SUMUTPOS.CO, PASAR saham global goncang menyaksikan Donald Trump memenangkan pemilu di Amerika Serikat (AS). Seolah tidak menyangka, seluruh bursa saham Asia terjerembab ke zona merah tidak terkecuali Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sempat anjlok sebesar 2 persen, kemarin (09/11) sebaliknya komoditas emas mendapat berkah.
Pada awal perdagangan kemarin, IHSG sebenarnya sempat menguat sekitar 0,36 persen. Saat itu pasar masih optimistis Hillary Clinton sesuai prediksi akan jadi pemenang hajatan politik empat tahunan di negeri adidaya itu.
Semakin siang, arah angin semakin kencang berbalik. Tanda kemenangan Trump kian nyata. Pasar saham global mulai bergejolak. IHSG mulai tergerus dan penurunan paling dalam di tengah perdagangan kemarin terjadi sebesar 2,30 persen ke level 5.345,128.
Jelang sesi akhir perdagangan, investor asing memanfaatkan situasi dengan melakukan aksi beli dan sempat dalam posisi beli bersih lebih dari Rp300 miliar. Meskipun akhirnya investor asing kembali jualan dan terjadi penjualan bersih (foreign net sell) sebesar Rp56,1 miliar sampai penutupan perdagangan kemarin.
Namun cukup membantu untuk mengurangi koreksi pasar saham Indonesia. Sebab akhirnya IHSG ditutup turun 56,360 poin (1,030 persen) ke level 5.414,321. Kumpulan 45 saham paling likuid dalam indeks LQ45 turun 13,40 poin (1,43 persen) ke level 921,45.
Bursa saham unggulan di Asia terkoreksi cukup tajam kemarin. Indeks Composite Shanghai (Tiongkok) turun 0,62 persen. Indeks Hang Seng (Hong Kong) tergerus 2,16 persen. Indeks Nikkei 225 (Jepang) anjlok 5,36 persen, dan indeks Straits Times (Singapura) turun 1,08 persen.
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio mengatakan koreksi pasar jika Trump menang memang sudah diperkirakan sebelumnya. Sebab pelaku pasar lebih berharap Clinton menjadi pemenang. ”Sebenarnya Wall Street itu biasanya Republican (partai pengusung Trump dalam pemilu kali ini). Tapi sekarang mereka agak ragu. Sekarang itu banyak foreign securities rapat. Make decision,” ungkapnya ditemui di gedung BEI, kemarin (09/11).
Meski begitu, menurutnya, diperkirakan hanya efek psikologis sesaat saja. Bahkan semestinya pasar saham Indonesia tidak terlalu terganggu. ”Akan sedikit hilang trust di pasar katanya kalau Trump menang. Yang lebih penting hasil ekonomi kita sebenarnya bagus. Tapi masalah psikologi pasar itu yang lagi main,” akunya.
Ada ketakutan mengenai cara kerja dan tata kelola ekonomi di bawah kepemimpinan Trump. Maka hasilnya akan jelas, kata Tito, saat mereka menunjuk pembantu-pembantunya. Terutama pos Menteri Keuangan jika dilihat dari sisi ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan fondasi ekonomi Indonesia masih cukup kuat dalam menghadapi gejolak pasar pascakemenangan Trump. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, pengelolaan fiskal, hingga neraca pembayaran tidak dalam zona berbahaya. Indonesia juga menjaga momentum pertumbuhan dengan menerapkan kebijakan-kebijakan ekonominya.
“Pondasi ini diharapkan bisa menenangkan atau bisa membedakan Indonesia dari sentimen,” ujar Sri Mulyani di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta kemarin (9/11).
Dia menyebutkan, sentimen tersebut memang dipicu oleh hasil pemilu di Amerika Serikat. Sedangkan market bergantung pada informasi dan harapan yang pelaku pasar miliki. “Tentu tergantung pada harapan mereka terhadap apa yang berkembang di Amerika Serikat,” ujar dia.
Hubungan perekonomian Indonesia dan Amerika akan sangat bergantung pada kebijakan mereka. Tentu pemerintah baru Amerika akan membuat review kebijakan. Selama ini destinasi perdagangan Indonesia lebih banyak di kawasan Asia dan Eropa. Begitupuka untuk investasi juga banyak yang berasal dari Asia. “Saya rasa Amerika biarkan mengelola demokrasinyalah,” ungkap dia.
Ekonom Bahana Securities, Fakhrul Fulvian, mengatakan bukan hanya pasar saham yang terkoreksi. Nilai tukar juga cukup bergejolak. Rupiah di pasar spot melemah ke level 13.127 per dolar AS (USD). Meskipun di data kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah ditutup menguat ke level 13.084 per USD kemarin dibandingkan 13.090 rupiah per USD pada penutupan hari sebelumnya.
Namun dia menilai itu masih merupakan efek sementara. Sedangkan untuk jangka menengah, berpotensi memberi risiko ketidakpastian terhadap pasar perdagangangan Indonesia. Sebab Trump dalam kampanyenya berusaha untuk memberikan prioritas terhadap produksi rakyat AS.
Bila melihat data statistik dari BPS, sejak 2013, share export Indonesia ke AS naik cukup signifikan dari hanya 7,9 persen pada tahun 2013 menjadi 11,3 persen pada Agustus 2016. Apalagi Presiden Joko Widodo telah mengatakan keinginannya untuk bergabung dengan Trans Pacific Partnership (TPP), guna mendukung industri tekstil dan lainnya.
”Bila Trump mengimplementasikan semua janji-janji kampanyenyanya, akan ada beberapa potensi resiko perdagangan yang mungkin timbul. Jika janji kampanye yang pernah dinyatakan trump direalisasikan, pPerjanjian perdagangan seperti NAFTA, TPP, kemungkinan besar bisa diminta untuk renegosiasi,” kata Fakhrul. (jpg/adz)