MEDAN- Sebanyak 30 persen dari 500 apotek di Medan terancam gulung tikar alias tutup. Hal ini disebabkan persaingan harga obat, karena tidak adanya keseragaman harga obat. Selain itu, kewajiban memiliki apoteker yang siaga di apotek tersebut setiap hari juga dinilai memberatkan pengusaha apotek.
“Dengan tidak adanya keseragaman harga obat sesuai harga eceren tertinggi (HET), apotik hanya mampu mendapatkan keuntungan 5 persen dari penjualan satu produk obat. Keuntungan tersebut tidak sesuai dengan pengeluaran untuk gaji karyawan dan apoteker,” kata Alung, pemilik apotik Anugrah, Jalan Gatot Subroto Medan, Selasa (8/11).
Alung yang juga akrab disapa Liono itu menyebutkan, harga jual obat harus diseragamkan oleh pengusaha apotek sesuai HET. “Kalau di Medan harga obat paling murah di banding Jakarta. Di Medan, apotek berani jual di bawah HET. Fenomena ini yang bakal mengancam tutupnya apotek,” sebutnya.
Disinggung akan banyaknya apotek yang tutup dan mengenai izinnya, Liono menuturkan, izin usaha apotek dikembalikan ke dinas kesehatan. “Selama ini tidak ada program dilakukan pembinaan untuk apotek oleh dinas kesehatan. Pengelolaannya hanya dilakukan oleh pengusaha dan dinas kesehatan kabupaten/kota hanya melakukan pengawasan saja,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Kefarmasian Dinkes Sumut Drs Afwan Lubis Apt mengaku, dari data laporan yang diterima Dinkes Sumut dari masing-masing kabupaten/kota di Sumut sebanyak 900 apotek yang beroperasi. Namun, diterangkannya, sebanyak 500 pengusaha apotek beroperasi di Medan.
“Dari laporan yang kami terima, kebanyakan apotek yang tutup karena masalah finansial (modal). Artinya, modal tersebut merupakan faktor utama untuk memberikan gaji karyawan, apoteker dan pemesanan obat untuk kebutuhan pasien. Dinkes Sumut tetap melakukan pengawasan,” sebut Afwan.(jon)