25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Perizinan Apartemen De’ Glass Diduga Maladministrasi, Warga Lapor Ombudsman

M IDRIS/Sumutpos
Kuasa hukum warga Jalan Gelas yang keberatan dengan pembangunan apartemen De Glass, melaporkan ke Ombudsman Sumut terkait proses perizinan diduga mal administrasi, Senin (8/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak proses pembangunan, apartemen De’ Glass Residence Residence di Jalan Gelas, sudah menuai sejumlah persoalan, hingga akhirnya pembangunannya distanvaskan (dihentikan sementara). Kali ini, persoalan baru muncul. Proses perizinan pembangunan apartemen De’ Glass Residence diduga terjadi maladministrasi Warga sekitar yang keberatan kemudian melaporkan ke Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Senin (8/4).

Warga melalui kuasa hukumnya, Fernando Sitompul mengatakan, proses perizinan proyek apartemen dua tower tersebut terindikasi tak sesuai prosedur atau maladministrasi. Sebab, banyak warga yang protes dan menolak untuk tanda tangan memberi persetujuan terhadap berdirinya apartemen itu.

“Perizinan dari proyek tersebut apakah benar-benar sesuai prosedur? Hal ini patut dipertanyakan. Sebab, banyak warga yang menolak dibangun apartemen tersebut. Namun, kenyataannya perizinan mereka bisa keluar. Makanya, kita laporkan ke Ombudsman (Sumut),” kata Fernando.

Fernando menyatakan, warga yang keberatan adalah warga yang bersebelahan langsung dengan proyek apartemen tersebut. Jumlahnya, ada 30 warga yang tidak setuju atau menolak. “Warga yang tanda tangan dan setuju dengan pembangunan apartemen tersebut sebagian besar rumahnya tidak berdekatan langsung. Bahkan, kabarnya warga yang setuju karena ada sesuatu,” ujar Fernando.

Dikatakan Fernando, pembangunan proyek telah disepakati untuk distanvaskan atau dihentikan sementara waktu karena menuai protes warga. Namun, pembangunan kembali dikerjakan sekitar akhir Februari lalu. Padahal, sewaktu kesepakatan pada pertemuan antara warga dengan pihak pengembang PT Nusantara Makmur Indah di kantor Kelurahan Sei Putih Tengah Senin, 28 Januari 2019, disepakati pembangunan distanvaskan.

Fernando menyebutkan, pembangunan proyek itu berdampak buruk terhadap rumah penduduk yang ada di sekitarnya. Selain menggangu kenyamanan dan waktu istirahat, tembok rumah warga retak salah satunya milik Richard V Silaen. “Sampai sekarang tembok rumahnya masih retak dan belum diganti rugi oleh pihak pembangun apartemen,” ujarnya.

Indra Mingka selaku Ketua DPW Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup (LKLH) Sumut yang ikut mendampingi mengatakan, proses Izin Analisis Dampak Lingkungan (Izin AMDAL) perlu dipertanyakan. Sebab, sampai sekarang tak pernah disampaikan warga secara jelas.

“Sudah dilakukan dua kali pertemuan untuk mempertanyakan Izin AMDAL, dan hasilnya selalu deadlock. Warga tetap tidak setuju karena tidak bisa menjelaskan bagaimana pertanggungjawabannya ke depan. Artinya, siapa yang bisa mempertanggungjawabkan di kemudian hari ketika terjadi apa-apa nantinya,” kata Indra.

