25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Gali Mutiara Pancasila di Sumut, BPIP: Saat Ini Pancasila Terkepung oleh Bahaya Laten

istimewa/sumut pos
DIALOG: BPIP menggelar dialog Menggali Mutiara Pancasila di Medan, Jumat (5/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai pandangan hidup maupun sebagai dasar negara sesungguhnya digali dari kearifan lokal dengan makna mendalam, sehingga tidak boleh lagi ada perdebatan mengenai hal itu.

Manifestasi kearifan lokal ini pula yang digali kembali oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam acara dialog bertajuk “Menggali Mutiara Pancasila dan Semangat Gotong Royong” di Hotel Grand Aston, Jumat (5/4).

Tampil sebagai panelis Direktur Antar Lembaga dan Kerja Sama BPIP Elfrida Herawati Siregar, Ahmad Firdausi Hutasuhut dari Kesbang Provinsi Sumut, dan Ali Tohar dari Kesbang Kota Medan.

Dialog yang berlangsung cukup dinamis ini dimoderatori oleh Valdesz Junianto, Pimpinan Harian Sumut Pos, Grup Jawa Pos di Sumut.

Menurut Elfrida, BPIP lahir dari suatu proses yang panjang dengan dasar pertimbangan pentingnya menanamkan dan mengamalkan ideologi Pancasila pada diri rakyat Indonesia.

“BPIP berkewajiban untuk membumikan Pancasila karena merupakan semua nilai-nilai Pancasila itu memnag lahir dari bumi Indonesia. Pancasila itu tidak a-historis dengan adat dan kebudayaan kita, karena Pancasila itu ide besar dari local wisdoms, kearifan lokal budaya kita,” katanya.

Elfrida mencontohkan, “Dalihan Na Tolu” dalam budaya Batak adalah cerminan spirit gotong-royong dan persatuan. Inilah, menurut dia yang disebut mutiara Pancasila menganalogikan sifat mutiara yang tertanam di dasar laut.

“Mutiara ini yang terus digali BPIP dengan menyertakan seluruh komponen masyarakat yang dalam terminologinya kami namai Panca Helix,’’ tukas Elfrida saat membuka acara.

Pada kesempatan itu, dia menyampaikan dengan semakin berkembangnya zaman, masyarakat Indonesia memiliki tantangan yang lebih besar untuk mempertahankan kemerdekaan.

“Dulu para pahlawan perang melawan penjajah dari bangsa lain. Namun saat ini Pancasila terkepung oleh bahaya laten. Perpecahan agama, degradasi moralitas akibat perkembangan digital, berita bohong atau hoax, korupsi hingga maraknya peredaran narkoba,” ujarnya.

Menurut Elfrida, dialog dengan Panca Helix, dari mulai pemerintah, korporasi, praktisi media konvensional, pegiat media sosial, pekerja sosial dan budaya adalah kunci penting dalam dialog menggali mutiara Pancasila di berbagai daerah.

“Indonesia negeri yang kaya, kelembagaannya juga banyak. BPIP akan mensinergikan dan mengonsolidasinya agar Pancasila terevitalisasi dalam kehidupan masyarakat,’’ ujarnya.

Senada dengan misi BPI, Ahmad Firdausi Hutasuhut dari Kesbang Provinsi Sumut dan Ali Tohar dari Kesbang Kota Medan, menyebutkan mutiara Pancasila perlu digali karena muncul perpecahan dalam masyarakat akibat pilihan politik.

Padahal demokrasi langsung justru harus memperkuat Pancasila karena demokrasi adalah mutiara Panasila itu sendiri.

“Pancasila tidak boleh lagi ada perdebatan. The Founding Fathers sudah merumuskan bahwa Pancasila sebagai filosofi dasar untuk kemerdekaan Indonesia. Perjalanan sejarah lahirnya Pancasila ini yang mendasari pentingnya menggali mutiara Pancasila dari sisi perilaku, kearifan lokal, dan kebudayaan,” tegasnya.

Adapun para peserta dialog sepakat dalam pendapat untuk merevitalisasi Pancasila di sekolah dan bangku kuliah.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengajarkan masyarakat untuk bisa saling menghargai dan menerima perbedaan.

Karena itu, para peserta setuju dihidupkan lagi pelajaran tentang Pancasila di lingkungan sekolah.

“Banyak manfaat yang didapat dengan mempelajari pendidikan Pancasila, karena bisa menolak berbagai aliran dan paham yang ingin mendirikan negara dalam negara,” kata Arifuddin Muda Harahap, peserta dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU).

Hadir dalam dialog tersebut perwakilan dari pegiat medsos, Jendela Ide dari Bandung, PTPN 3, UINSU, Kover Magazine, pelaku UKM, Institut Sumatera, Perhimpunan Pengurus Purna Paskibraka Indonesia (PPI), Komunitas Olahraga Tradisional Indonesia (KOTI), Komunitas ALAM Jabar, sukarelawan Kelas Multikultural dari Pangandaran, Jawa Barat, serta perwakilan dari Pemprov Sumut dan Pemko Medan. (rel/prn)

istimewa/sumut pos
DIALOG: BPIP menggelar dialog Menggali Mutiara Pancasila di Medan, Jumat (5/4).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai pandangan hidup maupun sebagai dasar negara sesungguhnya digali dari kearifan lokal dengan makna mendalam, sehingga tidak boleh lagi ada perdebatan mengenai hal itu.

