27 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Kala Kesalahpahaman Harus Dikabarkan

Khairul Ghazali, Terdakwa Perampokan Bank CIMB Niaga Luncurkan Buku 

Lelaki berjanggut dan berkaca mata itu tidak menyerah meski harus hidup dalam penjara. Dia terus berjuang dalam suasana kekurangan untuk mengabarkan kepada dunia tentang sebuah kesalahpahaman yang nyaris menjadi kebenaran.

Begitulah, Khairul Ghazali, terdakwa perampokan bank CIMB Niaga yang akhirnya berhasil menyelesaikan buku yang berjudul Aksi Perampokan Bukan Fa’I. Berangkat dari minimnya informasi dan literatur, Ghazali terus menggali ingatan. Lalu, dia mulai mencicil huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf, halaman demi halaman, dan bab demi bab.

Sebuah buku setebal 109 halaman kini tersaji. Sekali lagi, Ghazali melakukan ini bukan karena tanpa alasan. Khalayak telah dikabarkan soal perampokan atas alasan fa’i, yang sejatinya hal itu adalah tidak benar.

“Fa’i itu, merupakan harta rampasan yang direbut tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Fa’i itu tidak memerlukan pengerahan kekuatan dan senjata, tidak ada ancaman apalagi teror dan pembunuhan,” katanya saat peluncuran buku di Lantai II Hotel Madani Jalan Sisimangaraja Medan, Minggu (10/7).

Tegas dan lugas kalimat yang keluar dari mulut sosok yang ditangkap di Tanjung Balai oleh Densus 88 di rumahnya Jalan Sehat, Gang Pesat, Linkungan VII, Kelurahan Bunga Tanjung, Kecamatan Datuk Bandar Timur, Kota Tanjung Balai itu. Walau, apa yang ditulis oleh Ghazali cukup berbeda dengan pendahulunya.

“Buku ini berbeda dengan karya Imam Samudra, Nasir Abas, Ali Imron dan lainnya yang lebih mengarah ke tema jihad. Ghazali lebih fokus pada fa’i karena ada pihak-pihak yang menghalalkan perampokan dengan modus operandi fa’i,” tulis Ahmad Syafi’i Mufid dalam pengantar buku.

Tampaknya apa yang disampaikan Ghazali dalam bukunya cukup sejalan. Pasalnya, Ghazali adalah sosok yang ditangkap karena diduga terkait kasus perampokan. Dan, dirinya, menurut tulisan Ahmad Syafi’i Mufid, adalah pendukung gerakan jihad di Indonesia.

“Kita harus menolak mentah-mentah argumentasi yang mengatakan bahwa fa’i sama dengan perampokan, penjarahan, pencurian, bahkan pembunuhan. Semua perbuatan ini dalam ajaran Islam dikatakan perbuatan fahsya (keji) dan munkar (jahat),” ungkap Ghazali.

Sementara itu, sambung Ghazali, perampokan sendiri merupakan harta yang diambil dengan jalan kekerasan. Bahkan untuk mendapatkan harta itu juga dengan mengerahkan segala kemampuan dan memanfaatkan kelengahan korban. Tak hanya itu dalam melakukan aksi perampokan, pelaku melakukannya secara paksa dan ancaman sehingga tidak segan-segan membunuh dan melukai korbannya.   “Jadi, jelas bagi kita bahwa aksi perampokan bukan fa’i, sehingga anggapan sebagian orang selama ini salah,” tegasnya.

Dalam bukunya Ghazali juga menyebutkan sasaran empuk yang dipilih untuk menjadi pendukung dan simpatisan gerakan radikalisme Islam adalah anak-anak muda yang masih dangkal pemahaman agamanya, sehingga mudah diagitasi dengan doktrin-doktrin jihad. Biasanya, yang mudah direkrut adalah mereka yang baru tamat dari pesantren atau yang sering mengikuti tabliq akbar ulama-ulama lokal yang berani terang-terangan meluangkan waktu jihad.

Peluncuran buku ini dibuka oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai. Undangan yang hadir antara lain Deputi II Bidang Penindakan dan Bina Kemampuan BNPT Tito Karnivan yang juga mantan Kadensus 88 Antiteror Mabes Polri, Direktur Penegakan Hukum BNPT T Suhaimi SH yang juga mantan Aspidum Kejatisu dan Wakajati Bengkulu, serta peserta diskusi gabungan elemen dan ormas mahasiswa di Sumut.

Ansyaad Mbai mengatakan, sebagai lembaga baru yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) mereka akan terus memotivasi ‘eks teroris-teroris’ yang ada di Indonesia untuk melahirkan buku-buku. Harapannya dengan buku ini maka, tindakan terorisme akan dapat dicegah. “Kita akan terus keliling Indonesia untuk mencegah tindak pidana teroris ini,” ungkapnya manatan Kapoldasu tersebut.

Pembedah buku karya Ghazali ini adalah Nasir Abas (Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah), Prof Nur Ahmad Fadil Lubis MA (Rektor IAIN SU), Dr Amirsyah (Wakil Sekjen MUI), dan Ahmad Syafi’i Mufid (Litbang Kementerian Agama RI). “Saya membaca buku ini seperti tesis dan banyak kajian-kajian Islam yang dibahasnya,” ungkap Nur Ahmad Fadil Lubis terkait buku terbitan Grafindo Khazanah Ilmu itu. (*)

Khairul Ghazali, Terdakwa Perampokan Bank CIMB Niaga Luncurkan Buku 

Lelaki berjanggut dan berkaca mata itu tidak menyerah meski harus hidup dalam penjara. Dia terus berjuang dalam suasana kekurangan untuk mengabarkan kepada dunia tentang sebuah kesalahpahaman yang nyaris menjadi kebenaran.

