24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Jam Konfirmasi Wartawan pun Dibatasi

Setelah menerapkan sistem komputerisasi bagi pengunjung maupun wartawan yang ingin masuk ke Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut, kini korps adhyaksa itu membuat aturan baru dimana wartawan dibatasi jam untuk melakukan konfirmasi.

Kasi Penkum Kejati Sumut Chandra Purnama mengatakan, adanya jadwal tertentu untuk melakukan konfirmasi berita dan dilakukannya sterilisasi bertujuan agar program Penerangan Hukum (Penkum) dapat berjalan dengan baik. “Kita kan juga punya program Penkum. Kita juga memiliki tupoksi masing-masing. Kan bisa melalui telepon dan SMS atau BBM untuk menanyakan suatu perkara jika saya di sini tidak bisa ditemui,” ujar Chandra di Kantor Kejati Sumut, Senin (8/4).

Sebelumnya, melalui pesan singkatnya, Chandra memberitahukan bahwa media massa ketika ingin mengkonfirmasi hanya boleh pukul 08.30 WIB-09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB-16.00 WIB. “Diberitahukan kepada teman-teman, mulai hari Senin, 8 April 2013, untuk konfirmasi kepada Penkum atau Humas, dimulai pukul 08.30 s/d 09.00 WIB dan pukul 15.00 s/d 16.00 WIB. Demikian atas perhatian dan kerjasama teman-teman,” kata Chandra.
Terpisah, Kepala Kejati Sumut Noor Rachmad, mengaku, adanya jadwal konfirmasi resmi yang dikeluarkan Penkum adalah bertujuan untuk penertiban. Dirinya juga mengaku mendukung langkah tersebut. “Itu kan secara resmi, kalau insidentil kapan saja bisa. Kalau penting gak mungkin begitu. Itu pengaturan untuk tertib saja. Masing-masing punya kebijakan, karena kewenangan penkum untuk memanajemen wartawan maka kebijakan itu ia ambil dan hal yang wajar,” jelasnya.

Namun, Kajati membantah bahwa penerapan sistem elektrisasi penyaringan bagi tamu maupun wartawan yang akan berkunjung ke Kejati Sumut karena hilangnya berkas pemeriksaan penyidik. “Ah tidak benar itu, mana mungkin. Tanya aja dia (Andi Faisal), apa alasannya menyebutkan alasan itu,” ujarnya menanggapi pernyataan Kabag TU Kejati Sumut Andi Faisal yang menyebutkan bahwa pihaknya pernah kehilangan berkas pemeriksaan dari ruangan.

Saat ditanya apakah pernah berkas-berkas perkara hilang selama kantor Kejati Sumut dapat diakses langsung oleh media tanpa ada pembatasan yang dilakukan sejak Rabu lalu, Noor tidak mengetahui persis hal tersebut. Dirinya juga menjelaskan, tidak ingin membanding-bandingkan case di KPK, di mana salah satu Sprindik bocor di tangan dua orang wartawan.

“Saya tidak membanding-bandingkan dengan siapapun. Ini demi kepentingan bersama. Sejak saya masuk di sini sudah saya minta itu (penertiban tamu). Itu bukan menghalangi kalian, tetapi untuk tertib saja. Tetapi kalau ada hal yang penting silahkan tanya. Jadi semangat kami bukan itu (pembatasan informasi),” pungkasnya.

Seperti diketahui, Kabag TU Kejati Sumut Andi Faisal, menerapkan sistem komputerisasi bagi siapa-siapa saja yang ingin masuk ke kantor tersebut. Dengan menghampiri petugas jaga terlebih dahulu, tamu baru boleh diperkenankan masuk ke kantor jika pejabat terkait yang ingin ditemui berkenan, dan jika tidak, tamu tidak diizinkan masuk ke kantor. Menurutnya, adanya aturan tersebut dikarenakan pihaknya pernah kehilangan file/berkas pemeriksaan.

Terpisah, pengamat hukum Kota Medan Bukit Sitompul menilai, bahwa pihak Kejati Sumut secara terang-terangan melakukan pengkebirian hak-hak masyarakat umum dan mempersempit kerja dari jurnalis. Kebebasan dalam mendapat informasi sesuai dengan etika profesi dilindungi oleh UU dan dijamin oleh Negara.

Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Sumatera Utara Zaki Abdullah menyatakan keberatan dengan aturan yang ditetapkan oleh Kejati Sumut dengan pembatasan jam konfirmasi bagi wartawan. Ditegaskannya, aturan itu bertentangan dengan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang keterbukaan informasi yang menjamin kebebasan pers untuk mencari informasi.

“Kita (KIP) memang belum bisa bertindak karena belum masuk ke dalam sengketa informasi publik. KIP bisa bertindak jika sudah ada laporan maupun sengketa. Menurut saya Kejati Sumut sudah menghalangi kebebasan pers dalam mencari informasi,” ujar Zaki.

Ditambahkannya, aturan yang dikeluarkan pihak Kejati Sumut yaitu hanya boleh wawancara pada pukul 08.30 WIB sampai 09.00 WIB terlalu membatasi kebebasan pers dalam menggali informasi. Aturan itu sudah lari dari jalur yang ada.

“Pada jam tersebut, belum tentu narasumber yang mau diwawancarai oleh wartawan sudah berada di kantornya. Jam yang ditentukan tersebut membuat wartawan tak bisa bertemu nara sumbernya. Jadi Kejati itu anggap wartawan itu apa? Apa wartawan sudah tidak dianggap oleh Kejati sebagai mitra? Inikan sudah lari dari jalur,” tegasnya. (far)

Setelah menerapkan sistem komputerisasi bagi pengunjung maupun wartawan yang ingin masuk ke Gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut, kini korps adhyaksa itu membuat aturan baru dimana wartawan dibatasi jam untuk melakukan konfirmasi.