Manifestasi kearifan lokal ini pula yang digali kembali oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam acara dialog bertajuk “Menggali Mutiara Pancasila dan Semangat Gotong Royong” di Hotel Grand Aston, Jumat (5/4).

Tampil sebagai panelis Direktur Antar Lembaga dan Kerja Sama BPIP Elfrida Herawati Siregar, Ahmad Firdausi Hutasuhut dari Kesbang Provinsi Sumut, dan Ali Tohar dari Kesbang Kota Medan.

Dialog yang berlangsung cukup dinamis ini dimoderatori oleh Valdesz Junianto, Pimpinan Harian Sumut Pos, Grup Jawa Pos di Sumut.

Menurut Elfrida, BPIP lahir dari suatu proses yang panjang dengan dasar pertimbangan pentingnya menanamkan dan mengamalkan ideologi Pancasila pada diri rakyat Indonesia.

“BPIP berkewajiban untuk membumikan Pancasila karena merupakan semua nilai-nilai Pancasila itu memnag lahir dari bumi Indonesia. Pancasila itu tidak a-historis dengan adat dan kebudayaan kita, karena Pancasila itu ide besar dari local wisdoms, kearifan lokal budaya kita,” katanya.

Elfrida mencontohkan, “Dalihan Na Tolu” dalam budaya Batak adalah cerminan spirit gotong-royong dan persatuan. Inilah, menurut dia yang disebut mutiara Pancasila menganalogikan sifat mutiara yang tertanam di dasar laut.

“Mutiara ini yang terus digali BPIP dengan menyertakan seluruh komponen masyarakat yang dalam terminologinya kami namai Panca Helix,’’ tukas Elfrida saat membuka acara.

Pada kesempatan itu, dia menyampaikan dengan semakin berkembangnya zaman, masyarakat Indonesia memiliki tantangan yang lebih besar untuk mempertahankan kemerdekaan.

“Dulu para pahlawan perang melawan penjajah dari bangsa lain. Namun saat ini Pancasila terkepung oleh bahaya laten. Perpecahan agama, degradasi moralitas akibat perkembangan digital, berita bohong atau hoax, korupsi hingga maraknya peredaran narkoba,” ujarnya.

Menurut Elfrida, dialog dengan Panca Helix, dari mulai pemerintah, korporasi, praktisi media konvensional, pegiat media sosial, pekerja sosial dan budaya adalah kunci penting dalam dialog menggali mutiara Pancasila di berbagai daerah.

“Indonesia negeri yang kaya, kelembagaannya juga banyak. BPIP akan mensinergikan dan mengonsolidasinya agar Pancasila terevitalisasi dalam kehidupan masyarakat,’’ ujarnya.

Senada dengan misi BPI, Ahmad Firdausi Hutasuhut dari Kesbang Provinsi Sumut dan Ali Tohar dari Kesbang Kota Medan, menyebutkan mutiara Pancasila perlu digali karena muncul perpecahan dalam masyarakat akibat pilihan politik.

Padahal demokrasi langsung justru harus memperkuat Pancasila karena demokrasi adalah mutiara Panasila itu sendiri.

“Pancasila tidak boleh lagi ada perdebatan. The Founding Fathers sudah merumuskan bahwa Pancasila sebagai filosofi dasar untuk kemerdekaan Indonesia. Perjalanan sejarah lahirnya Pancasila ini yang mendasari pentingnya menggali mutiara Pancasila dari sisi perilaku, kearifan lokal, dan kebudayaan,” tegasnya.

Adapun para peserta dialog sepakat dalam pendapat untuk merevitalisasi Pancasila di sekolah dan bangku kuliah.

Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila mengajarkan masyarakat untuk bisa saling menghargai dan menerima perbedaan.

Karena itu, para peserta setuju dihidupkan lagi pelajaran tentang Pancasila di lingkungan sekolah.

“Banyak manfaat yang didapat dengan mempelajari pendidikan Pancasila, karena bisa menolak berbagai aliran dan paham yang ingin mendirikan negara dalam negara,” kata Arifuddin Muda Harahap, peserta dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU).

Hadir dalam dialog tersebut perwakilan dari pegiat medsos, Jendela Ide dari Bandung, PTPN 3, UINSU, Kover Magazine, pelaku UKM, Institut Sumatera, Perhimpunan Pengurus Purna Paskibraka Indonesia (PPI), Komunitas Olahraga Tradisional Indonesia (KOTI), Komunitas ALAM Jabar, sukarelawan Kelas Multikultural dari Pangandaran, Jawa Barat, serta perwakilan dari Pemprov Sumut dan Pemko Medan. (rel/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/