26 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Mendagri Langgar Lalu Lintas

Petani Blokir Jalan Menuju Gedung DPRD Sumut

MENANTI: Pendemo mengumpul di kawasan DPRD Sumut menanti kedatangan Mendagri Gawaman Fauzi, kemarin.//Juli Ramadhani Rambe/Sumut Pos
MENANTI: Pendemo mengumpul di kawasan DPRD Sumut menanti kedatangan Mendagri Gawaman Fauzi, kemarin.//Juli Ramadhani Rambe/Sumut Pos
MEDAN-Masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Menggugat (KTM) benar-benar mempertanggungjawabkan ucapannya untuk menghadang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. Akibatnya sang Mendagri pun harus melanggar arus lalu lintas dengan melawan arahn
menuju Gedung DPRD Sumut yang akan diresmikannya.

Kemarin, Senin (9/7), rombongan Mendagri dan Plt Gubsu memang melawan arah di Jalan Imam Bonjol. Pasalnya, sepulangnya Mendagri dari Hotel Grand Aston di Jalan Balai Kota, iringan Mendagri masuk ke Jalan Perdana dan di persimpangan Jalan Perdana-Jalan Imam Bonjol, rombongan langsung belok ke kanan masuk ke areal Gedung DPRD Sumut.

Mengetahui tingkah itu, anggota Komisi A DPRD Sumut dari Fraksi PDI-P, Syamsul Hilal mengaku kecewa dengan sikap para pejabat dan komandan kepolisian. Selain melawan arus, demi mengamankan Mendagri polisi pun mengerahkan pasukan anti huru-hara. Ada sekitar 300 polisi termasuk dari Brimob Sumut yang mengelilingi kelompok pendemo di sebelah utara Jalan Imam Bonjol, dekat simpang Jalan Kapten Maulana Lubis. Massa tetap bisa berorasi dan pampangkan poster, tetapi tidak bisa bergerak kemana-mana.

Polisi lainnya memblokir ruas Jalan Imam Bonjol, yang sebelah selatan, sehingga kelompok massa mana pun tidak bisa mendekat. Penjagaan lengkap dengan water canon dan barracuda. Sementara di depan gerbang masuk, polisi bertameng seukuran badan dan kenakan ‘baju robot’ sudah bersiaga. Kapolresta Medan Kombes Monang Situmorang terlihat memimpin langsung pengamanan yang ketat itu.

“Rakyat ingin menyampaikan aspirasi, bukan untuk merusuh. Jadi jangan ditutup pintunya. Sepanjang masih dilakukan penutupan pintu masuk, maka saya akan bersama rakyat menuntut pemerintah menyelesaikan persoalan tanah eks HGU,” sebut Syamsul Hilal.

“Tolong dibuka pintu gerbang ini, biar mereka jumpa dengan Pak Menteri, kalau Pak Menteri tidak mau jumpai masyarakatnya, tidak usah jadi Menteri,” tambah Syamsul Hilal.

Samsul Hilal pun menyeberang jalan untuk menjumpai Kapolsekta Medan Baru, Kompol Budi Hendrawan. Syamsul tampak meminta Kapolsekta untuk membuka pintu gerbang gedung dewan. Kapolsekta dan bisa bersikap dia hanya berjanji akan melaporkan hal itu pada Kapolresta Medan Kombes Pol Monang Situmorang. Hasilnya, pintu gerbang tetap saja tidak dibuka.

Amatan Sumut Pos, hingga berakhirnya peresmian gedung DPRD Sumut oleh Mendagri dan Plt Gubsu, Syamsul Hilal bersama ratusan massa tetap melakukan aksi pemblokiran jalan. Sementara, ratusan polisi dari Sabhara Polresta Medan, Brimodasu serta personel Polsekta Medan Baru masih tetap melakukan penjagaan dan menutup Jalan Imam Bonjol.

“Kami hanya ingin bertemu Pak Menteri untuk menyampaikan permasalah yang kami alami selama ini,” teriak anggota aksi Lorensius Malai di hadapan blokade polisi.

