30 C
Medan
Monday, July 8, 2024

Saling Tuding, Dewan Ogah Kembalikan Uang Reses

MEDAN-Bocornya dana reses anggota DPRD Sumut Tahun 2010, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terus menuai kecaman dari banyak pihak. Bahkan, saling tuding pun tejadi.
Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Prmaono Asri yang dikonfirmasi Sumut Pos saat memasuki gedung DPRD Sumut, seusai salat Jumat mengatakan, persoalan ini yang seharusnya menjelaskan adalah Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Sumut.
“Itu Sekwan yang jawab. Tanya dia mengenai persoalan ini,” jawabnya.

Sementara itu, anggota DPRD Sumut lainnya, Marasal Hutasoit mengatakan, munculnya persoalan ini tidak terlepas dari ketidakprofesionalan staf-staf di Sekretariat Dewan. “Ini karena staf-staf di dewan yang tidak teliti. Sebenarnya, kami reses pun malah mengeluarkan uang pribadi, untuk tambahan uang reses itu Kalau sudah begini, artinya negara mengkorup anggota dewan. Reses ini pun sebuah kewajiban dari anggota dewan yang diatur undang-undang,” terangnya.

Dikatakannya, kalau memang munculnya persoalan ini, semestinya juga sudah muncul dari dulu pada masa anggota dewan terdahulu. “Kalau memang begini, bagaimana yang anggota dewan yang dulu. Makanya sekarang, anggota dewan yang melakukan reses, harus membuat laporannya sendiri. Dan ini mulai diterapkan,” bebernya lagi.

Kemudian, Marasal juga menyangkal bila ada kerugian negara pada persoalan dana reses tersebut. “Misalnya saya ke Asahan. Ada acara potong babi. Staf DPRD Sumut itu kadang-kadang, cari kwitansi susah. Jadi baru dicarilah rumah makan. Persoalan ini, tidak ada kerugian negara. Karena kita pergi (reses, Red). Malah uang pribadi kita keluar,” bebernya.

Dalam kaitannya dengan hal ini, Pansus Akuntabilitas telah berupaya mengklarifikasi ke BPK. Namun, upaya klarifikasi itu tidak digubris BPK. “Sudah diklarifikasi, tapi BPK tetap bersikukuh dengan keputusan dan laporan itu. Coba mereka melakukan reses?” tambahnya.

Sementara itu, anggota Fraksi PDI P DPRD Sumut Alamsyah Hamdani mengemukakan, secara pribadi dirinya tidak akan mengembalikan uang reses yang diterimanya sebesar Rp25 juta.
“Saya tidak akan mengembalikan uang itu. Terserah mau BPK atau KPK yang memeriksa. Malah kita reses mengeluarkan biaya pribadi selain biaya reses dari DPRD tersebut,” cetusnya.

Sedangkan itu, pengamat anggaran Sumatera Utara, Elfenda Ananda kepada Sumut Pos menegaskan, persoalan ini sudah seharusnya diajukan ke persoalan hukum. Karena secara otomatis, citra anggota DPRD Sumut akan semakin buruk. Meskipun, masyarakat ‘ragu’ pada penegakan hukum di Sumut.

“Ini persoalan yang harus diajukan ke ranah hukum. Meskipun tidak sampai ke KPK, tetap harus dilaporkan ke penegak hukum lainnya seperti Kejatisu dan Poldasu. Meskipun kita pada prinsipnya ragu pada upaya penegakan hukum di Sumut,” ulasnya.

Ditambahkannya, upaya klarifikasi yang dilakukan anggota dewan melalui Pansus Akuntabilitas, sebenarnya bukan lah langkah yang tepat. Karena, masalah ini bukan lagi mencari-cari aman, melainkan sudah semestinya mencari pembuktian. Karena menurutnya, munculnya persoalan ini juga ada kesan anggaran untuk reses anggota dewan diduga dilebih-lebih kan.

“Bukan persoalan klarifikasi, tapi sekarang yang dibutuhkan adalah pembuktian. Letak persoalan adalah tidak hanya di anggota dewannya saja, tapi juga menjadi tanggungjawab Sekretariat Dewan (Sekwan) DPRD Sumut, selaku pihak yang menghandle atau mengatur jadwal reses itu,” tegasnya.

Sikap dari eksekutif, terutama Plt Gubsu seharusnya, anjur Elfenda, benar-benar menelaah persoalan ini. Karena persoalan ini, memiliki kemungkinan tidak hanya terjadi di Tahun 2010 lalu, tapi juga di tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana pula dengan anggota dewan yang tidak mengikuti reses, namun tetap mengambil “jatah” reses?

Mengenai hal itu, Elfenda menyatakan, hal ini adalah persoalan keuangan daerah, yang mau tidak mau harus dibuka ke khalayak. Dalam arti kata, perlu transparansi dan pembuktian.
“Ini masalah keuangan yang memiliki kaitannya bai kepentingan rakyat dan pemerintahan. Perlu ada perhatian, dalam proses transparansi,” tuturnya.

