25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dirut LBH Medan: Ada Kesan Jadi ATM

MEDAN- Tidak ditahannya 18 tersangka dari tujuh kasus korupsi yang tengah disidik penyidik Kejaksaann Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memunculkan banyak pertanyaan. Praktisi hukum Surya Adinata menilai tidak ditahannya para tersangka dapat menimbulkan kesan kalau penyidik menerima uang pelicin. Bahkan, ada kesan tersangka dijadikan ‘ATM’.

“Penahanan memang hak diskresi penegak hukum dan dilihat juga apakah tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan kooperatif. Tapi penyidik tidak bisa menjadikan kooperatif sebagai pembenar untuk tidak menahan tersangka. Jadi ada kesan, penyidik menerima uang pelicin agar tersangka tidak ditahan,” ungkap Surya yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Jumat (7/6).

Menurutnya kejahatan tindak pidana korupsi akan memberikan dampak besar bagi masyarakat. “Kita lihat ini luar biasa, dipenyidikan tidak ditahan, di persidangan juga banyak terdakwa tidak ditahan. Mau jadi apa negara ini. Kalau dikatakan semua tersangka itu kooperatif, Apa parameternya sehingga mereka dikatakan kooperatif? Inilah kesannya penyidik menjadikan tersangka sebagai ATM,” urainya.

Untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi, dirinya mendesak agar Kejatisu segera menahan para tersangka korupsi. “Kita yang jelas terhadap korupsi ini agar menimbulkan efek jera, harus dilakukan penahanan. Supaya seseorang tidak melakukan korupsi lagi. Kalau tidak ditahan apa gunanya penyidikan itu? Inikan semakin meimbulkan asumsi negatif di masyarakat terhadap Kejaksaan,” bebernya.

Surya mengatakan seseorang yang ditahan adalah ketika ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara. “Menurut saya, terhadap kasus-kasus korupsi ini seharusnya tersangka ditahan. Karena tidak ditahannya tersangka, akan membuat penyidikan semakin berlarut-larut. Kalau ditahan, ada batas waktunya jadi mereka mengejar target dan kasus itu cepat diselesaikan hingga sampai ke persidangan. Tapi kalau tidak ditahan tidak ada batas waktunya. Penyidikan itu berlarut-larut,” ujar Surya.

Disebutkannya, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka adalah adanya dugaan kuat dan ditemukan dua alat bukti. “Dua alat bukti yang kuat bisa disidangkan. Kenapa mereka cepat-cepat menetapkan tersangka kalau alat buktinya tidak kuat? Kalau bukti sudah kuat kenapa tersangka tidak ditahan? Yah, kalau mereka mengatakan menunggu hasil audit, kenapa sebelumnya hasil audit itu tidak di selesaikan dulu baru ditetapkan tersangka? Ini kan aneh,” tegasnya.

Sementara, Dosen Tindak Pidana Khusus Fakultas Hukum USU Mahmud Muliyadi mengatakan dalam KUHAP tersangka yang ditahan adalah dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas. “Itu secara objektif undang-undang. Kalau secara subjektif tersangka diduga tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi tindak pidana. Nah, kalau dia kooperatif, memang tidak ada alasan untuk menahan,” jelasnya.

Dirinya mengatakan penahanan terhadap tersangka dugaan korupsi dapat dilakukan bila dengan terpaksa. Artinya ada indikasi tersangka akan melarikan diri. “Penyidik harus memastikan dulu, benar apa tidak tindak pidana itu terjadi dan adanya kerugian negara. Harus pasti faliditas datanya. Selama tersangka masih kooperatif,  sistem pemeriksaan pidana itu masih berjalan, tidak ada alasan untuk menahan,” ungkapnya. (far)

MEDAN- Tidak ditahannya 18 tersangka dari tujuh kasus korupsi yang tengah disidik penyidik Kejaksaann Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) memunculkan banyak pertanyaan. Praktisi hukum Surya Adinata menilai tidak ditahannya para tersangka dapat menimbulkan kesan kalau penyidik menerima uang pelicin. Bahkan, ada kesan tersangka dijadikan ‘ATM’.

“Penahanan memang hak diskresi penegak hukum dan dilihat juga apakah tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan kooperatif. Tapi penyidik tidak bisa menjadikan kooperatif sebagai pembenar untuk tidak menahan tersangka. Jadi ada kesan, penyidik menerima uang pelicin agar tersangka tidak ditahan,” ungkap Surya yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Jumat (7/6).

Menurutnya kejahatan tindak pidana korupsi akan memberikan dampak besar bagi masyarakat. “Kita lihat ini luar biasa, dipenyidikan tidak ditahan, di persidangan juga banyak terdakwa tidak ditahan. Mau jadi apa negara ini. Kalau dikatakan semua tersangka itu kooperatif, Apa parameternya sehingga mereka dikatakan kooperatif? Inilah kesannya penyidik menjadikan tersangka sebagai ATM,” urainya.

Untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi, dirinya mendesak agar Kejatisu segera menahan para tersangka korupsi. “Kita yang jelas terhadap korupsi ini agar menimbulkan efek jera, harus dilakukan penahanan. Supaya seseorang tidak melakukan korupsi lagi. Kalau tidak ditahan apa gunanya penyidikan itu? Inikan semakin meimbulkan asumsi negatif di masyarakat terhadap Kejaksaan,” bebernya.

Surya mengatakan seseorang yang ditahan adalah ketika ancaman hukumannya di atas lima tahun penjara. “Menurut saya, terhadap kasus-kasus korupsi ini seharusnya tersangka ditahan. Karena tidak ditahannya tersangka, akan membuat penyidikan semakin berlarut-larut. Kalau ditahan, ada batas waktunya jadi mereka mengejar target dan kasus itu cepat diselesaikan hingga sampai ke persidangan. Tapi kalau tidak ditahan tidak ada batas waktunya. Penyidikan itu berlarut-larut,” ujar Surya.

Disebutkannya, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka adalah adanya dugaan kuat dan ditemukan dua alat bukti. “Dua alat bukti yang kuat bisa disidangkan. Kenapa mereka cepat-cepat menetapkan tersangka kalau alat buktinya tidak kuat? Kalau bukti sudah kuat kenapa tersangka tidak ditahan? Yah, kalau mereka mengatakan menunggu hasil audit, kenapa sebelumnya hasil audit itu tidak di selesaikan dulu baru ditetapkan tersangka? Ini kan aneh,” tegasnya.

Sementara, Dosen Tindak Pidana Khusus Fakultas Hukum USU Mahmud Muliyadi mengatakan dalam KUHAP tersangka yang ditahan adalah dengan ancaman hukuman lima tahun ke atas. “Itu secara objektif undang-undang. Kalau secara subjektif tersangka diduga tidak akan melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti dan tidak mengulangi tindak pidana. Nah, kalau dia kooperatif, memang tidak ada alasan untuk menahan,” jelasnya.

Dirinya mengatakan penahanan terhadap tersangka dugaan korupsi dapat dilakukan bila dengan terpaksa. Artinya ada indikasi tersangka akan melarikan diri. “Penyidik harus memastikan dulu, benar apa tidak tindak pidana itu terjadi dan adanya kerugian negara. Harus pasti faliditas datanya. Selama tersangka masih kooperatif,  sistem pemeriksaan pidana itu masih berjalan, tidak ada alasan untuk menahan,” ungkapnya. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/