Koordinator aksi, Johan Merdeka menyampaikan, aspirasi massa KTM harus ditanggapi dan segera dituntaskan. Karena tuntutan massa hanya ingin mendapatkan haknya sebagai warga negara, bukan sebaliknya Pemkab Deliserdang lebih memikirkan mafia tanah.

“Kami sengaja hadir berada di depan gedung DPRD Sumut ini untuk menyampaikan aspirasi kami dan supaya bisa langsung didengar Mendagri dan Gubernur serta anggota DPRD Sumut,” ujarnya.

Massa Minta Amri Tambunan Dicopot

Sejatinya, aksi massa KTM itu menuntut agar Pemkab Deliserdang tidak memberikan tanah kepada mafia tanah, melainkan harus kepada masyarakat penggarap. Kemudian, Pemkab Deliserdang jangan mudah menerbitkan izin pembangunan di wilayah tanah garapan. Namun, tuntutan yang telah disampaikan berulang kali tak juga ditanggapi Bupati Deliserdang. Bahkan, massa akhirnya mendapatkan perlakukan kasar seperti teror dan dibentrokkan dengan massa tandingan.

Sebelumnya, pada pagi harinya massa juga melakukan aksi di Hotel Grand Aston Medan. Tujuannya untuk menjumpai Gamawan Fauzi yang menghadiri pemberian penghargaan  keberhasilan melaksanakan program elektronik Kartu Tanpa Penduduk (e-KTP). Namun, massa tidak bisa bertemu Mendagri karena mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan Sat Pol PP yang berjaga-jaga.

Akibatnya terjadi bentrokan. Bentrokan berawal saat petani bersikeras masuk ke hotel guna menjumpai Gamawan Fauzi. Namun, keinginan tersebut dihadang ratusan Satpol PP, hingga akhirnya terjadi penghalauan dan pembubaran paksa massa.

Dalam orasinya, perwakilan pengunjuk rasa, E Simanjuntak, meminta Mendagri agar mencopot Bupati Deliserdang, Amri Tambunan, karena dituding bekerja sama dengan mafia tanah. Amri dituding menggarap tanah rakyat dan menciptakan konflik sosial antarperusahaan perkebunan dan warga.
“Amri Tambunan harus dicopot dari jabatannya karena bekerja sama dengan mafia tanah,” katanya.

Selain itu, petani juga meminta Mendagri memberikan perintah untuk membongkar tembok di atas lahan eks HGU PTP Nusantara II dan membatalkan sertifikat tanah yang dikeluarkan Pemkab Deliserdang.

Aksi yang berlangsung selama satu jam itu akhirnya berhenti setelah Satpol PP menambah kekuatan hingga tiga kali lipat untuk mengamankan acara tersebut. Petani yang melihat kekuatan tidak berimbang akhirnya membubarkan diri, lalu menuju kantor DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol, yang berjarak sekira 500 meter.

Menyikapi aksi massa KTM itu, di tempat terpisah, Mendagri Gamawan Fauzi mengaku sudah menghubungi tiga menteri terkait dan Kepala BPN Pusat. Sesuai rencanannya, Kepala BPN Pusat berjanji menuntaskannya.

“Saya sudah menghubungi tiga menteri dan Kepala BPN Pusat, sesampainya di Jakarta saya juga akan undang Plt Gubsu untuk membahas persoalan tanah di Sumut,” katanya.

Sementara, Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho mengakui, bahwa dirinya sudah melakukan pertemuan langsung dengan Komisi II DPR RI mengenai masalah tanah eks HGU PTPN. Bahkan, aspirasi masyarakat juga sudah disampaikan ke Kementerian terkait dengan tanah eks HGU. “Ia, saya sudah bawa persoalan tanah ini ke Pemerintah Pusat. Sekarang sudah masuk dalam pembahasan,” ucapnya.

