28 C
Medan
Thursday, May 2, 2024

Soal Usulan UMP 2019 Rp2,3 Juta dari Dewan Pengupahan, Gubsu: Saya Belum Terima

File/SUMUT POS
BURUH: Massa dari Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) Sumut berunjukrasa di kantor Pemprovsu, beberapa waktu lalu. Hingga kemarin (25/10), Gubsu Edy Rahmayadi belum menerima usulan UMP 2019 dari Dewan Pengupahan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi mengaku belum menerima usulan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 dari Dewan Pengupahan Provinsi Sumut. Padahal sebelumnya, Selasa (23/10), Dewan Pengupahan sudah menyepakati UMP Sumut 2019 sebesar Rp2.303.403, usai melaksanakan rapat bersama antara unsur pemerintah, pengusaha dan serikat buruh.

“Belum, belum sampai sama saya (usulan UMP, Red),” kata Edy kepada wartawan di kantor Gubsu, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Kamis (25/10) sore.

Sebelum penetapan UMP 1 November nanti diakui Edy mesti ada keseimbangan antara kemampuan keuangan perusahaan dengan regulasi yang ada. “Jangan pula gara-gara itu (UMP naik, Red), perusahaan jadi kolaps (tutup), kan repot semua,” ungkapnya.

Namun dirinya tidak mengungkap lebih rinci kesimbangan seperti apa yang dimaksud. “Kalian sudah tahulah itu (keseimbangan apa yang dimaksud), kalian lebih jagolah itu (memaknainya),” sambung Edy.

Lantas bagaimana menyikapi kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen seperti kebijakan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri? Menjawab ini, Edy menyebut kondisi di tiap-tiap provinsi itu tentu berbeda. “Kebijakan menteri itu bagaimana? Nggak bisa disamakan, inikan Sumatera Utara, harus dilihat berapa jumlah PMA (Penanaman Modal Asing), berapa jumlah perusahaan dalam negeri, berapa penghasilannya dan berapa kesusahannya,” katanya.

Selama indikator-indikator tersebut bisa memenuhi, imbuh Edy lagi, tidak ada masalah bila keinginan elemen buruh diakomodir pemerintah. “Tapi jika tak kuat, bisa tutup mereka (perusahaan) nanti,” pungkasnya.

Kadisnaker Sumut Harianto Butarbutar sebelumnya mengakui bahwa usulan UMP sudah pihaknya sampaikan kepada gubernur. Sesuai jadwal dan waktunya, tentu akan diumumkan pada 1 November mendatang. “Pokoknya sesuai dengan ketentuan sampai 1 November (UMP) baru akan diumumkan, dan berkas sudah kami naikan kepada gubernur,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (24/10) malam.

Selama penetapan UMP ini, dirinya menyampaikan tidak pernah terjadi permasalahan karena tidak ada pengaruhnya bagi upah buruh, termasuk mendapat keluhan dari elemen buruh yang berada di Dewan Pengupahan. “Kenaikan UMP sudah langsung perintah dari pusat dan tidak bisa diutak-atik lagi,” ucapnya.

Lazimnya, sambung dia, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang kerap dipersoalkan elemen buruh. “Kalau UMP di provinsi tidak ada permalasahan, karena yang naik itu juga sudah atas perintah dari menteri. Mana bisa kita lawan, karena gaji pegawai saja cuma 5 persen, ini sudah 8 persen, mau jadi apa rupanya, kayak mana mau dibikin, apa mau 100 persen, ya larilah nanti perusahaan itu dan tutup, jadi pengangguranlah semunya, ya sama aja,” bebernya.

Untuk diketahui, Dewan Pengupahan Sumut telah sepakat akan mengusulkan UMP 2019 kepada gubernur sebesar Rp2.303.403. Kesepakatan itu setelah ketiga unsur yakni pemerintah, pengusaha dan serikat buruh melaksanakan rapat pembahasan UMP Sumut 2019, di Hotel Putra Mulia Medan, Selasa (23/10). “Besaran UMP Rp2,3 juta lebih itu belum final. Kami akan segera menyerahkan ke gubernur untuk segera ditetapkan,” kata Ketua Dewan Pengupahan Sumut, Maruli Silitonga saat dikonfirmasi.

