JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Gempa bermagnitudo 7,4 yang terjadi di Sulawesi Tengah menyebabkan permukiman di tiga wilayah yakni, Balaroa, Petobo dan Jono Oge, menjadi lenyap tertimbun tanah. Diperkirakan masih ada ribuan orang yang tertimbun tanah akibat terjadinya gempa.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, lenyapnya bangunan di permukaan tanah di tiga wilayah tersebut diakibatkan terjadinya fenomena likuefaksi.
Menurut Sutopo, likuefaksi adalah tanah yang tak jenuh, yang kehilangan kekuatan akibat perubahan tekanan. Ketika terjadi gempa bumi, tanah tersebut berubah menjadi lumpur.
“Perubahan itu akibat rongga di antara tanah, pasir dan kerikil menjadi lebih longgar dan dominan air. Tanah, kerikil dan pasir yang bercampur kemudian keluar ke permukaan, sehingga otomatis rumah di atasnya ambles,” kata Sutopo dalam jumpa pers di Gedung BNPB Jakarta, Minggu (7/10/2018).
Meski demikian, likuefaksi tidak dapat terjadi di semua kondisi tanah. Menurut Sutopo, likuefaksi sangat bergantung pada material tanah. Likuefaksi sangat berpotensi terjadi pada lapisan tanah yang terdiri dari pasir, kerikil, batuan apung dan tanah yang tidak lengket, bersifat lepas atau gembur. Kemudian, apabila kedalaman muka air tanah dangkal, kurang dari 10 meter.
Menurut Sutopo, material tanah seperti itu, jika mendapat goncangan lebih dari 6 magnitudo dengan durasi lebih dari 1 menit, maka akan menimbulkan likuefaksi. Akibatnya, tanah berubah menjadi lumpur.
Pada 2012, menurut Sutopo, pemetaan soal likuefaksi di Kota Palu sudah disusun oleh Badan Geologi. Namun, perkembangan kota yang pesat membuat kawasan yang berpotensi likuefaksi menjadi penuh dengan permukiman warga. (kps)