MEDAN, SUMUTPOS.CO – Panitia Kerja (Panja) Pemekaran Provinsi Sumatera Tenggara (Sumteng) terus berkonsultasi memperjuangkan pemekaran Sumteng ke berbagai instansi pemerintah pusat. Pada Senin (5/8) lalu, Panja Pemekaran Sumteng yang terdiri dari anggota DPRD Sumut Dapil Tabagsel (Sumut 7), melakukan konsultasi ke Badan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI di Jakarta.
Ketua Umum Panja Pemekaran Provinsi Sumteng, Burhanuddin Siregar mengatakan, rencana pemekaran Provinsi Sumteng merupakan wujud jeritan masyarakat dimana jauhnya rentang kendali pusat pemerintahan melalui Pemerintah Provinsi Sumut di Kota Medan.
“Pembangunan infrastruktur kami di Tabagsel saja pun sudah ketinggalan. Dari daerah kami 20 jam melalui jalan darat bila menuju ibukota Provinsi Sumut. Oleh karena itu, sesuai dengan visi misi Presiden Jokowi, hendaknya rencana pemekarann
Provinsi Sumteng agar dimasukkan ke dalam RPJMN. Jangan sampai kondisi daerah kami teriakkan minta referendum. Apalagi permintaan pemekaran telah menyebabkan kematian ketua DPRD Sumut waktu lalu. Bila perlu, presiden memberikan diskresi juga pada wilayah Tabagsel untuk dimekarkan, apa salahnya?” ungkapnya menerangkan penyampaian pihaknya sewaktu di Bappenas, kepada Sumut Pos, Selasa (6/8).
Pihaknya juga mempertegas, dari rencana pembangunan nasional apakah rencana pemekaran mendapat perhatian Bappenas untuk dimasukkan dalam RPJMN. Sebab DPRD Sumut mendapat informasi akan diadakannya konsultasi regional pembahasan RPJMN. Untuk itu, DPRD Sumut berharap dapat diikutsertakan dalam kegiatan tersebut.
“Karena DPRD merupakan unsur penyelenggaraan daerah, kiranya DPRD dapat dilibatkan ataupun diundang, karena mungkin desain Bappeda kami tidak membahas masalah pemekaran, maka nantinya kami dapat ikut membahas dan mengusulkan di Konsultasi Regional,” katanya.
Sekretaris Panja Pemekaran Provinsi Sumteng, Sutrisno Pangaribuan menambahkan, pembangunan di wilayah Tabagsel sangat sulit berkembang bila hanya mengharapkan APBD Sumut. “APBD tahun 2020 hanya sebesar Rp20 triliun untuk 33 kabupaten/kota. Dan untuk jalan provinsi kami hanya alokasikan Rp800 miliar.
Artinya, sangat tidak mencukupi. Selain itu, daerah kami memiliki sumber daya alam yang begitu bagus tapi karena skema penarikan pajak kita berpusat ke Jakarta maka kami tidak mendapat apa-apa. Bila merujuk UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, maka daerah kami sebagai penghasil sawit terbesar di Sumut.
Tetapi karena sawit tidak dikenakan cukai maka kami tidak mendapat apapun, hanya PBB dari lahan, CPO-nya pun tidak ada. Kami juga hanya menerima sedikit saja dari dana perimbangan daerah. Itulah salah satu faktor-faktor maka kami dorong dengan pembentukan daerah otonomi baru,” ungkapnya.
Lantas bagaimana tanggapan Bappenas dalam pertemuan itu? Sutrisno memaparkan, Staf Deputi II Bidang Pengembangan Regional Bappenas, Supriyadi mengatakan, moratorium DOB belum dicabut oleh presiden dan usulan-usulan DOB banyak yang sudah masuk. Sedangkan terkait Rencana Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) saat ini Bappenas masih dalam proses penyusunan.
“Dalam bulan ini ada enam tempat yang akan dipakai untuk berdiskusi terkait Konsultasi Regional yang dipakai sebagai tempat diskusi untuk mendapat masukan dari daerah untuk menyempurnakan RPJMN yakni Manado, Surabaya, Balikpapan, Labuhan Bajo, Sorong dan Medan. Sedangkan untuk RPJMN 2020-2024 baru sebatas draf, apakah pemekaran masuk didalamnya atau tidak juga belum tahu. Dalam pembahasan itu, akan diundang bupati, sekda, gubernur dan DPR,” ujarnya mengulangi jawaban pihak Bappenas.
Sementara disampaikan Staf Perencana Tingkat I Bappenas Taufiq P Putra, sambung dia, sesuai dengan UU Nomor 23/2014 sembari menunggu Peraturan Pemerintah (PP) Penataan Daerah, Kemendagri sedang menyusun Desain Besar Penataan Daerah (Desertada) atau rancangan teknokratik menyesuaikan dengan eksisting saat ini.
Pada pembahasan Desertada, Bappenas akan memasukkan visi misi Presiden terpilih, Jokowi pada poin 9.1 bagian 4 yang menyebutkan; ‘menata kembali pemekaran wilayah guna memperkuat kedaulatan dan integritas NKRI serta meningkatkan kapasitas daerah otonomi hasil pemekaran’.
“Namun mereka terus terang menyebut belum tahu istilah menata kembali ini apakah memperkuat moratorium, Desertada atau apa. Termasuk butir tersebut apakah Moratorium Tetap atau Moratorium Penyesuaian atau yang lain, mereka belum tahu,” pungkas politisi PDI Perjuangan itu. (prn)