SUMUTPOS.CO, PENANGKAPAN lima kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) oleh Polda Metro Jaya pada Senin (7/11) tengah malam, menuai kritik dari berbagai pihak. Apalagi, sempat beredar informasi liar bahwa Polisi menempatkan lima kader HMI itu di ruang isolasi Polda Metro Jaya.
Politisi muda Partai Golkar yang juga Ketua Umum DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan mantan Sekjen PB HMI, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, peristiwa tangkap paksa yang dilakukan kepolisian adalah bentuk anarkisme politik.
“Pencidukan tanpa dasar dan dilakukan secara ‘brutal’ dengan mengepung Sekretariat PB HMI menunjukkan, kepolisian sudah menjadi bagian dari ‘permainan politik’ Pemerintahan Jokowi yang memang tidak menyukai gerakan ‘Aksi Bela Islam’ yang sudah semakin meluas,” ujar Doli di Jakarta, Selasa (8/11).
Menurut dia, apa yang dilakukan kepolisian saat ini merupakan wujud nyata keberpihakan dan sudah masuk pada bagian dari gerakan ‘Bela Ahok’ yang sekaligus dapat dipersepsikan mewakili sikap Pemerintahan Jokowi.
“Mereka saat ini sedang ingin memecah dan melemahkan kekuatan gerakan ‘Bela Islam’ yang menuntut ‘Tangkap Ahok’ dengan pengalihan isu,” sebut Doli.
Doli mengatakan, itu karena ada beberapa rentetan peristiwa yang menunjukan itu. Diantaranya dengan isu menjadikan pengunggah pidato Ahok dalam Facebook, Buni Yani sebagai tersangka.
“Apa salah HMI sehingga pimpinannya harus ditangkap? Apa di negara ini tidak boleh lagi ada anak-anak mahasiswa yang melakukan unjuk rasa membela kebenaran dan keyakinannya?” tanyanya.
Jikapun ingin mencari kambing hitam yang memicu kekisruhan pada malam Aksi 4 November kemarin itu, lanjut Doli, mungkin bisa ditelusuri mulai dari “kata-kata provokasi Kapolda Metro Jaya” yang meminta agar kader-kader HMI untuk dipukul.
“Bukan dengan buru-buru menangkap paksa pimpinan HMI. Dengan sikap seperti itu, artinya Pemerintahan Jokowi sedang menarik ‘Keluarga Besar HMI’ untuk ikut masuk bertarung ke gelanggang politik,” pungkas Doli.
Koordinator kuasa hukum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Muhammad Syukur Mandar memastikan, pihaknya tidak tinggal diam atas penangkapan serta penetapan lima anggotanya sebagai tersangka kasus dugaan melawan polisi pada 4 November lalu.
“Kami ada 200 orang pengacara. Seluruhnya alumnus,” kata dia di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (8/11).
Syukur bahkan mengklaim, peristiwa penangkapan lima kadernya sudah menyebar ke seluruh daerah. Di kalangan internal HMI, lanjut dia, penangkapan lima kadernya cukup menyita perhatian alumnus organisasi berlambang hijau hitam itu.
“Alumnus HMI yang memiliki latar belakang advokat banyak yang ingin bergabung. Ini jumlahnya masih bertambah,” jelasnya.
Sementara itu, upaya hukum yang sudah terlaksana ialah membuat surat aduan ke Komisi III DPR. Syukur menilai, reaksi yang dilakukan polisi kepada lima aktivis itu terkesan seperti menangkap penjahat jalanan. Karenanya, dia menyayangkan sikap penegak hukum yang main tangkap sendiri.
Sementara Ketua DPR RI Ade Komarudin menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat kepolisian terkait penangkapan beberapa kader HMI. “Kalau soal hukum kita serahkan pada aparat penegak hukum,” kata pria yang akrab disapa Akom ini di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/11).
Akom pun meminta aparat kepolisian juga bertindak adil dalam penegakan hukum terhadap Ahok. “Harus adil dalam memproses apapun, termasuk urusan Pak Ahok,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Pasalnya, menurut Akom, sumber masalah dari berbagai rentetan aksi demo termasuk kericuhan justru terletak pada kasus Ahok itu sendiri. “Sumber masalahnya kan itu, masalahnya soal Pak Ahok. Jadi masalah Pak Ahok harus adil, harus terbuka. Nggak boleh kesan dari publik ada intervensi dari siapapun, dari aparat, dari pemerintah, atau dari umat Islam sendiri. Biarkan hukum berjalan di atas relnya sendiri,” tutupnya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani ketika menerima informasi kalau lima kader HMI itu ditahan di ruang isolasi Polda Metro Jaya, ia langsung menyambangi Mapolda Metro Jaya, Selasa (8/11) sore untuk melihat kondisi kelima kader HMI itu. Usai melakukan pengawasan, Arsul memastikan bahwa kabar tersebut tidak benar.
“Bahwa setelah dilakukan penangkapan atas adik-adik kita ini, kabarnya mereka diisolasi dan tidak boleh didampingi. Itu laporan yang masuk. Makanya kami ke sini untuk memastikan dan mengecek apakah benar anak-anak tersebut diisolasi,” kata Arsul di Mapolda Metro Jaya.
Dia menjelaskan, kelima kader HMI yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan melawan polisi ini, dalam keadaan sehat. Bahkan, polisi memberikan pendekatan humanis dengan mereka.
“Pemeriksaan biasa-biasa saja. Sudah dikasih makan dan malah pada ngerokok. Kami saja tidak kuat dengan ruangan rokok,” tambah politikus PPP ini.
Mengenai penangkapan lima kader HMI ini, Arsul tidak mau berkomentar. Dia takut bahwa komentarnya akan menjadi bentuk intervensi. “Lihat nanti saja. Mereka sedang gelar ini di Polda dan timnya. Nanti kalau ada yang menyimpang baru kami komentari. Kalau belum tahu itu menyimpang ya belum bisa kami komentari,” ujar pria yang lama bergelut di dunia HMI ini.
Arsul juga mengatakan, Komisi III akan memanggil Kapolri Tito Karnavian setelah masa reses nanti. Panggilan itu terkait penegakan hukum terhadap kasus penistaan agama yang dilakukan oleh calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok insiden kericuhan pada Aksi Bela Islam II dan proses penangkapan terhadap beberapa kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani menyampaikan bahwa pemanggilan tersebut atas permintaan Kapolri sendiri yang meminta mereka untuk mengawal kasus Ahok secara keseluruhan.
“Kan untuk kasus yang terkait ini memang minta dikawal oleh komisi III. Nanti kita kawal, ga kasus Ahok aja, termasuk kasus demo secara keseluruhan,” jelas Arsul.(jpg/adz)