Dalam rapat yang digelar internal dan tertutup itu, ketiga unsur tersebut sepakat memakai rumusan kenaikan sesuai surat edaran menteri Tenaga Kerja. Selain itu untuk penghitungan kenaikan UMP sendiri, mereka merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2015 tentang Pengupahan.

“Penetapan UMP sudah ada formulasi dan rumusnya tentang tingkat inflasi sesuai SE menaker bahwa inflasi nasional itu 2,88 persen berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi nasional 5,15 persen. Untuk kenaikan UMP sendiri menjadi sesuai formulasi dan perhitungan yang kami sepakati itu, yakni Rp171 ribu lebih dari UMP 2018,” terang Kabid Hubungan Industrial Disnaker Sumut itu.

Setelah ini akan dilanjutkan dengan rapat pembahasan soal UMSBK dan UMK. Kata Maruli, khusus Upah Minimum Kabupaten/Kota, nantinya juga akan menunggu pembahasan bersama masing-masing Dewan Pengupahan untuk selanjutnya disetujui oleh gubernur.

“Hasil rapat (UMP) tadi akan kita ajukan ke gubernur untuk dibut SK penetapan UMP 2019. Artinya pada 1 Nobember 2018 paling lama akan kita umumkan,” katanya.

Pihaknya juga mengamini bahwa saran atau masukan elemen buruh yang minta kenaikan UMP 2019 berada dikisaran 20-30 persen, tidak akan mungkin diakomodir lagi. Sebab acuan ketiga unsur dalam penetapan UMP tersebut, tetap sesuai aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. “Jika yang kita tetapkan malah tidak sesuai ketentuan, tentu nanti kita (pemerintah) juga yang salah,” katanya. (prn)

File/SUMUT POS
BURUH: Massa dari Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) Sumut berunjukrasa di kantor Pemprovsu, beberapa waktu lalu. Hingga kemarin (25/10), Gubsu Edy Rahmayadi belum menerima usulan UMP 2019 dari Dewan Pengupahan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi mengaku belum menerima usulan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 dari Dewan Pengupahan Provinsi Sumut. Padahal sebelumnya, Selasa (23/10), Dewan Pengupahan sudah menyepakati UMP Sumut 2019 sebesar Rp2.303.403, usai melaksanakan rapat bersama antara unsur pemerintah, pengusaha dan serikat buruh.

“Belum, belum sampai sama saya (usulan UMP, Red),” kata Edy kepada wartawan di kantor Gubsu, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Kamis (25/10) sore.

Sebelum penetapan UMP 1 November nanti diakui Edy mesti ada keseimbangan antara kemampuan keuangan perusahaan dengan regulasi yang ada. “Jangan pula gara-gara itu (UMP naik, Red), perusahaan jadi kolaps (tutup), kan repot semua,” ungkapnya.

Namun dirinya tidak mengungkap lebih rinci kesimbangan seperti apa yang dimaksud. “Kalian sudah tahulah itu (keseimbangan apa yang dimaksud), kalian lebih jagolah itu (memaknainya),” sambung Edy.

Lantas bagaimana menyikapi kenaikan UMP 2019 sebesar 8,03 persen seperti kebijakan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri? Menjawab ini, Edy menyebut kondisi di tiap-tiap provinsi itu tentu berbeda. “Kebijakan menteri itu bagaimana? Nggak bisa disamakan, inikan Sumatera Utara, harus dilihat berapa jumlah PMA (Penanaman Modal Asing), berapa jumlah perusahaan dalam negeri, berapa penghasilannya dan berapa kesusahannya,” katanya.

