30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

PUPR Sebut Ganti Rugi Lahan Tol di Tanjungmulia Sudah Dibayar Semua, Afrizon: Saya Adukan ke KPK

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang gugatan ahli waris Sultan Deli terkait ganti rugi lahan proyek tol Medan-Binjai di Kelurahan Tanjungmulia Hilir, Medan Deli, berlangsung panas di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (8/11) siang. Pasalnya, kuasa hukum ahli waris Sultan Deli tak terima atas klaim kuasa hukum Kementerian PUPR yang menyebutkan, semua ganti rugi pembebasan lahan tol Medan-Binjai sudah dibayarkan semua.

Pernyataan tersebut disampaikan Herawati Sahnur selaku kuasa hukum Kementerian PUPR selaku tergugat I menanggapi saran Ketua Majelis Hakim, Fahren agar para pihak (penggugat dan tergugat) melakukan perdamaian dalam menuntaskan perkara tersebut. Menjawab saran ketua majelis hakim itu, Herawati spontan menjawab, pihaknya telah melakukan pembayaran semua ganti rugi di atas lahan Tol Medan-Binjai itu. “Tidak mungkin berdamai Pak Hakim, kan sudah dibayarkan semua,” tegas Herawati.

Mendengar jawaban itu, Afrizon Alwi SH MH selaku kuasa hukum ahli waris Tengku Muhammad Dalik selaku pemegang alas hak Grant Sultan No. 254 Tahun 1923 merasa keberatan. Karena menurutnya, fakta persidangan dari 104 persil, 90 persil sudah dibayar dan 10 lagi dititip (konsinyasi) ke PN Medan. “Jadi kenapa saudara bayar, inikan masih dalam proses sidang, belum inkrah. Pasal 10 UU No 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah demi kepentingan umum kan jelas disebutkan, apabila terjadi sengketa hak atas tanah maka ganti rugi itu wajib dititipkan,” protes Afrizon.

Hakim anggota Saidin Sibagariang pun merasa heran dan ikut berkomentar. “Mengapa itu kalian bayar?” kata Saidin Sibagariang heran.

Mendapat protes itu, Herawati malah menjawab enteng. “Tanya saja kepada panitera, kenapa itu bisa dibayarkan,” katanya di hadapan majelis hakim.

Mendengar itu, Afrizon pun mengaku akan melaporkan persoalan ini ke KPK. “Izin majelis, ini tidak benar, tindakan ini melanggar hukum dan ini dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi, dan saya akan melaporkan ke KPK, dan saya minta pernyataan dicatat,” teriak Afrizon sembari menggebrak meja.

Melihat situasi yang sudah panas, akhirnya majelis hakim menunda pembacaan putusan dua minggu yang akan datang atau pada 22 November mendatang.

Usai sidang, kepada wartawan Afrizon mengaku khawatir hal serupa diberlakukan pada perkara lain seperti Gugatan No. 232 PD.TG/ 2017/PN.Medan, yakni sengketa tanah seluas 8-17,4 hektar yang di atasnya ada 8 SHM induk dan pecah menjadi ratusan SHM yang saat ini masih dititipkan di PN Medan sebanyak Rp321 miliar. “Gugatan ini sudah kami menangkan pada 18 Juni 2018 lalu dan saya khawatir sebelum putusan inkrah ini sudah dibayarkan mereka,” beber Afrizon.

Artinya, tambah Afrizon lagi, dari kasus ini sudah ada konspirasi dari pihak oknum terkait terhadap konsinyasi yang dibayarkan melibatkan oknum Pengadilan. “Dengan terungkapnya di persidangan ini, kami akan melaporkan fakta ini kepada KPK, karena ini merupakan tindak pidana korupsi yang membayar sebelum adanya putusan inkrah,” tandas Afrizon.