Menanggapi kisruh itu, Sekwan DPRD Sumut, Randiman Tarigan, tak mau berkometar lebih jauh. Sikap Randiman ini wajar, pasalnya persoalan itu terjadi saat dia belum menjabat Sekwan, tapi dijabat oleh Ridwan Bustan.(ari)

MEDAN-Bocornya dana reses anggota DPRD Sumut Tahun 2010, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terus menuai kecaman dari banyak pihak. Bahkan, saling tuding pun tejadi.
Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Prmaono Asri yang dikonfirmasi Sumut Pos saat memasuki gedung DPRD Sumut, seusai salat Jumat mengatakan, persoalan ini yang seharusnya menjelaskan adalah Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Sumut.
“Itu Sekwan yang jawab. Tanya dia mengenai persoalan ini,” jawabnya.

Sementara itu, anggota DPRD Sumut lainnya, Marasal Hutasoit mengatakan, munculnya persoalan ini tidak terlepas dari ketidakprofesionalan staf-staf di Sekretariat Dewan. “Ini karena staf-staf di dewan yang tidak teliti. Sebenarnya, kami reses pun malah mengeluarkan uang pribadi, untuk tambahan uang reses itu Kalau sudah begini, artinya negara mengkorup anggota dewan. Reses ini pun sebuah kewajiban dari anggota dewan yang diatur undang-undang,” terangnya.

Dikatakannya, kalau memang munculnya persoalan ini, semestinya juga sudah muncul dari dulu pada masa anggota dewan terdahulu. “Kalau memang begini, bagaimana yang anggota dewan yang dulu. Makanya sekarang, anggota dewan yang melakukan reses, harus membuat laporannya sendiri. Dan ini mulai diterapkan,” bebernya lagi.

Kemudian, Marasal juga menyangkal bila ada kerugian negara pada persoalan dana reses tersebut. “Misalnya saya ke Asahan. Ada acara potong babi. Staf DPRD Sumut itu kadang-kadang, cari kwitansi susah. Jadi baru dicarilah rumah makan. Persoalan ini, tidak ada kerugian negara. Karena kita pergi (reses, Red). Malah uang pribadi kita keluar,” bebernya.

Dalam kaitannya dengan hal ini, Pansus Akuntabilitas telah berupaya mengklarifikasi ke BPK. Namun, upaya klarifikasi itu tidak digubris BPK. “Sudah diklarifikasi, tapi BPK tetap bersikukuh dengan keputusan dan laporan itu. Coba mereka melakukan reses?” tambahnya.

Sementara itu, anggota Fraksi PDI P DPRD Sumut Alamsyah Hamdani mengemukakan, secara pribadi dirinya tidak akan mengembalikan uang reses yang diterimanya sebesar Rp25 juta.
“Saya tidak akan mengembalikan uang itu. Terserah mau BPK atau KPK yang memeriksa. Malah kita reses mengeluarkan biaya pribadi selain biaya reses dari DPRD tersebut,” cetusnya.

Sedangkan itu, pengamat anggaran Sumatera Utara, Elfenda Ananda kepada Sumut Pos menegaskan, persoalan ini sudah seharusnya diajukan ke persoalan hukum. Karena secara otomatis, citra anggota DPRD Sumut akan semakin buruk. Meskipun, masyarakat ‘ragu’ pada penegakan hukum di Sumut.

“Ini persoalan yang harus diajukan ke ranah hukum. Meskipun tidak sampai ke KPK, tetap harus dilaporkan ke penegak hukum lainnya seperti Kejatisu dan Poldasu. Meskipun kita pada prinsipnya ragu pada upaya penegakan hukum di Sumut,” ulasnya.

Ditambahkannya, upaya klarifikasi yang dilakukan anggota dewan melalui Pansus Akuntabilitas, sebenarnya bukan lah langkah yang tepat. Karena, masalah ini bukan lagi mencari-cari aman, melainkan sudah semestinya mencari pembuktian. Karena menurutnya, munculnya persoalan ini juga ada kesan anggaran untuk reses anggota dewan diduga dilebih-lebih kan.

“Bukan persoalan klarifikasi, tapi sekarang yang dibutuhkan adalah pembuktian. Letak persoalan adalah tidak hanya di anggota dewannya saja, tapi juga menjadi tanggungjawab Sekretariat Dewan (Sekwan) DPRD Sumut, selaku pihak yang menghandle atau mengatur jadwal reses itu,” tegasnya.

Sikap dari eksekutif, terutama Plt Gubsu seharusnya, anjur Elfenda, benar-benar menelaah persoalan ini. Karena persoalan ini, memiliki kemungkinan tidak hanya terjadi di Tahun 2010 lalu, tapi juga di tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana pula dengan anggota dewan yang tidak mengikuti reses, namun tetap mengambil “jatah” reses?

Mengenai hal itu, Elfenda menyatakan, hal ini adalah persoalan keuangan daerah, yang mau tidak mau harus dibuka ke khalayak. Dalam arti kata, perlu transparansi dan pembuktian.
“Ini masalah keuangan yang memiliki kaitannya bai kepentingan rakyat dan pemerintahan. Perlu ada perhatian, dalam proses transparansi,” tuturnya.

Menanggapi kisruh itu, Sekwan DPRD Sumut, Randiman Tarigan, tak mau berkometar lebih jauh. Sikap Randiman ini wajar, pasalnya persoalan itu terjadi saat dia belum menjabat Sekwan, tapi dijabat oleh Ridwan Bustan.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/