji karena banyak biaya yang dikeluarkan. Seperti, bus yang digunakan untuk calon jemaah hanya boleh diisi 50% dari kapasitas,” tuturnya.
Dia memastikan, calon jemaah yang berangkat sudah dilakukan vaksinasi Covid-19. Kemudian, dilakukan swab antigen setibanya di asrama haji dan dikarantina selama 3×24 jam. “Selain itu, dilakukan swab PCR sebelum diterbangkan ke Mekkah, biaya swab PCR ditanggung pemerintah. Apabila ada yang positif, maka diisolasi dan tidak diberangkatkan. Sesampainya di Mekkah, calon jemaah dikarantina kembali selama 3×24 jam di hotel,” tandasnya. (ris)