SURABAYA, SUMUTPOS.CO – Surat dakwaan yang membawa Dahlan Iskan ke meja hijau tidak hanya banyak kejanggalan. Tuduhan yang dibacakan jaksa penuntut umum kepada mantan direktur utama PT Panca Wira Usaha Jawa Timur (PWU Jatim) tersebut juga tidak benar. Karena itulah, Dahlan menolak semua materi dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (6/12).
Penolakan tersebut diungkapkan Dahlan secara langsung setelah mendengarkan jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim membacakan surat dakwaan setebal 22 halaman. Jaksa menyatakan bahwa Dahlan dianggap melakukan korupsi lantaran ada kesalahan dalam proses teknis pelepasan aset PT PWU Jatim.
Setelah jaksa selesai membacakan surat dakwaan, ketua majelis hakim Tahsin bertanya kepada Dahlan apakah sudah memahami surat dakwaan jaksa. Dengan tegas Dahlan mengatakan sangat mengerti dan memahaminya.
”Saya menolak dakwaan itu,” tegas Dahlan. ”Dakwaan itu diserahkan dengan tergopoh-gopoh karena deadline. Banyak sekali yang saya tolak. Bahkan, keseluruhannya saya tolak,” lanjutnya.
Dahlan menjadi direktur utama PWU Jatim pada 2000–2009. Selama itu, Dahlan tidak pernah menerima gaji dan fasilitas apa pun. PWU, dari perseroan yang lumpuh, dia bawa menjadi maju seperti sekarang.
Sayang, pengabdian Dahlan tersebut malah berbuah masalah sekarang. Mantan menteri BUMN itu dituduh korupsi secara sewenang-wenang. Dalam penyidikan, begitu banyak haknya yang tidak diindahkan jaksa.
Atas kesewenang-wenangan itu, Dahlan akan membuat eksepsi yang dibikinnya sendiri. Itu akan mendampingi eksepsi yang dipersiapkan tim kuasa hukumnya. Hakim memberikan waktu seminggu kepada Dahlan untuk menyusun eksepsi tersebut. Dahlan langsung menyanggupi dan menyatakan bakal siap membacakan eksepsi dalam sidang pekan depan.
Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Dahlan, menyatakan banyak tidak sependapat dengan isi dakwaan. Mantan menteri kehakiman dan hak asasi manusia tersebut menilai isi dakwaan mencerminkan ketergesa-gesaan kejati untuk melakukan pelimpahan karena Dahlan sempat mengajukan praperadilan. ”Sebenarnya banyak faktor yang terjadi dalam proses pelepasan aset PT PWU, namun tak diungkapkan jaksa dalam surat dakwaannya,” kata Yusril.
Salah satu yang paling mencolok adalah dakwaan pelepasan aset PWU tak mendapatkan izin DPRD. Padahal, jelas-jelas Dahlan telah mengajukan izin dan sudah dijawab ketua DPRD Jatim periode 1999–2004. Tuduhan tersebut juga tak dilengkapi pemeriksaan saksi dari kalangan DPRD Jatim saat itu.
Yusril juga mengomentari perihal kerugian negara yang didasarkan pada perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim. Menurut dia, sejak awal terdakwa tidak diberi dokumen audit kerugian negara. Karena itulah, Dahlan maupun kuasa hukumnya tidak bisa mempelajari audit tersebut.
”Yang kami pertanyakan, jaksa melangkah dulu melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka, baru meminta audit. Kasusnya juga dihebohkan dulu. Jadi, akhirnya hasil audit terkesan menyesuaikan dengan penyidikan jaksa,” jelas dia.
Dalam pandangan Yusril, audit kerugian negara seharusnya dimintakan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nah, kejaksaan menggunakan audit BPKP daerah. Permintaan audit juga dilakukan dalam waktu yang sangat kilat.
Yusril lantas membandingkan hasil audit kerugian negara yang dikeluarkan BPK terhadap pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. ”Hasil audit Sumber Waras itu saja bisa dikesampingkan KPK. Nah, ini bagaimana audit BPKP Jatim dijadikan dasar mendakwa seseorang?” lanjutnya.