Rektor UMSU, Dr Agussani MAP menuturkan, antusias masyarakat di Kota Medan sekitarnya sangat luar biasa untuk menyaksikan peristiwa langka tersebut. Menurutnya, dari peristiwa ini pengamatan dan penelitian sangat penting dilakukan. Untuk itu, kedepannya UMSU akan meningkatkan peralatan guna mengamati dan mengkaji pergerakan benda-benda langit dengan tujuan menambah ilmu pengetahuan.
“Selain menyaksikan gerhana secara bersam-sama, kita juga mengadakan sunah gerhana berjamaah. Karena banyaknya masyarakat yang datang, ada permintaan salat sunah tersebut dilakukan dua kali lantaran masih banyak yang ingin melaksanakannya. Namun, mengingat persiapannya belum ada sehingga permintaan tersebut tidak dilaksanakan,” ujarnya.
Kepala OIF UMSU, Dr Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar MA, mengakui pihaknya kewalahan karena animo masyarakat sangat tinggi. Kacamata yang awalnya disiapkan sebanyak 500 ternyata kurang. Sehingga ditambah menjadi 2.000 dan itupun tetap juga masih kurang.
“Kita memang sengaja membuka untuk umum guna menyaksikan gerhana matahari. Selain melihat dari kacamata yang dibagikan, kita juga memberikan kesempatan pada warga dengan melihat dari teropong yang disediakan sebanyak 9 unit (4 unit halaman dan 5 unit di lantai 7),” ujar Arwin sembari menyebut harga teropong yang bervariasi, mulai dari Rp2 juta hingga Rp140 juta.
Dia menjelaskan, pengamatan terhadap fenomena alam ini diabadikan. Nantinya, hasil pengamatan ini akan didokumentasikan dan dilakukan penelitian. Selain itu, akan dijadikan juga bahan perkuliahan serta dikomunikasikan dengan pihak terkait, seperti NASA dan LAPAN. “Selain di kampus, kita juga menurunkan tim untuk melakukan pemantaun menggunakan 1 unit teropong, yang ditempatkan di Stasiun BMKG Bandara Kualanamu Internasional,” ucap Astronom UMSU ini.
Menurut Arwin, gerhana matahari sebenarnya setiap tahun terjadi. Hanya saja, tidak pada satu tempat yang sama dan setiap tahun berbeda. Akan tetapi, apabila terjadi kembali gerhana pada satu tempat yang sama, maka itu terjadi ratusan tahun lamanya. Jadi, untuk gerhana matahari yang akan terjadi lagi di Kota Medan kemungkinan terulang kembali pada 250 tahun yang akan datang.
“Dampak jangka panjang dari gerhana matahari tersebut tidak ada. Hanya ada untuk jangka pendek, itupun jika gerhana terjadi cukup lama. Dampak tersebut terasa pada aspek pertanian, ekonomi, perilaku hewan dan lain sebagainya. Sebagai contoh, ketika terjadi gerhana matahari total maka kondisi akan gelap. Tentunya, ahli pertanian akan melakukan penelitian bagaimana proses fotosintesis terjadi dalam kondisi gerhana yang cukup lama. Sedangkan dampak bagi manusia akan terjadi bila melihat gerhana sebagian tanpa menggunakan kacamata. Menyaksikan gerhana dengan kacamata pun juga tidak bisa terlalu lama, jangan lebih dari 2 menit terus menerus karena ini bukan teleskop atau optik lainnya,” ungkap Arwin.
Ia melanjutkan, gerhana matahari sebagian yang terjadi persentasenya 77 persen. Gerhana dimulai 06.27 WIB dan berakhir 08.27 WIB. Puncaknya terjadi pada pukul 07.22 WIB dan berlangsung sekitar 2 hingga 3 menit. “Untuk gerhana matahari total terjadi pada daerah, yaitu di Palembang, Bangka Belitung, Palangkaraya, Balikpapan, Sampit, Luwuk, Ternate, Tidore, Palu, Poso, dan Halmamera,” imbuhnya.
Sementara di Binjai, ratusan siswa dan wali murid Yayasan Al Kaffah di Jalan Jamin Ginting, Binjai Selatan, menggelar salat gerhana untuk menyambut datangnya gerhana matahari. Sejak pukul 7.00 WIB, ratusan siswa dan para orang tua siswa telah hadir di sekolah. Di Kota Binjai sendiri, gerhana matahari memang tidak terlihat secara total, hanya sepertiganya saja. (ris)