32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dua Tersangka Bansos Tak Kunjung Ditahan

Dua tersangka perkara korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut Tahun 2011 di antaranya Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga hingga kini belum ditahan.

Kasi Penkum Kejati Sumut Marcos Simaremare mengatakan, penyidik beranggapan belum ditahannya kedua tersangka yang merupakan pemilik yayasan atau LSM itu, disebabkan masih kooperatif menjalani pemeriksaan.

“Memang kedua tersangka ini belum ditahan karena perkaranya masih diproses, jadi penyidik masih melakukan investigasi di lapangan. Apalagi selama ini kedua tersangka kooperatif selama menjalani pemeriksaan. Mereka banyak membantu dan memberikan sejumlah bukti maupun dokumen baru sama kita,” ujar Marcos diruangannya, Jumat (8/3).

Menurut Marcos, penyidik tidak hanya terpaku pada penentuan status penahanan. Apalagi dalam hal ini akan dicek lagi kemana aliran dana bansos tersebut, apakah mengalir ke oknum-oknum pejabat tinggi di Pemprov Sumut. Namun Marcos sendiri enggan menjelaskan lebih lanjut siapa saja oknum pejabat tinggi yang menikmati dana korupsi itu. Bahkan Marcos tak mau berkomentar banyak terhadap pemeriksaan lanjutan kedua tersangka.

“Nantilah itu. Kan masih diperiksa. Kalau saya nggak salah, sudah dua kali mereka ini diperiksa. Nggak mungkin lah kita sebutkan bagaimana pemeriksaannya. Nanti dulu ya, penyidik kan sedang bekerja,” ungkapnya mengakhiri.

Seperti diketahui, Aidil Agus dan Imom Soleh Ritonga diduga menjadi perantara penyaluran dana Bansos dan sekaligus penerima karena keduanya mempunyai yayasan. Mereka membuat sekitar empat proposal fiktif sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2 miliar lebih. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2012 lalu, namun keduanya masih dapat menghirup udara segar. Tidak ditahannya kedua tersangka, menambah urutan panjang banyaknya tersangka korupsi yang tidak ditahan karena alasan kooperatif menjalani pemeriksaan.

Misalnya saja Kepala Biro Binkemsos Setda Pemprov Sumut Sakhira Zandi, Kepala Biro Perekonomian Setda Pemprov Sumut Bangun Oloan Harahap, Bendahara Bansos Biro Binkemsos Setda Pemprov Sumut Ahmad Faisal dan Bendahara Bansos Biro Perekonomian Setda Pemprov Sumut Ummi Kalsum. Bahkan hingga perkaranya dilimpahkan ke tahap dua di Kejari Medan, para tersangka hanya ditetapkan sebagai tahanan kota. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan terutama dari praktisi hukum. Kooperatif tidak dapat dijadikan pembenaran untuk tidak menahan tersangka korupsi.

“Ini menimbulkan banyak pertanyaan bagi kita. Jangan-jangan ada unsur kesengajaan untuk tidak menahan para tersangka korupsi bansos ini atau penegak hukumnya takut. Alasan koopratif itu tidak bisa dijadikan pembenar untuk tidak menahan mereka. Istilah para tersangka di jadikan sebagai mesin ATM bagi penyidik sudah biasa. Artinyakan begini, dalam perkara ini, ada dugaan-dugaan yang mengarah kesana,” ujar praktisi hukum Muslim Muis kepada Sumut Pos.

Bahkan, Muslim juga menyatakan perlu nya dilakukan penyadapan terhadap penyidik di Kejati Sumut agar tidak bermain-main dalam perkara yang menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah itu. “Kalau perlu alat komunikasi mereka ini disadap. Untuk membuktikan apakah tersangka korupsi ini dijadikan mesin ATM atau tidak. Apalagi perkara ini berjalan terlalu lama dan jalan ditempat. Tersangkanya hanya 12 orang bahkan banyak yang tidak ditahan,” tegasnya.

Terpisah, praktisi hukum lainnya Nuriono mempertanyakan konsistensi Kejati Sumut dalam penegakan hukum. “Kejaksaan harus segera melakukan penahanan itu. Agar Kejaksaan tidak dianggap diskriminatif dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Ini yang mencederai rasa keadilan bagi masyarakat. Tidak ditahannya kedua tersangka bansos ini jangan dijadikan sebagai alat bargaining. Siapa sebenarnya yang diuntungka dalam perkara ini. Tidak ditahannya tersangka korupsi memang bisa saja dikarenakan ada jaminan, perintah atasan, adanya kedekatan emosional, dan lainnya. Tapi jangan dijadikan alasan untuk tidak menahan mereka,” ujarnya kepada Sumut Pos.

Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ini juga mengkritisi lambatnya penanganan perkara korupsi bansos Pemprov Sumut tahun 2009, 2010, 2011. Sebab meski kerugian negara mencapai miliaran rupiah dan penyidikan berjalan cukup lama, namun tersangka yang baru ditetapkan hanya 12 orang. “Memang penanganannya lambat. Sangat lambat malahan. Kejati Sumut perlu di warning dengan kinerja mereka mengusut kasus ini. Memang mereka lambat. Untuk itulah harus ada gerakan dari masyarakat untuk memperingatkan mereka,” bebernya. (far)

Dua tersangka perkara korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemprov Sumut Tahun 2011 di antaranya Aidil Agus dan Imom Saleh Ritonga hingga kini belum ditahan.

