MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ratusan massa dari sejumlah elemen buruh dan driver ojek online berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumut, Jalan Imam Bonjol, Kota Medan, Selasa (6/9). Mereka mendesak pemerintah segera menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Mereka juga mendesak DPRD Sumut untuk segera menyampaikan tuntutan tersebut kepada Presiden Jokowi.
Ada pun, 4 tuntutan yang mereka sampaikan, yakni batal kenaikan harga BBM, cabut atau batalkan Undang-undang Cipta Kerja, naikan upah minimun tahun 2023 sebesar 15 persen, dan turunkan harga-harga kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, daging, tepung, telur, dan lainnya.
“Hari ini seluruh rakyat menyatakan tegas menolak kenaikan BBM. Dampak ekonomi bagi rakyat kecil bakal terlihat yang miskin makin miskin,” Ketua Partai Buruh Sumut, Willy Agus Utomo dalam orasinya.
Pantauan Sumut Pos di lokasi, massa datang dengan membawa sejumlah poster dan spanduk yang bertuliskan seruan penolakan terhadap kenaikan harga BBM. Mereka menilai, kebijakan menaikkan harga BBM hanya akan menyengsarakan rakyat. “Dengan naiknya harga BBM, semua naik. Sembako bakal naik, cabai naik, minyak makan naik, rakyat semakin sengsara,” kata Willy lagi dalam orasinya.
“Hari ini kami mewakili 33 kabupaten kota, menyatakan sikap kita kepada DPRD Sumut untuk menolak kenaikan harga BBM agar bisa menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah,” tambahnya.
Willy menjelaskan, kenaikan harga BBM ini sangat berdampak kepada ekonomi masyarakat yang belum selesai penderitaannya akibat pandemi Covid-19. Sehingga kebijakan yang ditetapkan Presiden Jokowi hanya menambahkan penderitaan rakyat. “Pemerintah dalam kebijakannya tidak pro rakyat. Upah sudah tidak naik selama tiga tahun, masyarakat ekonominya hancur lebur akibat Covid-19, dua tahun belakangan ini,” jelasnya.
Harusnya, lanjut Willy, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat mensejahterakan rakyatnya. Tapi ini, kebijakan malah menyakiti hati rakyat. Akibatnya, tidak mampu menyekolahkan anaknya, tidak mampu membeli sembako, tidak bisa membayar uang kontrak rumahnya. “BLT yang Rp600 ribu selama empat bulan, belum sebanding dengan tekanan ekonomi masyarakat akibat kenaikan BBM ini. Kami menolak kenaikan harga BBM,” tandas Willy.
Aksi buruh dan elemen masyarakat ini diterima Wakil Ketua DPRD Sumut, Misno Adi Syahputra dan anggota Fraksi PKS DPRD Sumut seperti Jumadi (Sekretaris Komisi C), Hariyanto (anggota Komisi A), Abdul Rahim Siregar (Anggota Komisi C), Akhiruddin (Anggota Komisi B), Delpin Barus (anggota Komisi D). Misno mengungkapkan, Fraksi PKS DPRD Sumut juga secara tegas menolak kenaikan harga BBM bersubsidi ini. “Kami mengapresiasi elemen buruh yang melakukan aksi dengan tertib dan tidak anarkis. Ini mencerminkan Indonesia, khususnya Sumatera Utara memiliki etika yang baik dalam menyampaikan aspirasi,” sebut Misno.
Politisi PKS ini mengatakan, akan menyampaikannya aspirasi dan tuntutan buruh kepada pimpinan DPRD Sumut dan dilanjutkan ke pemerintah pusat. “Kami akan menerima aspirasi bapak ibu. Kami sampaikan aspirasi bapak ibu sesuai dengan mekanisme berlaku,” sebutnya.
Usai menerima aspirasi, tuntutan massa selanjutnya dituangkan dalam surat berkop surat DPRD Sumatera Utara dengan Nomor 2284/18/sekr yang ditandatangani Ketua DPRD Sumatera Utara, Baskami Ginting. Dalam surat itu dinyatakan, DPRD Sumut setuju dengan tuntutan buruh yang meminta pembatalan kenaikan BBM. Kemudian, surat tersebut akan disampaikan ke Presiden Jokowi.
Usai aspirasi dan tuntutan mereka tersampaikan, massa membubarkan diri dengan tertib dari gedung DPRD Sumut. Aksi ini, mendapatkan pengawalan dan pengamanan dari petugas kepolisian gabungan dari Polrestabes Medan dan Polda Sumut. Dimana, seputaran jalan gedung DPRD Sumut mengalami kemacetan akibat demo tersebut.
KontraS Sumut Buka Posko Bantuan Hukum
Mengantisipasi tindak kekerasan yang dimungkinkan dialami peserta aksi penolakan kenaikan harga BBM, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut membuka posko bantuan hukum. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya di muka umum.
Kepala Operasional Badan Pekerja KontraS Sumut, Adinda Zahra Noviyanti mengatakan, unjuk rasa jelas dilindungi dan dihormati oleh Pasal 28E UUD 1945 dan Pasal 5 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. “Dalam aturan tersebut, bahkan dijelaskan siapapun yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum dapat dikenakan pidana,” kata Adinda kepada wartawan, Selasa (6/9).
Wanita yang akrab disapa dengan Dinda ini, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk mengevaluasi jajarannya dalam hal pengendalian masa aksi pada aksi penolakan BBM tersebut. “Jangan sampai ini hanya wacana-wacana belaka. Walhasil, kepercayaan publik terhadap kepolisian semakin runtuh. Kapolri harus turun tangan dengan memberikan instruksi pada jajaran di bawahnya untuk memastikan penerapan prinsip HAM dalam pengendalian massa aksi,” ucap Dinda.
KontraS juga juga menuntut polisi agar menjunjung tinggi semangat HAM dalam penyelenggaraan tugas-tugasnya. “Mengingat peristiwa ini bukan hanya terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Jangan sampai preseden buruk banyaknya korban pada aksi ‘Reformasi Dikorupsi’ pada 2020 terulang kembali,” tutur Dinda.
Dengan memberikan perlindungan hukum, Dinda mengatakan KontraS juga menuntut agar para korban diberikan akses keadilan. Selain itu, KontraS juga membuka hotline pengaduan bagi orang-orang yang menjadi korban penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh kepolisian. Kanal pengaduan dibuka pada nomor WhatsApp 0822 3331 1967. “Kami akan melakukan advokasi kepada para korban,” tandas Dinda. (gus/adz)