MEDAN,SUMUTPOS.CO – PEMBERLAKUAN wajib pakai stiker ketika melintasi Jalan Adi Sucipto oleh pihak Lanud Suwondo dinilai sebagai bentuk arogansi kepada masyarakat. Pasalnya, menurut Ketua Komisi A DPRD Sumut, jalur yang melewati komplek Pangkalan TNI AU Lanud Soewondo, selama ini sudah menjadi akses publik setiap hari.
Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli mengatakan, pemberlakuan wajib stiker bagi pengendara kendaraan yang hendak melintasi jalan sepanjang kawasan Lanud Soewondo, mulai bundaran eks bandara Polonia hingga simpangempat Avros, sangat mengecewakan. Menurutnya, sikap ini sangat membebani rakyat yang sudah harus menghadapi situasi lalu lintas padat di perkotaan.
Menurutnya, stiker izin lintas tersebut terkesan menunjukkan kearogansian kekuasaan kepada rakyat, terkecuali pihak Lanud Soewondo sudah mendapat hibah Jalan Adi Sucipto, khususnya sepanjang kawasan Lanud Soewondo dari Pemko Medan ataupun Kementerian untuk Angkatan Udara.
“Kalau jalan itu sudah dihibahkan, mungkin masih bisa ditolerir sistem stiker izin lintas, itupun jangan membebani rakyat. Kita khawatir dari penerapan wajib stiker izin lintas tersebut, ada kepentingan terhadap sesuatu hal tertentu, sehingga strategi-strategi awal dengan menggunakan stiker, ujung-ujungnya diduga ada kepentingan yang lebih besar terhadap stiker itu,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat, dirinya mengaku kecewa terhadap kebijakan yang dibuat Komando Operasional Pangkalan TNI AU Soewondo melalui surat edaran, karena seolah-olah Jalan Adi Sucipto yang melintasi kawasan Lanud Soewondo hanya milik TNI AU.
Padahal pemeliharaan jalan tersebut masih menggunakan uang rakyat melalui APBD. Harusnya jangan ada keistimewaan terhadap pengguna jalan yang hanya menyusahkan rakyat.
“Saat ini rakyat sudah sangat butuh dukungan pemerintah secara optimal, tapi malah di takut-takuti dengan kebijakan- kebijakan sepihak,” tegasnya.
Politis Nasdem ini juga menyesalkan ditambahnya sejumlah gundukan penghambat laju (polisi tidur) sepanjang jalan tersebut. Jumlah yang banyak dan menyulitkan pengguna jalan serta menyebabkan arus antrean kendaraan menjadi panjang karena harus berjalan sangat pelan saat melintas.
“Bisa dibayangkan, kendaraan harus melintasi 10 lebih polisi tidur yang dibuat mereka, akibatnya terjadi macet panjang. Padahal Jalan Adi Sucipto itu salah satu jalan alternatif menghindari kemacetan terjadi di Jalan Djamin Ginting, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Juanda,” katanya.
Dikatakannya untuk jalan tersebut, banyak pengendara yang menggunakan jalur itu bagi kepentingan sekolah dan kebutuhan pekerjaan yang kesehariannya lewat dari komplek itu. Begitu juga bagi masyarakat lain yang memilih jalur alternatif untuk menghindari macet. “Sangat kecewa lah, seolah olah jalan itu hanya milik AURI. Jangan ada keistimewaan terhadap pengguna jalan jika hanya menyusahkan rakyat,” katanya lagi.
Kenapa Jadi Pusat Bisnis?
Terpisah, Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara Abyadi Siregar juga menilai, wacana tersebut sangat tidak tepat. “Memang pada jam-jam tertentu terjadi kemacetan di kawasan tersebut.
Tapi itu terlihat selalu hanya di simpang empat Avros. Sehingga, pemberlakuan stiker belum tepat dijadikan sebagai cara mengatasi kemacetannya,” kata Abyadi.
Dikatakan Abyadi, jika benar penerapan stiker izin melintas dari Jalan Adi Sucipto ini bertujuan untuk mengurai kemacetan, maka bukanlah solusi. “Apa iya stiker bisa mengurai kemacetan,” ucapnya.
Tak hanya itu, lanjut Abyadi, apabila penerapan stiker khusus ini untuk meningkatkan pengawasan keamanan, seharusnya kawasan Lanud Soewondo jangan dijadikan sebagai kawasan pusat bisnis. Sebab, akan menjadi tempat kunjungan masyarakat dari berbagai pihak.
“Sebetulnya kalau benar-benar mau aman, kawasan Lanud soewondo itu jangan dijadikan sebagai kawasan pusat bisnis yang akan menjadi pusat kunjungan masyarakat dari berbagai pihak.
Mestinya, untuk menjaga keamanan di pangkalan militer itu, masyarakat jangan diberi bebas. Tapi faktanya, sudah ada kawasan bisnis sehingga ini menjadi ancaman juga bagi keamanan pangkalan TNI AU,” cetusnya.
Menurut Abyadi, pihak Pangkalan TNI Angkatan Udara Soewondo juga menyebutkan bahwa Jalan Adi Sucipto bukan jalan umum. Tapi faktanya, kawasan itu saat ini sudah menjadi pusat-pusat bisnis dan berdiri gedung gedung mewah di sana. Padahal kawasan ini merupakan Pangkalan Militer.
Bahkan kawasan ini disebut sebagai aset TNI AU. “Tapi kenapa di aset TNI AU itu bertumbuhan gedung-gedung ruko diduga milik swasta, inikan aneh. Ombudsman akan mencoba mempelajari Juknis internal TNI AU yang menjadi dasar pemberlakuan sistem pemberlakuan stiker tersebut,” tuturnya.
Abyadi menambahkan, wacana pemberlakuan izin melintas di Lanud Soewondo tidak sesuai urgensinya. “Ombudsman akan mencoba mempelajari juknis internal TNI AU, yang menjadi dasar pemberlakuan sistem pemberlakuan stiker tersebut,” kata Abyadi.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan surat edaran Komanado Operasi TNI AU-I Pangkalan TNI AU Soewondo no SE/02/VI/2018 tentang stiker izin lintas wilayah Lanud Soewondo disebutkan, dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketertiban di wilayah LanudSoewondo sera untuk mempermudah pengawasan dan proses identifikasi terhadap kendaraan yang keluar/masuk melalui akses jalan di wilayah pangkalan diberlakukan penggunaan stiker izin lintas Lanud Soewondo.
Stiker diwajibkan bagi warga sipil yang menggunakan akses TNI AU/melintasi di jalan KMU Adi Sucipto atau jalan lain yang ada kepentingannya dengan TNI AU. Stiker dibagi dua warna, yaitu warna merah untuk warga sekitar Lanud Soewondo dan warna biru bagi pengguna Jalan Adi Sucipto. (bal)