MEDAN, SUMUTPOS.CO – Begitu keluar dari arena lomba, Mutmainnah, seorang peserta Musabaqoh Tilawatil Quran Nasional (MTQN) XXVII/2018 asal Toli-toli, Sulawesi Tengah, berjalan dalam kondisi pincang. Ia lantas dipapah panitia untuk menuruni anak tangga menuju meja administrasi peserta.
DARI raut wajahnya, Mutmainnah tampak mengeram kesakitan.
Sambil memegang kaki kanannya, ia berupaya kuat untuk bisa berjalan. Namun karena saking sakitnya, langkah kakinya pun terhenti dan terpaksa dibantu panitia MTQN yang bertugas di venue Lapangan Istana Maimun Medan, Senin (8/10).
Butuh perjuangan yang amat keras bagi remaja 14 tahun ini untuk bisa hadir dan tampil di ajang bergengsi MTQN XXVII di Kota Medan, Sumatera Utara, mengingat kondisi daerahnya yang porak-poranda seusai dilanda gempa dan tsunami. Apalagi ini kali pertama dirinya ikut dalam MTQ tingkat nasional. Kondisi kakinya yang belum sembuh total paskaoperasi, bertambah parah ketika gempa hebat melanda Palu dan Donggala.
“Iya, ini baru pertama kali ikut (MTQN). Kaki saya baru habis operasi sekitar dua bulan lalu. Dokter bilang jangan dulu pakai sepatu biar kakinya cepat sembuh,” ujar wanita yang akrab disapa Ina membuka cerita.
Tapi Ina justru melanggar anjuran dokter. Waktu sudah kembali aktif belajar satu bulan setelah operasi, ia memaksakan diri memakai sepatu ke sekolah. “Saya harus taat peraturan. Apalagi saya juga Wakil Ketua OSIS, tidak enak bila dilihat teman-teman yang lain,” tutur pelajar kelas 3 MTSN 2, Kabupaten Toli-toli ini.
Ina sebenarnya sudah tampil cukup baik pada hari itu, meski tidak maksimal karena sakit di kaki bagian kanan. Dia mengikuti perlombaan MTQN cabang tahfiz dan tilawah 1 juz bersama tiga rekannya sesama kafilah Sulteng.
“Di Palu kami sempat ada karantina selama satu minggu. Rencana pada 30 September mau ke hotel buat persiapan MTQ. Dan waktu gempa sore hari posisi Ina lagi di kamar. Teman-teman lainnya juga sedang duduk-dukuk menunggu waktu salat (Magrib),” katanya.
Ketika gempa hebat itu datang, Ina dan teman-temannya berhamburan keluar. Waktu itu posisi mereka masih di Asrama Haji setempat. Kebetulan ada dua pintu yakni bagian depan dan belakang di asrama itu. Teman-teman Ina sibuk lari dari pintu depan, sementara dia berusaha keluar dari pintu belakang.
“Setelah besok harinya kami kembali (ke Asrama Haji), gedung itu sudah rubuh. Kondisi di situ juga sudah berantakan. Sebelum itu waktu di perjalanan menuju arah gunung, kami merasakan gempa. Sesampainya di sana, kami disuruh turun tapi kondisinya gak bisa untuk turun,” katanya.
Kakinya bertambah sakit karena coba mencari lokasi aman saat gempa terjadi. Ia pun mencoba mencari bantuan mobil untuk menjauh dari titik gempa. “Saat itu cuma tergantung sama Allah SWT.
Kakak saya kan tinggal di Palu, selalu teringat sama dia. Alhamdulillah ketika besok harinya kami bisa berjumpa dan kakak selamat,” kata Ina sembari tak kuat membendung air matanya jatuh ke pipi. “Sementara di lokasi pengungsian, saya banyak mendengar orang kehilangan istri, anak dan anggota keluarga yang lain,” tambahnya.
Bersama peserta lainnya, Ina akhirnya menuju salah satu rumah dewan hakim setelah bertolak dari Asrama Haji di Palu. Di situ ia merasakan getirnya hidup dengan kondisi daerah paskabencana. Jangan makan dan minum, untuk tidur saja susah. Sementara waktu MTQN sudah di depan mata. Kondisi fisik dan suara harus tetap dijaga agar penampilan bisa maksimal.
“Kami cuma makan indomie sama telur selama dua hari di sana. Kami yang perempuan tidur di kamar semua, yang laki-laki tidur di teras dan ada yang di musala. Pas datang gempa, kami lari lagi. Sebenarnya sedih,” urainya didamping ibunda, Masdiah. “Gak ada pelatihan lagi setelah gempa. Begitu sampai di Medan (Sabtu, 6/10), baru mulai latihan. Kami naik Hercules dari Palu dan sempat bermalam di Surabaya sebelum ke Medan naik pesawat” katanya.
Meski dalam kondisi kurang fit, gadis berparas manis ini tetap memberikan penampilan terbaik. Ia ingin membawa harum daerahnya dalam ajang MTQN kali ini. Selain memohon doa dan dukungan, Mutmai’nah juga berpesan kepada masyarakat Palu dan Sulteng untuk tetap semangat dalam menghadapi cobaan tersebut.
“Saya berharap bisa memberikan hasil terbaik di MTQN tahun ini. Saya ingin buat bangga dan beri motivasi bagi seluruh masyarakat Palu dan Sulteng, meski kita ada bencana tetapi tetap bisa berprestasi,” kata peserta nomor urut lima ini. “Untuk cabang ini kami ada empat orang. Mudah-mudahan kami bisa memberikan prestasi terbaik,” pungkasnya.
Ibunda Ina, Masdiah, mengungkapkan kesedihan mereka sebelum dapat datang ke Kota Medan untuk mengikuti MTQN. Kondisi yang lebih ironis, kata dia, waktu gempa di Palu dirinya tidak berada disamping anaknya karena saat itu sedang ada pelatihan di Banten.
“Saya kebetulan membawa kafilah dari Kalimantan Utara. Waktu empat hari pelatihan di Banten, dapat kabar kalau Palu gempa. Begitu mau pesan tiket ke sana, saya dapat kabar bandara ditutup akibat gempa. Saat itu saya hanya bisa berdoa dan alhamdulilah keluarga saya baik-baik saja,” katanya.
Ia berharap anaknya tetap memberikan penampilan terbaik selama perhelatan MTQN. Apalagi menurutnya Ina sudah berlatih keras dan mempersiapkan diri dengan baik guna tampil di ajang seni membaca Alquran kali ini.
Ina akhirnya ditangani panitia untuk mendapat perawatan medis di arena lomba. Senyumnya kembali merona usai keluar dari ruang medis, meski masih berjalan pincang dan dipapah ibundanya.
Seperti diketahui, sejak 7 Oktober kemarin sejumlah cabang dan golongan perlombaan MTQN sudah dimulai. Bahkan ada di beberapa cabang sudah memasuki babak semifinal. Adapun perlombaan MTQN 2018, terdiri dari 12 cabang dan 23 golongan. Sesuai jadwal, perlombaan berakhir pada 11 Oktober mendatang. (*)