Sementara, Dedy Irsan mewakili Ombudsman Sumut mengatakan, laporan warga sudah diterima. Namun perlu dilengkapi lagi karena masih ada yang kurang. “Masih perlu dilengkapi karena keberatan warga secara tertulis baru sebagian. Seharusnya, dibuat surat yang dilaporkan ke wali kota atas keberatan warga secara tertulis paling tidak 20 orang. Dari surat itu, barulah bisa ditindaklanjuti karena memperkuat pelaporan mereka,” ujarnya. (ris/ila)

M IDRIS/Sumutpos
Kuasa hukum warga Jalan Gelas yang keberatan dengan pembangunan apartemen De Glass, melaporkan ke Ombudsman Sumut terkait proses perizinan diduga mal administrasi, Senin (8/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak proses pembangunan, apartemen De’ Glass Residence Residence di Jalan Gelas, sudah menuai sejumlah persoalan, hingga akhirnya pembangunannya distanvaskan (dihentikan sementara). Kali ini, persoalan baru muncul. Proses perizinan pembangunan apartemen De’ Glass Residence diduga terjadi maladministrasi Warga sekitar yang keberatan kemudian melaporkan ke Ombudsman Perwakilan Sumatera Utara (Sumut), Senin (8/4).

Warga melalui kuasa hukumnya, Fernando Sitompul mengatakan, proses perizinan proyek apartemen dua tower tersebut terindikasi tak sesuai prosedur atau maladministrasi. Sebab, banyak warga yang protes dan menolak untuk tanda tangan memberi persetujuan terhadap berdirinya apartemen itu.

“Perizinan dari proyek tersebut apakah benar-benar sesuai prosedur? Hal ini patut dipertanyakan. Sebab, banyak warga yang menolak dibangun apartemen tersebut. Namun, kenyataannya perizinan mereka bisa keluar. Makanya, kita laporkan ke Ombudsman (Sumut),” kata Fernando.

Fernando menyatakan, warga yang keberatan adalah warga yang bersebelahan langsung dengan proyek apartemen tersebut. Jumlahnya, ada 30 warga yang tidak setuju atau menolak. “Warga yang tanda tangan dan setuju dengan pembangunan apartemen tersebut sebagian besar rumahnya tidak berdekatan langsung. Bahkan, kabarnya warga yang setuju karena ada sesuatu,” ujar Fernando.

Dikatakan Fernando, pembangunan proyek telah disepakati untuk distanvaskan atau dihentikan sementara waktu karena menuai protes warga. Namun, pembangunan kembali dikerjakan sekitar akhir Februari lalu. Padahal, sewaktu kesepakatan pada pertemuan antara warga dengan pihak pengembang PT Nusantara Makmur Indah di kantor Kelurahan Sei Putih Tengah Senin, 28 Januari 2019, disepakati pembangunan distanvaskan.

Fernando menyebutkan, pembangunan proyek itu berdampak buruk terhadap rumah penduduk yang ada di sekitarnya. Selain menggangu kenyamanan dan waktu istirahat, tembok rumah warga retak salah satunya milik Richard V Silaen. “Sampai sekarang tembok rumahnya masih retak dan belum diganti rugi oleh pihak pembangun apartemen,” ujarnya.

Indra Mingka selaku Ketua DPW Lembaga Konservasi Lingkungan Hidup (LKLH) Sumut yang ikut mendampingi mengatakan, proses Izin Analisis Dampak Lingkungan (Izin AMDAL) perlu dipertanyakan. Sebab, sampai sekarang tak pernah disampaikan warga secara jelas.

“Sudah dilakukan dua kali pertemuan untuk mempertanyakan Izin AMDAL, dan hasilnya selalu deadlock. Warga tetap tidak setuju karena tidak bisa menjelaskan bagaimana pertanggungjawabannya ke depan. Artinya, siapa yang bisa mempertanggungjawabkan di kemudian hari ketika terjadi apa-apa nantinya,” kata Indra.

Sementara, Dedy Irsan mewakili Ombudsman Sumut mengatakan, laporan warga sudah diterima. Namun perlu dilengkapi lagi karena masih ada yang kurang. “Masih perlu dilengkapi karena keberatan warga secara tertulis baru sebagian. Seharusnya, dibuat surat yang dilaporkan ke wali kota atas keberatan warga secara tertulis paling tidak 20 orang. Dari surat itu, barulah bisa ditindaklanjuti karena memperkuat pelaporan mereka,” ujarnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/