Kisah Prajurit Termuda di KRI Sultan Hasanuddin 366
MENJALANKAN misi perdamaian selama enam bulan lamanya di negeri Lebanon, memberikan kesan tersendiri bagi 105 prajurit TNI AL yang terlibat dalam misi tersebut.
Tak hanya meninggalkan kampung halaman, namun demi menjalankan misi perdamaian itu harus rela meninggalkan orang terdekat dan terkasihi. Pengakuan ini dilontarkan, Kelasi II TNI V Yoga P saat ditemui, di atas geladak KRI Sultan Hasanuddin 366, Senin (7/1).
Sebagai anggota termuda yakni 21 tahun ini, Yoga mengaku tak pernah menyangka bakal terpilih dan ikut serta dalam misi menjaga perdamaian di wilayah konflik Lebanon.
Dirinya juga tak mampu menutupi rasa bangga atas kepercayaan yang telah diberikan kepada dirinya.
“Tentunya banggalah mas jadi prajurit mendapat tugas negara dan dikirim ke Lebanon untuk misi perdamaian. Kini tugas itu sudah selesai dan berkat doa seluruh rakyat Indonesia kami kembali dengan selamat dan sehat ke tanah air,” kenangnya.
Karena harus berpisah dengan keluarga dan sang pacar, pria lajang asal Probolinggo, Jawa Timur ini mengaku kerap terlintas rasa rindu dibenaknya. Bahkan untuk bisa melepas kerinduannya tak jarang Yoga membuka sebuah kenangan dalam foto kecil yang selalu terselip didalam dompetnya.
“Sayakan bawa potonya di dompet, dan kalau merasa kangen pasti saya buka dan liat. Paling cuma itu sebagai penawar melepas kerinduan,” aku pria kulit putih dengan pakaian khas TNI AL ini.
Meskipun sebagai kelasi atau sailor yang lebih banyak menghabiskan waktu diatas kapal untuk membersihkan ruangan dan kamar komandan, serta menghidangkan menu makanan. Namun baginya tugas itu adalah sebuah tugas yang diemban dalam membantu kegiatan kemiliteran. Apalagi konflik di Lebanon hingga saat ini memang belum selesai, tak jarang suara senjata saling bersahutan. Meski sangat dilema, namun bagi dirinya dan seluruh temannya yang lain kondisi tersebut biasa ditanggapi dengan mengedepankan prinsip menjalankan tugas perdamaian yang dimandatkan kepada mereka.
Namun apapun resikonya, Yoga tak pernah mengkhawatirkan hal itu. Karena bagi Yoga, dunia kemiliteran adalah sebuah cita-cita sejak kecil yang diraihnya sejak 2009 lalu. Dengan kedisiplinan dan loyalitas pulalah akhirnya menghantarkan Dia menjadi satu dari 105 pasukan TNI yang tergabung dalam Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-D/UNIFIL atau Maritim Task Force/United Nations Interim Forces In Lebanon. Apapun ceritanya badai dan gelombang tak lebih dari sebuah irama. “Kalau badai itu sudah bagian dari cerita kami selaku prajurit, begitu juga dengan gelombang sudah seperti irama,”ucapnya. (*)
Kisah Prajurit Termuda di KRI Sultan Hasanuddin 366
MENJALANKAN misi perdamaian selama enam bulan lamanya di negeri Lebanon, memberikan kesan tersendiri bagi 105 prajurit TNI AL yang terlibat dalam misi tersebut.
Tak hanya meninggalkan kampung halaman, namun demi menjalankan misi perdamaian itu harus rela meninggalkan orang terdekat dan terkasihi. Pengakuan ini dilontarkan, Kelasi II TNI V Yoga P saat ditemui, di atas geladak KRI Sultan Hasanuddin 366, Senin (7/1).
Sebagai anggota termuda yakni 21 tahun ini, Yoga mengaku tak pernah menyangka bakal terpilih dan ikut serta dalam misi menjaga perdamaian di wilayah konflik Lebanon.
Dirinya juga tak mampu menutupi rasa bangga atas kepercayaan yang telah diberikan kepada dirinya.
“Tentunya banggalah mas jadi prajurit mendapat tugas negara dan dikirim ke Lebanon untuk misi perdamaian. Kini tugas itu sudah selesai dan berkat doa seluruh rakyat Indonesia kami kembali dengan selamat dan sehat ke tanah air,” kenangnya.
Karena harus berpisah dengan keluarga dan sang pacar, pria lajang asal Probolinggo, Jawa Timur ini mengaku kerap terlintas rasa rindu dibenaknya. Bahkan untuk bisa melepas kerinduannya tak jarang Yoga membuka sebuah kenangan dalam foto kecil yang selalu terselip didalam dompetnya.
“Sayakan bawa potonya di dompet, dan kalau merasa kangen pasti saya buka dan liat. Paling cuma itu sebagai penawar melepas kerinduan,” aku pria kulit putih dengan pakaian khas TNI AL ini.
Meskipun sebagai kelasi atau sailor yang lebih banyak menghabiskan waktu diatas kapal untuk membersihkan ruangan dan kamar komandan, serta menghidangkan menu makanan. Namun baginya tugas itu adalah sebuah tugas yang diemban dalam membantu kegiatan kemiliteran. Apalagi konflik di Lebanon hingga saat ini memang belum selesai, tak jarang suara senjata saling bersahutan. Meski sangat dilema, namun bagi dirinya dan seluruh temannya yang lain kondisi tersebut biasa ditanggapi dengan mengedepankan prinsip menjalankan tugas perdamaian yang dimandatkan kepada mereka.
Namun apapun resikonya, Yoga tak pernah mengkhawatirkan hal itu. Karena bagi Yoga, dunia kemiliteran adalah sebuah cita-cita sejak kecil yang diraihnya sejak 2009 lalu. Dengan kedisiplinan dan loyalitas pulalah akhirnya menghantarkan Dia menjadi satu dari 105 pasukan TNI yang tergabung dalam Satgas Maritim TNI Konga XXVIII-D/UNIFIL atau Maritim Task Force/United Nations Interim Forces In Lebanon. Apapun ceritanya badai dan gelombang tak lebih dari sebuah irama. “Kalau badai itu sudah bagian dari cerita kami selaku prajurit, begitu juga dengan gelombang sudah seperti irama,”ucapnya. (*)