Gedung DPRD Sumut Dianggap Paling Cantik

Di sisi lain, Gamawan tetap saja meresmikanGedung DPRD Sumut yang baru saja tuntas. Malah, bangunan yang menghabiskan APBD sekitar Rp118 miliar itu disebut Gamawan sebagai gedung DPRD tercantik di Indonesia.

“Setelah saya berkeliling di seluruh provinsi, gedung DPRD Sumut inilah sangat cantik saya lihat,” katanya saat meresmikan gedung DPRD Sumut.
Menurut mantan Gubernur Sumatera Barat itu, dibalik gedung DPRD Sumut yang sangat cantik itu, sudah sebaiknya gedung yang dianggap representatif tersebut bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menyerap aspirasi masyarakat.

Dia membeberkan, eksekutif dan DPRD secara aturan perundang-undangan disebut sebagai pemerintah daerah. Sehingga, kedua instansi itu harus duduk bersama dalam memajukan daerahnya masing-masing.

Gamawan menyampaikan, tugas DPRD secara undang-undang ada tiga hal, yakni legislasi, budget dan kontrol (pengawasan). Khusus dalam legislasi, Pemerintah Daerah yakni eksekutif dan DPRD diberikan wewenang dalam membuat aturan di daerahnya masing-masing. Dengan catatan, tak boleh bertentengan dengan aturan di atasnya, melanggar ketertiban umum dan menyulitkan masyarakat.

Selanjutnya, fungsi DPRD sebagai budget, sebaiknya DPRD mengawasi total anggaran yang diajukan eksekutif. Bila selama ini anggarannya lebih besar belanja aparatur dari pada belanja publik, maka sebaiknya DPRD mengkritisinya. Kemudian, DPRD harus menjalankan fungsinya sebagai pengawas, DPRD harus melakukan check and balance setiap menyerap aspirasi masyarakat.

“Perbanyak diskusi antara DPRD dan eksekutif dalam menghadapi aspirasi masyarakat, dengan cara itulah bisa terlaksana pembangunan daerah yang lebih baik,” katanya. (ril/gus)

Petani Blokir Jalan Menuju Gedung DPRD Sumut

MENANTI: Pendemo mengumpul di kawasan DPRD Sumut menanti kedatangan Mendagri Gawaman Fauzi, kemarin.//Juli Ramadhani Rambe/Sumut Pos
MENANTI: Pendemo mengumpul di kawasan DPRD Sumut menanti kedatangan Mendagri Gawaman Fauzi, kemarin.//Juli Ramadhani Rambe/Sumut Pos
MEDAN-Masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Menggugat (KTM) benar-benar mempertanggungjawabkan ucapannya untuk menghadang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. Akibatnya sang Mendagri pun harus melanggar arus lalu lintas dengan melawan arahn
menuju Gedung DPRD Sumut yang akan diresmikannya.

Kemarin, Senin (9/7), rombongan Mendagri dan Plt Gubsu memang melawan arah di Jalan Imam Bonjol. Pasalnya, sepulangnya Mendagri dari Hotel Grand Aston di Jalan Balai Kota, iringan Mendagri masuk ke Jalan Perdana dan di persimpangan Jalan Perdana-Jalan Imam Bonjol, rombongan langsung belok ke kanan masuk ke areal Gedung DPRD Sumut.

Mengetahui tingkah itu, anggota Komisi A DPRD Sumut dari Fraksi PDI-P, Syamsul Hilal mengaku kecewa dengan sikap para pejabat dan komandan kepolisian. Selain melawan arus, demi mengamankan Mendagri polisi pun mengerahkan pasukan anti huru-hara. Ada sekitar 300 polisi termasuk dari Brimob Sumut yang mengelilingi kelompok pendemo di sebelah utara Jalan Imam Bonjol, dekat simpang Jalan Kapten Maulana Lubis. Massa tetap bisa berorasi dan pampangkan poster, tetapi tidak bisa bergerak kemana-mana.