Begitulah, Khairul Ghazali, terdakwa perampokan bank CIMB Niaga yang akhirnya berhasil menyelesaikan buku yang berjudul Aksi Perampokan Bukan Fa’I. Berangkat dari minimnya informasi dan literatur, Ghazali terus menggali ingatan. Lalu, dia mulai mencicil huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf, halaman demi halaman, dan bab demi bab.

Sebuah buku setebal 109 halaman kini tersaji. Sekali lagi, Ghazali melakukan ini bukan karena tanpa alasan. Khalayak telah dikabarkan soal perampokan atas alasan fa’i, yang sejatinya hal itu adalah tidak benar.

“Fa’i itu, merupakan harta rampasan yang direbut tanpa kekerasan dan pertumpahan darah. Fa’i itu tidak memerlukan pengerahan kekuatan dan senjata, tidak ada ancaman apalagi teror dan pembunuhan,” katanya saat peluncuran buku di Lantai II Hotel Madani Jalan Sisimangaraja Medan, Minggu (10/7).

Tegas dan lugas kalimat yang keluar dari mulut sosok yang ditangkap di Tanjung Balai oleh Densus 88 di rumahnya Jalan Sehat, Gang Pesat, Linkungan VII, Kelurahan Bunga Tanjung, Kecamatan Datuk Bandar Timur, Kota Tanjung Balai itu. Walau, apa yang ditulis oleh Ghazali cukup berbeda dengan pendahulunya.

“Buku ini berbeda dengan karya Imam Samudra, Nasir Abas, Ali Imron dan lainnya yang lebih mengarah ke tema jihad. Ghazali lebih fokus pada fa’i karena ada pihak-pihak yang menghalalkan perampokan dengan modus operandi fa’i,” tulis Ahmad Syafi’i Mufid dalam pengantar buku.

Tampaknya apa yang disampaikan Ghazali dalam bukunya cukup sejalan. Pasalnya, Ghazali adalah sosok yang ditangkap karena diduga terkait kasus perampokan. Dan, dirinya, menurut tulisan Ahmad Syafi’i Mufid, adalah pendukung gerakan jihad di Indonesia.

“Kita harus menolak mentah-mentah argumentasi yang mengatakan bahwa fa’i sama dengan perampokan, penjarahan, pencurian, bahkan pembunuhan. Semua perbuatan ini dalam ajaran Islam dikatakan perbuatan fahsya (keji) dan munkar (jahat),” ungkap Ghazali.

Sementara itu, sambung Ghazali, perampokan sendiri merupakan harta yang diambil dengan jalan kekerasan. Bahkan untuk mendapatkan harta itu juga dengan mengerahkan segala kemampuan dan memanfaatkan kelengahan korban. Tak hanya itu dalam melakukan aksi perampokan, pelaku melakukannya secara paksa dan ancaman sehingga tidak segan-segan membunuh dan melukai korbannya.   “Jadi, jelas bagi kita bahwa aksi perampokan bukan fa’i, sehingga anggapan sebagian orang selama ini salah,” tegasnya.

Dalam bukunya Ghazali juga menyebutkan sasaran empuk yang dipilih untuk menjadi pendukung dan simpatisan gerakan radikalisme Islam adalah anak-anak muda yang masih dangkal pemahaman agamanya, sehingga mudah diagitasi dengan doktrin-doktrin jihad. Biasanya, yang mudah direkrut adalah mereka yang baru tamat dari pesantren atau yang sering mengikuti tabliq akbar ulama-ulama lokal yang berani terang-terangan meluangkan waktu jihad.

Peluncuran buku ini dibuka oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai. Undangan yang hadir antara lain Deputi II Bidang Penindakan dan Bina Kemampuan BNPT Tito Karnivan yang juga mantan Kadensus 88 Antiteror Mabes Polri, Direktur Penegakan Hukum BNPT T Suhaimi SH yang juga mantan Aspidum Kejatisu dan Wakajati Bengkulu, serta peserta diskusi gabungan elemen dan ormas mahasiswa di Sumut.

Ansyaad Mbai mengatakan, sebagai lembaga baru yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) mereka akan terus memotivasi ‘eks teroris-teroris’ yang ada di Indonesia untuk melahirkan buku-buku. Harapannya dengan buku ini maka, tindakan terorisme akan dapat dicegah. “Kita akan terus keliling Indonesia untuk mencegah tindak pidana teroris ini,” ungkapnya manatan Kapoldasu tersebut.

Pembedah buku karya Ghazali ini adalah Nasir Abas (Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah), Prof Nur Ahmad Fadil Lubis MA (Rektor IAIN SU), Dr Amirsyah (Wakil Sekjen MUI), dan Ahmad Syafi’i Mufid (Litbang Kementerian Agama RI). “Saya membaca buku ini seperti tesis dan banyak kajian-kajian Islam yang dibahasnya,” ungkap Nur Ahmad Fadil Lubis terkait buku terbitan Grafindo Khazanah Ilmu itu. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/