Kasi Penkum Kejati Sumut Chandra Purnama mengatakan, adanya jadwal tertentu untuk melakukan konfirmasi berita dan dilakukannya sterilisasi bertujuan agar program Penerangan Hukum (Penkum) dapat berjalan dengan baik. “Kita kan juga punya program Penkum. Kita juga memiliki tupoksi masing-masing. Kan bisa melalui telepon dan SMS atau BBM untuk menanyakan suatu perkara jika saya di sini tidak bisa ditemui,” ujar Chandra di Kantor Kejati Sumut, Senin (8/4).

Sebelumnya, melalui pesan singkatnya, Chandra memberitahukan bahwa media massa ketika ingin mengkonfirmasi hanya boleh pukul 08.30 WIB-09.00 WIB dan pukul 15.00 WIB-16.00 WIB. “Diberitahukan kepada teman-teman, mulai hari Senin, 8 April 2013, untuk konfirmasi kepada Penkum atau Humas, dimulai pukul 08.30 s/d 09.00 WIB dan pukul 15.00 s/d 16.00 WIB. Demikian atas perhatian dan kerjasama teman-teman,” kata Chandra.
Terpisah, Kepala Kejati Sumut Noor Rachmad, mengaku, adanya jadwal konfirmasi resmi yang dikeluarkan Penkum adalah bertujuan untuk penertiban. Dirinya juga mengaku mendukung langkah tersebut. “Itu kan secara resmi, kalau insidentil kapan saja bisa. Kalau penting gak mungkin begitu. Itu pengaturan untuk tertib saja. Masing-masing punya kebijakan, karena kewenangan penkum untuk memanajemen wartawan maka kebijakan itu ia ambil dan hal yang wajar,” jelasnya.

Namun, Kajati membantah bahwa penerapan sistem elektrisasi penyaringan bagi tamu maupun wartawan yang akan berkunjung ke Kejati Sumut karena hilangnya berkas pemeriksaan penyidik. “Ah tidak benar itu, mana mungkin. Tanya aja dia (Andi Faisal), apa alasannya menyebutkan alasan itu,” ujarnya menanggapi pernyataan Kabag TU Kejati Sumut Andi Faisal yang menyebutkan bahwa pihaknya pernah kehilangan berkas pemeriksaan dari ruangan.

Saat ditanya apakah pernah berkas-berkas perkara hilang selama kantor Kejati Sumut dapat diakses langsung oleh media tanpa ada pembatasan yang dilakukan sejak Rabu lalu, Noor tidak mengetahui persis hal tersebut. Dirinya juga menjelaskan, tidak ingin membanding-bandingkan case di KPK, di mana salah satu Sprindik bocor di tangan dua orang wartawan.

“Saya tidak membanding-bandingkan dengan siapapun. Ini demi kepentingan bersama. Sejak saya masuk di sini sudah saya minta itu (penertiban tamu). Itu bukan menghalangi kalian, tetapi untuk tertib saja. Tetapi kalau ada hal yang penting silahkan tanya. Jadi semangat kami bukan itu (pembatasan informasi),” pungkasnya.

Seperti diketahui, Kabag TU Kejati Sumut Andi Faisal, menerapkan sistem komputerisasi bagi siapa-siapa saja yang ingin masuk ke kantor tersebut. Dengan menghampiri petugas jaga terlebih dahulu, tamu baru boleh diperkenankan masuk ke kantor jika pejabat terkait yang ingin ditemui berkenan, dan jika tidak, tamu tidak diizinkan masuk ke kantor. Menurutnya, adanya aturan tersebut dikarenakan pihaknya pernah kehilangan file/berkas pemeriksaan.

Terpisah, pengamat hukum Kota Medan Bukit Sitompul menilai, bahwa pihak Kejati Sumut secara terang-terangan melakukan pengkebirian hak-hak masyarakat umum dan mempersempit kerja dari jurnalis. Kebebasan dalam mendapat informasi sesuai dengan etika profesi dilindungi oleh UU dan dijamin oleh Negara.

Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Sumatera Utara Zaki Abdullah menyatakan keberatan dengan aturan yang ditetapkan oleh Kejati Sumut dengan pembatasan jam konfirmasi bagi wartawan. Ditegaskannya, aturan itu bertentangan dengan Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang keterbukaan informasi yang menjamin kebebasan pers untuk mencari informasi.

“Kita (KIP) memang belum bisa bertindak karena belum masuk ke dalam sengketa informasi publik. KIP bisa bertindak jika sudah ada laporan maupun sengketa. Menurut saya Kejati Sumut sudah menghalangi kebebasan pers dalam mencari informasi,” ujar Zaki.

Ditambahkannya, aturan yang dikeluarkan pihak Kejati Sumut yaitu hanya boleh wawancara pada pukul 08.30 WIB sampai 09.00 WIB terlalu membatasi kebebasan pers dalam menggali informasi. Aturan itu sudah lari dari jalur yang ada.

“Pada jam tersebut, belum tentu narasumber yang mau diwawancarai oleh wartawan sudah berada di kantornya. Jam yang ditentukan tersebut membuat wartawan tak bisa bertemu nara sumbernya. Jadi Kejati itu anggap wartawan itu apa? Apa wartawan sudah tidak dianggap oleh Kejati sebagai mitra? Inikan sudah lari dari jalur,” tegasnya. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/