Polisi lainnya memblokir ruas Jalan Imam Bonjol, yang sebelah selatan, sehingga kelompok massa mana pun tidak bisa mendekat. Penjagaan lengkap dengan water canon dan barracuda. Sementara di depan gerbang masuk, polisi bertameng seukuran badan dan kenakan ‘baju robot’ sudah bersiaga. Kapolresta Medan Kombes Monang Situmorang terlihat memimpin langsung pengamanan yang ketat itu.

“Rakyat ingin menyampaikan aspirasi, bukan untuk merusuh. Jadi jangan ditutup pintunya. Sepanjang masih dilakukan penutupan pintu masuk, maka saya akan bersama rakyat menuntut pemerintah menyelesaikan persoalan tanah eks HGU,” sebut Syamsul Hilal.

“Tolong dibuka pintu gerbang ini, biar mereka jumpa dengan Pak Menteri, kalau Pak Menteri tidak mau jumpai masyarakatnya, tidak usah jadi Menteri,” tambah Syamsul Hilal.

Samsul Hilal pun menyeberang jalan untuk menjumpai Kapolsekta Medan Baru, Kompol Budi Hendrawan. Syamsul tampak meminta Kapolsekta untuk membuka pintu gerbang gedung dewan. Kapolsekta dan bisa bersikap dia hanya berjanji akan melaporkan hal itu pada Kapolresta Medan Kombes Pol Monang Situmorang. Hasilnya, pintu gerbang tetap saja tidak dibuka.

Amatan Sumut Pos, hingga berakhirnya peresmian gedung DPRD Sumut oleh Mendagri dan Plt Gubsu, Syamsul Hilal bersama ratusan massa tetap melakukan aksi pemblokiran jalan. Sementara, ratusan polisi dari Sabhara Polresta Medan, Brimodasu serta personel Polsekta Medan Baru masih tetap melakukan penjagaan dan menutup Jalan Imam Bonjol.

“Kami hanya ingin bertemu Pak Menteri untuk menyampaikan permasalah yang kami alami selama ini,” teriak anggota aksi Lorensius Malai di hadapan blokade polisi.

Koordinator aksi, Johan Merdeka menyampaikan, aspirasi massa KTM harus ditanggapi dan segera dituntaskan. Karena tuntutan massa hanya ingin mendapatkan haknya sebagai warga negara, bukan sebaliknya Pemkab Deliserdang lebih memikirkan mafia tanah.

“Kami sengaja hadir berada di depan gedung DPRD Sumut ini untuk menyampaikan aspirasi kami dan supaya bisa langsung didengar Mendagri dan Gubernur serta anggota DPRD Sumut,” ujarnya.

Massa Minta Amri Tambunan Dicopot

Sejatinya, aksi massa KTM itu menuntut agar Pemkab Deliserdang tidak memberikan tanah kepada mafia tanah, melainkan harus kepada masyarakat penggarap. Kemudian, Pemkab Deliserdang jangan mudah menerbitkan izin pembangunan di wilayah tanah garapan. Namun, tuntutan yang telah disampaikan berulang kali tak juga ditanggapi Bupati Deliserdang. Bahkan, massa akhirnya mendapatkan perlakukan kasar seperti teror dan dibentrokkan dengan massa tandingan.

Sebelumnya, pada pagi harinya massa juga melakukan aksi di Hotel Grand Aston Medan. Tujuannya untuk menjumpai Gamawan Fauzi yang menghadiri pemberian penghargaan  keberhasilan melaksanakan program elektronik Kartu Tanpa Penduduk (e-KTP). Namun, massa tidak bisa bertemu Mendagri karena mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian dan Sat Pol PP yang berjaga-jaga.

Akibatnya terjadi bentrokan. Bentrokan berawal saat petani bersikeras masuk ke hotel guna menjumpai Gamawan Fauzi. Namun, keinginan tersebut dihadang ratusan Satpol PP, hingga akhirnya terjadi penghalauan dan pembubaran paksa massa.