Selama indikator-indikator tersebut bisa memenuhi, imbuh Edy lagi, tidak ada masalah bila keinginan elemen buruh diakomodir pemerintah. “Tapi jika tak kuat, bisa tutup mereka (perusahaan) nanti,” pungkasnya.

Kadisnaker Sumut Harianto Butarbutar sebelumnya mengakui bahwa usulan UMP sudah pihaknya sampaikan kepada gubernur. Sesuai jadwal dan waktunya, tentu akan diumumkan pada 1 November mendatang. “Pokoknya sesuai dengan ketentuan sampai 1 November (UMP) baru akan diumumkan, dan berkas sudah kami naikan kepada gubernur,” katanya saat dikonfirmasi, Rabu (24/10) malam.

Selama penetapan UMP ini, dirinya menyampaikan tidak pernah terjadi permasalahan karena tidak ada pengaruhnya bagi upah buruh, termasuk mendapat keluhan dari elemen buruh yang berada di Dewan Pengupahan. “Kenaikan UMP sudah langsung perintah dari pusat dan tidak bisa diutak-atik lagi,” ucapnya.

Lazimnya, sambung dia, penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang kerap dipersoalkan elemen buruh. “Kalau UMP di provinsi tidak ada permalasahan, karena yang naik itu juga sudah atas perintah dari menteri. Mana bisa kita lawan, karena gaji pegawai saja cuma 5 persen, ini sudah 8 persen, mau jadi apa rupanya, kayak mana mau dibikin, apa mau 100 persen, ya larilah nanti perusahaan itu dan tutup, jadi pengangguranlah semunya, ya sama aja,” bebernya.

Untuk diketahui, Dewan Pengupahan Sumut telah sepakat akan mengusulkan UMP 2019 kepada gubernur sebesar Rp2.303.403. Kesepakatan itu setelah ketiga unsur yakni pemerintah, pengusaha dan serikat buruh melaksanakan rapat pembahasan UMP Sumut 2019, di Hotel Putra Mulia Medan, Selasa (23/10). “Besaran UMP Rp2,3 juta lebih itu belum final. Kami akan segera menyerahkan ke gubernur untuk segera ditetapkan,” kata Ketua Dewan Pengupahan Sumut, Maruli Silitonga saat dikonfirmasi.

Dalam rapat yang digelar internal dan tertutup itu, ketiga unsur tersebut sepakat memakai rumusan kenaikan sesuai surat edaran menteri Tenaga Kerja. Selain itu untuk penghitungan kenaikan UMP sendiri, mereka merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No.78/2015 tentang Pengupahan.

“Penetapan UMP sudah ada formulasi dan rumusnya tentang tingkat inflasi sesuai SE menaker bahwa inflasi nasional itu 2,88 persen berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi nasional 5,15 persen. Untuk kenaikan UMP sendiri menjadi sesuai formulasi dan perhitungan yang kami sepakati itu, yakni Rp171 ribu lebih dari UMP 2018,” terang Kabid Hubungan Industrial Disnaker Sumut itu.

Setelah ini akan dilanjutkan dengan rapat pembahasan soal UMSBK dan UMK. Kata Maruli, khusus Upah Minimum Kabupaten/Kota, nantinya juga akan menunggu pembahasan bersama masing-masing Dewan Pengupahan untuk selanjutnya disetujui oleh gubernur.

“Hasil rapat (UMP) tadi akan kita ajukan ke gubernur untuk dibut SK penetapan UMP 2019. Artinya pada 1 Nobember 2018 paling lama akan kita umumkan,” katanya.

Pihaknya juga mengamini bahwa saran atau masukan elemen buruh yang minta kenaikan UMP 2019 berada dikisaran 20-30 persen, tidak akan mungkin diakomodir lagi. Sebab acuan ketiga unsur dalam penetapan UMP tersebut, tetap sesuai aturan yang sudah ditetapkan pemerintah. “Jika yang kita tetapkan malah tidak sesuai ketentuan, tentu nanti kita (pemerintah) juga yang salah,” katanya. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/