26 C
Medan
Thursday, December 11, 2025

Komisi I Desak APH Usut Kejanggalan Proyek Danau Siombak: Ganti Rugi Lahan 7 Hektare Mangkrak

SUMUTPOS.CO – Polemik ganti rugi lahan sekitar 7 hektare yang terdampak pembangunan tanggul dan rencana kolam retensi di kawasan Danau Siombak, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, kembali memanas.

Anggota Komisi I DPRD Kota Medan, Saipul Bahri, meminta Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan mengusut tuntas dugaan kejanggalan dalam proses ganti rugi yang tak kunjung selesai.

Hingga kini, proses ganti rugi bagi warga terdampak terbengkalai, meski Komisi I DPRD Medan telah menggelar lima kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanpa hasil.

Setiap pertemuan berakhir buntu karena instansi terkait, mulai dari Pemko Medan, Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN), tidak memberikan kepastian atau penjelasan memadai.

“Sangat kita sesalkan. Sudah lima kali RDP, tetapi tidak ada titik terang. Sementara di atas lahan warga sudah berdiri bangunan, namun ganti rugi sampai sekarang belum juga tuntas,” tegas Saipul, Selasa (9/12/2025).

Saipul menilai, persoalan ini tidak sekadar soal administrasi, melainkan mengindikasikan adanya kecerobohan sejak awal pembangunan, sehingga regulasi terkait ganti rugi kini tersandung.

Ia menyebut, BPN dan BWSS II justru memberi pernyataan yang saling bertentangan. “Ketika hendak melakukan ganti rugi, ada regulasi yang dilanggar. Maka sekarang BPN dan BBWS saling berseberangan soal dasar ganti rugi. Ini tidak wajar,” ujarnya.

Perbedaan pendapat itu terlihat jelas dalam RDP. BPN mengaku tidak bisa memproses ganti rugi karena terjadi kesalahan pada penetapan lokasi (penlok), sementara BWSS II menyebut tidak ada kendala karena sejak awal proses pengukuran dilakukan bersama.

“Kedua instansi tidak sinkron. Kita sudah minta solusi agar warga tidak dirugikan, tetapi tetap saja tidak diakomodir dan BPN bertahan tidak bisa melanjutkan proses,” ungkap Saipul.

Atas kondisi tersebut, Komisi I meminta APH turun tangan untuk memastikan apakah ada pihak yang memainkan proyek pengendalian banjir tersebut. “Penegak hukum harus hadir agar jelas siapa yang bermain. Jangan sampai warga menjadi korban ketidakberesan ini,” tegasnya.

Sementara warga pemilik lahan masih menunggu kepastian, proyek penting pengendalian banjir di Medan Marelan kini terancam tersendat akibat kekacauan administrasi dan dugaan pelanggaran prosedur yang hingga kini belum terurai. (map/ila)

SUMUTPOS.CO – Polemik ganti rugi lahan sekitar 7 hektare yang terdampak pembangunan tanggul dan rencana kolam retensi di kawasan Danau Siombak, Kelurahan Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, kembali memanas.

Anggota Komisi I DPRD Kota Medan, Saipul Bahri, meminta Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan mengusut tuntas dugaan kejanggalan dalam proses ganti rugi yang tak kunjung selesai.

Hingga kini, proses ganti rugi bagi warga terdampak terbengkalai, meski Komisi I DPRD Medan telah menggelar lima kali Rapat Dengar Pendapat (RDP) tanpa hasil.

Setiap pertemuan berakhir buntu karena instansi terkait, mulai dari Pemko Medan, Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II hingga Badan Pertanahan Nasional (BPN), tidak memberikan kepastian atau penjelasan memadai.

“Sangat kita sesalkan. Sudah lima kali RDP, tetapi tidak ada titik terang. Sementara di atas lahan warga sudah berdiri bangunan, namun ganti rugi sampai sekarang belum juga tuntas,” tegas Saipul, Selasa (9/12/2025).

Saipul menilai, persoalan ini tidak sekadar soal administrasi, melainkan mengindikasikan adanya kecerobohan sejak awal pembangunan, sehingga regulasi terkait ganti rugi kini tersandung.

Ia menyebut, BPN dan BWSS II justru memberi pernyataan yang saling bertentangan. “Ketika hendak melakukan ganti rugi, ada regulasi yang dilanggar. Maka sekarang BPN dan BBWS saling berseberangan soal dasar ganti rugi. Ini tidak wajar,” ujarnya.

Perbedaan pendapat itu terlihat jelas dalam RDP. BPN mengaku tidak bisa memproses ganti rugi karena terjadi kesalahan pada penetapan lokasi (penlok), sementara BWSS II menyebut tidak ada kendala karena sejak awal proses pengukuran dilakukan bersama.

“Kedua instansi tidak sinkron. Kita sudah minta solusi agar warga tidak dirugikan, tetapi tetap saja tidak diakomodir dan BPN bertahan tidak bisa melanjutkan proses,” ungkap Saipul.

Atas kondisi tersebut, Komisi I meminta APH turun tangan untuk memastikan apakah ada pihak yang memainkan proyek pengendalian banjir tersebut. “Penegak hukum harus hadir agar jelas siapa yang bermain. Jangan sampai warga menjadi korban ketidakberesan ini,” tegasnya.

Sementara warga pemilik lahan masih menunggu kepastian, proyek penting pengendalian banjir di Medan Marelan kini terancam tersendat akibat kekacauan administrasi dan dugaan pelanggaran prosedur yang hingga kini belum terurai. (map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru