MEDAN – Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Sumut akhirnya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kewenangan yang tak dilaksanakan oleh lembaga penyelenggara Pemilu itu sesuai amanat Undang-undang yang berlaku.
Sesuai resume perkara Nomor 2/SKLN-X/2013 yang tertulis di laman www.mahkamahkonstitusi.go.id, disebutkan, Ketua Panwaslu Sumut David Susanto, lewat kuasa hukumnya Harisan Aritonang, menyatakan adanya kekeliruan yang dilakukan Bawaslu RI atas pembentukan Bawaslu Sumut lewat mekanisme seleksi yang belum lama ini dituntaskan.
Dalam pokok materi gugatan disebutkan Bawaslu RI semestinya membentuk Bawaslu Sumut sesuai UU Nomor 15/2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Dengan demikian, Panwaslu Sumut yang ada selama ini tinggal diubah dan diangkat menjadi Bawaslu Sumut.
Pihak penggugat meminta MK memutuskan Bawaslu Pusat untuk mengubah Surat Keputusan (SK) Bawaslu Nomor 265-KEP/2012 tentang Penetapan Anggota Panwaslu Sumut tertanggal 1 Juni 2012 menjadi SK Bawaslu Nomor 265-KEP/2012 tentang Penetapan Anggota Bawaslu Sumut.
Gugatan itu juga sekaligus menyatakan tim seleksi calon anggota Bawaslu Sumut yakni Prof Subhilhar Phd (ketua) dan Ir Meuthia M.Eng.Sc (sekretaris) adalah cacat demi hukum.
David Susanto saat dikonfirmasi membenarkan soal gugatan kewenangan Bawaslu RI tersebut ke MK. Hanya saja, dia enggan menjelaskan secara rinci ihwal gugatan ‘anak terhadap bapak’ tersebut. “Masalah itu ya, saya cuma minta dukungan dan doa. Biarkan saja prosesnya berjalan,” kata David, Rabu (5/6).
Anggota Bawaslu RI Nelson Simanjuntak membenarkan perihal gugatan tersebut. “Sudah ada pemberitahuan ke sekretariat. Cuma itu,” katanya saat dikontak Sumut Pos, Kamis (6/6).
Nelson menilai gugatan legal standing yang dilakukan Panwaslu Sumut tersebut tidak tepat. Alasannya, kewenangan gugatan legal standing ke MK hanya bisa dilakukan oleh lembaga negara seperti Bawaslu RI. Panwaslu adalah lembaga di bawah komando Bawaslu RI.
“Saya pikir locus gugatan itu tak benar. Memang hak setiap orang mencari keadilan. Tapi, apakah (gugatan) itu diterima atau ditolak MK kan belum diputuskan,” ujarnya.
Nelson mengatakan, dalam resume perkara, tidak ada dicantumkan soal wilayah kewenangan MK memeriksa dan mengadili materi perkara dimaksud.
“Kalau dilihat dari konstruksinya, saya pikir alamat gugatan itu keliru dan menyimpang. Hemat saya mereka (Panwaslu Sumut) semestinya menggugat Bawaslu ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN,” katanya. (mag-5)