Terpisah, Panitera Pengadilan Negeri Medan, Marten TP ketika dikonfirmasi terkait pengakuan tergugat I PUPR disidang, menyebutkan akan melakukan pengecekan. “Saya cek dulu, soalnya kan disidang,” tandasnya. (man)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sidang gugatan ahli waris Sultan Deli terkait ganti rugi lahan proyek tol Medan-Binjai di Kelurahan Tanjungmulia Hilir, Medan Deli, berlangsung panas di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (8/11) siang. Pasalnya, kuasa hukum ahli waris Sultan Deli tak terima atas klaim kuasa hukum Kementerian PUPR yang menyebutkan, semua ganti rugi pembebasan lahan tol Medan-Binjai sudah dibayarkan semua.

Pernyataan tersebut disampaikan Herawati Sahnur selaku kuasa hukum Kementerian PUPR selaku tergugat I menanggapi saran Ketua Majelis Hakim, Fahren agar para pihak (penggugat dan tergugat) melakukan perdamaian dalam menuntaskan perkara tersebut. Menjawab saran ketua majelis hakim itu, Herawati spontan menjawab, pihaknya telah melakukan pembayaran semua ganti rugi di atas lahan Tol Medan-Binjai itu. “Tidak mungkin berdamai Pak Hakim, kan sudah dibayarkan semua,” tegas Herawati.

Mendengar jawaban itu, Afrizon Alwi SH MH selaku kuasa hukum ahli waris Tengku Muhammad Dalik selaku pemegang alas hak Grant Sultan No. 254 Tahun 1923 merasa keberatan. Karena menurutnya, fakta persidangan dari 104 persil, 90 persil sudah dibayar dan 10 lagi dititip (konsinyasi) ke PN Medan. “Jadi kenapa saudara bayar, inikan masih dalam proses sidang, belum inkrah. Pasal 10 UU No 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah demi kepentingan umum kan jelas disebutkan, apabila terjadi sengketa hak atas tanah maka ganti rugi itu wajib dititipkan,” protes Afrizon.

Hakim anggota Saidin Sibagariang pun merasa heran dan ikut berkomentar. “Mengapa itu kalian bayar?” kata Saidin Sibagariang heran.

Mendapat protes itu, Herawati malah menjawab enteng. “Tanya saja kepada panitera, kenapa itu bisa dibayarkan,” katanya di hadapan majelis hakim.

Mendengar itu, Afrizon pun mengaku akan melaporkan persoalan ini ke KPK. “Izin majelis, ini tidak benar, tindakan ini melanggar hukum dan ini dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi, dan saya akan melaporkan ke KPK, dan saya minta pernyataan dicatat,” teriak Afrizon sembari menggebrak meja.

Melihat situasi yang sudah panas, akhirnya majelis hakim menunda pembacaan putusan dua minggu yang akan datang atau pada 22 November mendatang.

Usai sidang, kepada wartawan Afrizon mengaku khawatir hal serupa diberlakukan pada perkara lain seperti Gugatan No. 232 PD.TG/ 2017/PN.Medan, yakni sengketa tanah seluas 8-17,4 hektar yang di atasnya ada 8 SHM induk dan pecah menjadi ratusan SHM yang saat ini masih dititipkan di PN Medan sebanyak Rp321 miliar. “Gugatan ini sudah kami menangkan pada 18 Juni 2018 lalu dan saya khawatir sebelum putusan inkrah ini sudah dibayarkan mereka,” beber Afrizon.

Artinya, tambah Afrizon lagi, dari kasus ini sudah ada konspirasi dari pihak oknum terkait terhadap konsinyasi yang dibayarkan melibatkan oknum Pengadilan. “Dengan terungkapnya di persidangan ini, kami akan melaporkan fakta ini kepada KPK, karena ini merupakan tindak pidana korupsi yang membayar sebelum adanya putusan inkrah,” tandas Afrizon.

Terpisah, Panitera Pengadilan Negeri Medan, Marten TP ketika dikonfirmasi terkait pengakuan tergugat I PUPR disidang, menyebutkan akan melakukan pengecekan. “Saya cek dulu, soalnya kan disidang,” tandasnya. (man)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/