Dalam orasinya, perwakilan pengunjuk rasa, E Simanjuntak, meminta Mendagri agar mencopot Bupati Deliserdang, Amri Tambunan, karena dituding bekerja sama dengan mafia tanah. Amri dituding menggarap tanah rakyat dan menciptakan konflik sosial antarperusahaan perkebunan dan warga.
“Amri Tambunan harus dicopot dari jabatannya karena bekerja sama dengan mafia tanah,” katanya.

Selain itu, petani juga meminta Mendagri memberikan perintah untuk membongkar tembok di atas lahan eks HGU PTP Nusantara II dan membatalkan sertifikat tanah yang dikeluarkan Pemkab Deliserdang.

Aksi yang berlangsung selama satu jam itu akhirnya berhenti setelah Satpol PP menambah kekuatan hingga tiga kali lipat untuk mengamankan acara tersebut. Petani yang melihat kekuatan tidak berimbang akhirnya membubarkan diri, lalu menuju kantor DPRD Sumut di Jalan Imam Bonjol, yang berjarak sekira 500 meter.

Menyikapi aksi massa KTM itu, di tempat terpisah, Mendagri Gamawan Fauzi mengaku sudah menghubungi tiga menteri terkait dan Kepala BPN Pusat. Sesuai rencanannya, Kepala BPN Pusat berjanji menuntaskannya.

“Saya sudah menghubungi tiga menteri dan Kepala BPN Pusat, sesampainya di Jakarta saya juga akan undang Plt Gubsu untuk membahas persoalan tanah di Sumut,” katanya.

Sementara, Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho mengakui, bahwa dirinya sudah melakukan pertemuan langsung dengan Komisi II DPR RI mengenai masalah tanah eks HGU PTPN. Bahkan, aspirasi masyarakat juga sudah disampaikan ke Kementerian terkait dengan tanah eks HGU. “Ia, saya sudah bawa persoalan tanah ini ke Pemerintah Pusat. Sekarang sudah masuk dalam pembahasan,” ucapnya.

Gedung DPRD Sumut Dianggap Paling Cantik

Di sisi lain, Gamawan tetap saja meresmikanGedung DPRD Sumut yang baru saja tuntas. Malah, bangunan yang menghabiskan APBD sekitar Rp118 miliar itu disebut Gamawan sebagai gedung DPRD tercantik di Indonesia.

“Setelah saya berkeliling di seluruh provinsi, gedung DPRD Sumut inilah sangat cantik saya lihat,” katanya saat meresmikan gedung DPRD Sumut.
Menurut mantan Gubernur Sumatera Barat itu, dibalik gedung DPRD Sumut yang sangat cantik itu, sudah sebaiknya gedung yang dianggap representatif tersebut bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menyerap aspirasi masyarakat.

Dia membeberkan, eksekutif dan DPRD secara aturan perundang-undangan disebut sebagai pemerintah daerah. Sehingga, kedua instansi itu harus duduk bersama dalam memajukan daerahnya masing-masing.

Gamawan menyampaikan, tugas DPRD secara undang-undang ada tiga hal, yakni legislasi, budget dan kontrol (pengawasan). Khusus dalam legislasi, Pemerintah Daerah yakni eksekutif dan DPRD diberikan wewenang dalam membuat aturan di daerahnya masing-masing. Dengan catatan, tak boleh bertentengan dengan aturan di atasnya, melanggar ketertiban umum dan menyulitkan masyarakat.

Selanjutnya, fungsi DPRD sebagai budget, sebaiknya DPRD mengawasi total anggaran yang diajukan eksekutif. Bila selama ini anggarannya lebih besar belanja aparatur dari pada belanja publik, maka sebaiknya DPRD mengkritisinya. Kemudian, DPRD harus menjalankan fungsinya sebagai pengawas, DPRD harus melakukan check and balance setiap menyerap aspirasi masyarakat.

“Perbanyak diskusi antara DPRD dan eksekutif dalam menghadapi aspirasi masyarakat, dengan cara itulah bisa terlaksana pembangunan daerah yang lebih baik,” katanya. (ril/gus)

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/