Kasi Penkum Kejati Sumut Marcos Simaremare mengatakan, penyidik beranggapan belum ditahannya kedua tersangka yang merupakan pemilik yayasan atau LSM itu, disebabkan masih kooperatif menjalani pemeriksaan.

“Memang kedua tersangka ini belum ditahan karena perkaranya masih diproses, jadi penyidik masih melakukan investigasi di lapangan. Apalagi selama ini kedua tersangka kooperatif selama menjalani pemeriksaan. Mereka banyak membantu dan memberikan sejumlah bukti maupun dokumen baru sama kita,” ujar Marcos diruangannya, Jumat (8/3).

Menurut Marcos, penyidik tidak hanya terpaku pada penentuan status penahanan. Apalagi dalam hal ini akan dicek lagi kemana aliran dana bansos tersebut, apakah mengalir ke oknum-oknum pejabat tinggi di Pemprov Sumut. Namun Marcos sendiri enggan menjelaskan lebih lanjut siapa saja oknum pejabat tinggi yang menikmati dana korupsi itu. Bahkan Marcos tak mau berkomentar banyak terhadap pemeriksaan lanjutan kedua tersangka.

“Nantilah itu. Kan masih diperiksa. Kalau saya nggak salah, sudah dua kali mereka ini diperiksa. Nggak mungkin lah kita sebutkan bagaimana pemeriksaannya. Nanti dulu ya, penyidik kan sedang bekerja,” ungkapnya mengakhiri.

Seperti diketahui, Aidil Agus dan Imom Soleh Ritonga diduga menjadi perantara penyaluran dana Bansos dan sekaligus penerima karena keduanya mempunyai yayasan. Mereka membuat sekitar empat proposal fiktif sehingga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp2 miliar lebih. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2012 lalu, namun keduanya masih dapat menghirup udara segar. Tidak ditahannya kedua tersangka, menambah urutan panjang banyaknya tersangka korupsi yang tidak ditahan karena alasan kooperatif menjalani pemeriksaan.

Misalnya saja Kepala Biro Binkemsos Setda Pemprov Sumut Sakhira Zandi, Kepala Biro Perekonomian Setda Pemprov Sumut Bangun Oloan Harahap, Bendahara Bansos Biro Binkemsos Setda Pemprov Sumut Ahmad Faisal dan Bendahara Bansos Biro Perekonomian Setda Pemprov Sumut Ummi Kalsum. Bahkan hingga perkaranya dilimpahkan ke tahap dua di Kejari Medan, para tersangka hanya ditetapkan sebagai tahanan kota. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan terutama dari praktisi hukum. Kooperatif tidak dapat dijadikan pembenaran untuk tidak menahan tersangka korupsi.

“Ini menimbulkan banyak pertanyaan bagi kita. Jangan-jangan ada unsur kesengajaan untuk tidak menahan para tersangka korupsi bansos ini atau penegak hukumnya takut. Alasan koopratif itu tidak bisa dijadikan pembenar untuk tidak menahan mereka. Istilah para tersangka di jadikan sebagai mesin ATM bagi penyidik sudah biasa. Artinyakan begini, dalam perkara ini, ada dugaan-dugaan yang mengarah kesana,” ujar praktisi hukum Muslim Muis kepada Sumut Pos.

Bahkan, Muslim juga menyatakan perlu nya dilakukan penyadapan terhadap penyidik di Kejati Sumut agar tidak bermain-main dalam perkara yang menimbulkan kerugian negara triliunan rupiah itu. “Kalau perlu alat komunikasi mereka ini disadap. Untuk membuktikan apakah tersangka korupsi ini dijadikan mesin ATM atau tidak. Apalagi perkara ini berjalan terlalu lama dan jalan ditempat. Tersangkanya hanya 12 orang bahkan banyak yang tidak ditahan,” tegasnya.

Terpisah, praktisi hukum lainnya Nuriono mempertanyakan konsistensi Kejati Sumut dalam penegakan hukum. “Kejaksaan harus segera melakukan penahanan itu. Agar Kejaksaan tidak dianggap diskriminatif dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Ini yang mencederai rasa keadilan bagi masyarakat. Tidak ditahannya kedua tersangka bansos ini jangan dijadikan sebagai alat bargaining. Siapa sebenarnya yang diuntungka dalam perkara ini. Tidak ditahannya tersangka korupsi memang bisa saja dikarenakan ada jaminan, perintah atasan, adanya kedekatan emosional, dan lainnya. Tapi jangan dijadikan alasan untuk tidak menahan mereka,” ujarnya kepada Sumut Pos.

Mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan ini juga mengkritisi lambatnya penanganan perkara korupsi bansos Pemprov Sumut tahun 2009, 2010, 2011. Sebab meski kerugian negara mencapai miliaran rupiah dan penyidikan berjalan cukup lama, namun tersangka yang baru ditetapkan hanya 12 orang. “Memang penanganannya lambat. Sangat lambat malahan. Kejati Sumut perlu di warning dengan kinerja mereka mengusut kasus ini. Memang mereka lambat. Untuk itulah harus ada gerakan dari masyarakat untuk memperingatkan mereka,” bebernya. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/